Jenis Pelanggaran HAM Berat dan Proses Hukumnya

Jenis Pelanggaran HAM Berat dan Proses Hukumnya adalah suatu hal yang menjadi perhatian internasional. Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia yang mana bersifat universal dan harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapa pun. Indonesia sebagai negara hukum merupakan salah satu negara yang menjunjung tinggi HAM dan menganut konsep perlindungan HAM dalam konstitusinya. Ketentuan-ketentuan terkait HAM dapat ditemukan pada Pasal 27, Pasal 28, BAB XA, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33 dan Pasal 34 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun1945. Lebih lanjut, dasar hukum terkait HAM diatur secara khusus pada Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia (selanjutnya disebut ‘UU HAM’).

Pasal 1 Angka 1 UU HAM memberikan pengertian HAM sebagai “seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahkluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”. Di samping mengatur mengenai hak-hak apa yang melekat kepada manusia, UU HAM juga di antaranya mengatur mengenai perlindungan terhadap pelanggaran HAM berat dengan dibentuknya pengadilan HAM. Pasal 104 Ayat (1) UU HAM menyatakan “untuk mengadili pelanggaran hak asasi manusia yang berat dibentuk Pengadilan Hak Asasi Manusia di lingkungan Pengadilan Umum.

Pelanggaran HAM berat adalah pelanggaran hak asasi manusia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (selanjutnya disebut ‘UU Pengadilan HAM’). Pasal 7 UU Pengadilan HAM menyatakan bahwa pelanggaran HAM berat meliputi kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Karakteristik kejahatan genosida diatur pada Pasal 8 UU Pengadilan HAM, yaitu:

Kejahatan genosida sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama, dengan cara :

  1. membunuh anggota kelompok;
  2. mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok;
  3. menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya;
  4. memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok; atau
  5. memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.

 

Sedangkan karakteristik kejahatan terhadap kemanusiaan diatur pada Pasal 9 UU Pengadilan HAM, yaitu:

Kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil berupa :

  1. pembunuhan;
  2. pemusnahan;
  3. perbudakan;
  4. pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa;
  5. perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional;
  6. penyiksaan;
  7. perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara;
  8. penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional;
  9. penghilangan orang secara paksa; atau
  10. kejahatan apartheid.

 

Penyelesaian atas perkara pelanggaran HAM berat dilakukan dengan mengedepankan proses hukum secara pidana atau hukum pidana sebagai primum remedium. Pelanggaran HAM berat merupakan tindak pidana khusus yang memiliki hukum acara tersendiri dimana Jaksa Agung adalah pihak yang memiliki wewenang selaku penyidik sekaligus penuntut umum. Hal tersebut sebagaimana diatur pada Pasal 11 Ayat (1) jo. Pasal 23 Ayat (1) UU Pengadilan HAM. Terkait dengan persidangan perkaranya di pengadilan, sebagaimana telah disampaikan sebelumnya bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat diperiksa dan diputus oleh Pengadilan HAM (Pasal 104 Ayat (1) UU HAM jo. Pasal 27 Ayat (1) UU Pengadilan HAM).

Berdasarkan Pasal 27 Ayat (2) dan Ayat (3) UU Pengadilan HAM, pemeriksaan perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat dilakukan oleh Majelis Hakim Pengadilan HAM yang berjumlah lima orang, terdiri atas dua orang hakim pada Pengadilan HAM yang bersangkutan dan tiga orang hakim ad hoc. Majelis hakim tersebut diketuai oleh hakim dari Pengadilan HAM yang bersangkutan. Jangka waktu penyelesaian perkara HAM di Pengadilan HAM adalah paling lama seratus delapan puluh hari terhitung sejak perkara dilimpahkan ke Pengadilan HAM (Pasal 31 UU Pengadilan HAM). Terhadap putusan perkara pelanggaran HAM berat, dapat diajukan upaya hukum banding maupun kasasi sebagaimana ditentukan Pasal 32 Ayat (1) dan 33 Ayat (1) UU Pengadilan HAM.

Terhadap pelanggaran HAM berat sebagaimana disebutkan pada Pasal 8 dan Pasal 9 UU Pengadilan HAM, sanksi pidana mati dan penjara seumur hidup dapat dikenakan, kecuali Pasal 9 huruf e dan f UU Pengadilan HAM yang mana ancaman hukuman pidana penjaranya maksimal lima belas tahun serta Pasal 9 huruf g, h, atau i UU Pengadilan HAM yang ancaman hukuman maksimalnya dua puluh tahun. Sanksi yang sama berlaku terhadap tindakan percobaan, permufakatan jahat, atau pembantuan (Pasal 41 UU Pengadilan HAM).

Di samping mengatur sanksi untuk pelanggar HAM berat, terhadap korban pelanggaran HAM berat dan atau ahli warisnya dapat memperoleh kompensasi, restitusi, rehabilitasi yang mana dicantumkan dalam amar putusan perkara pelanggaran HAM berat (Pasal 35 UU Pengadilan HAM).

 

Penulis: Mirna R., S.H., M.H., CCD.

Editor: R. Putri J., S.H., M.H., CTL. CLA.

 

 

Sumber:

  1. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun1945;
  2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia; dan
  3. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia

 

 

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.