Inkonstitusional Bersyarat: Putusan Mahkamah Konstitusi Atas Pengujian UU Cipta Kerja
Pada tanggal 25 November 2021, Mahkamah Konstitusi akhirnya memutuskan permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja (selanjutnya disebut UU Cipta Kerja), sebagaimana terdaftar dalam Perkara Register Nomor 91/PUU-XVIII/2020. Permohonan tersebut telah diajukan sejak Desember 2020, namun baru diputus pada tanggal 25 November 2021 sebab Mahkamah Konstitusi harus memutus sengketa Pilkada Tahun 2020 dan juga dikarenakan adanya pandemi yang menjadikan seluruh kegiatan masyarakat dan instansi-instansi terhambat guna menghindari penyebaran lebih besar virus COVID-19. Bukan hanya perkara Register Nomor 91/PUU-XVIII/2020 saja yang diputus, melainkan juga Perkara Register Nomor 107/PUU-XVIII/2020 yang tidak lain juga permohonan pengujian UU Cipta Kerja.
Putusan Mahkamah Konstitusi Register Nomor 107/PUU-XVIII/2020 menjadi perhatian bagi banyak pihak, sebab Mahkamah Konstitusi menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat. Adapun amar putusan lengkap atas perkara tersebut adalah sebagai berikut:
Dalam Provisi:
- Menyatakan Permohonan Provisi Pemohon I dan Pemohon II tidak dapat diterima;
- Menolak Permohonan Provisi Pemohon III, Pemohon IV, Pemohon V, dan Pemohon VI.
Dalam Pokok Permohonan:
- Menyatakan permohonan Pemohon I dan Pemohon II tidak dapat diterima;
- Mengabulkan permohonan Pemohon III, Pemohon IV, Pemohon V, dan Pemohon VI untuk sebagian;
- Menyatakan pembentukan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 (dua) tahun sejak putusan ini diucapkan”.
- Menyatakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573) masih tetap berlaku sampai dengan dilakukannya perbaikan pembentukan sesuai dengan tenggang waktu sebagaimana yang telah ditentukan dalam putusan ini;
- Memerintahkan kepada pembentuk undang-undang untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak putusan ini diucapkan dan apabila dalam tenggang waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan maka Undang-Undang Nomor 11 Tahun 202 Tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573) menjadi inkonstitusional secara permanen;
- Menyatakan apabila dalam tenggang waktu 2 (dua) tahun pembentuk Undang-undang tidak dapat menyelesaikan perbaikan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573) maka undang-undang atau pasal-pasal atau materi muatan undang-undang yang telah dicabut atau diubah oleh Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia ahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573) dinyatakan berlaku kembali;
- Menyatakan untuk menangguhkan segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Nomor245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
- Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya;
- Menolak permohonan para Pemohon untuk selain dan selebihnya.
Berdasar pada amar putusan tersebut, maka pada pokoknya UU Cipta Kerja masih berlaku selama 2 (dua) tahun ke depan, namun pemerintah dilarang untuk menerbitkan peraturan pelaksananya. Amar putusan tersebut muncul dengan dasar diantaranya adalah tidak digunakannya asas keterbukaan pada saat UU Cipta Kerja sebab keterlibatan masyarakat tidak maksimal, dan materi muatan dan judul UU Cipta Kerja menjadi tidak jelas dan sulit dimengerti. Dari 9 Hakim Konstitusi, 4 Hakim Konstitusi berbeda pendapat (dissenting opinion), yaitu Hakim Konstitusi Arief Hidayat, Hakim Konstitusi Anwar Usman, Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh, dan Hakim Konstitusi Manahan M.P. Sitompul.
Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut menjadi perbincangan di masyarakat, beberapa pihak menyebut putusan tersebut membingungkan. Apabila mencermati kembali isi amar putusan yang melarang penerbitan peraturan pelaksana, maka hal tersebut memang akan membingungkan. Sebab jika suatu pasal dalam UU Cipta Kerja memerlukan peraturan pelaksana dan ketentuan tersebut bertentangan dengan ketentuan yang diubahnya, tentu akan menjadi pertanyaan bagaimana pemerintah terutama lembaga yudisial harus bersikap. Justru putusan Mahkamah Konstitusi tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum. Seperti Pasal 175 UU Cipta Kerja yang mengubah ketentuan dalam UU 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan (selanjutnya disebut UU AP), dimana dalam Pasal 53 Fiktif Positif tidak lagi memerlukan penetapan dari Pengadilan Tata Usaha Negara, melainkan hal tersebut diatur dalam Peraturan Presiden. Kosongnya Peraturan Presiden inilah yang kemudian akan menjadikan tidak jelasnya bagaimana fiktif positif akan ditetapkan. Untuk mengetahui apa itu fiktif positif lihat disini.
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim PertanyaanHeboh Guru Pesantren Perkosa 12 Santriwati : Berikut Pasal...
Down Payment Dalam Perjanjian
hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.