Ilmu Hukum sebagai Ilmu Sui Generis: Keunggulan Ilmu Hukum

Ilmu Hukum Sebagai Ilmu Sui Generis
Banyak perbedaan pendapat mengenai karakteristik ilmu hukum, dimana terdapat ahli yang berpendapat ilmu hukum sebagai ilmu sui generis atau ilmu normatif atau ada juga yang berpandangan ilmu hukum adalah ilmu yang terdiri atas ilmu empiris dan ilmu normatif. Dalam pandangan ilmu hukum sebagai ilmu empiris, pengembangan hukum dapat dinilai berdasarkan pengkajian-pengkajian yang bersifat sosiologik. Dengan demikian dalam dilakukannya penelitian hukum, digunakan metode ilmu sosial sebagai metode penelitian utama yang memandang hukum sebagai fenomena sosial.[1]
Berdasarkan pandangan ahli hukum bahwa ilmu hukum adalah ilmu sui generis, ilmu hukum memiliki karakteristik tersendiri yang khas. Menurut Philipus M. Hadjon dan Tatiek Sri Djamiati, ciri khas ilmu hukum adalah sifatnya yang normatif yang arinya ilmu hukum bukanlah ilmu empiris yang menggunakan analisis kuantitatif (statistik).[2] Ilmu hukum mempunyai kepribadian tersendiri. Oleh karena itu, hubungan antara normativitas dan sifat sui generis ilmu hukum adalah bahwa kajian hukum menyentuh baik sisi intrinsik hukum maupun fenomena sosial yang ingin diaturnya. Ilmu hukum mempunyai sifat preskriptif karena sifatnya yang meliputi mengkaji tujuan hukum, cita-cita keadilan, keabsahan hukum, konsepsi hukum, dan norma hukum. Karena tidak diteliti dalam ilmu-ilmu sosial lain yang memiliki tujuan yang sama hukum ilmu hukum menganggap unsur preskriptif ini penting.[3]
Pendekatan Ilmu Hukum dari Sudut Pandang Sui Generis
Atas dasar itu metode penelitian hukum seharusnya tidak beranjak dari sudut pandang ilmu sosial, melainkan dari hakikat keilmuan hukum. Ada dua pendekatan yang dapat dilakukan untuk menjelaskan hakekat keilmuan hukum yang membawa konsekuensi pada metode kajiannya, yaitu[4]:
- pendekatan dari sudut pandang falsafah ilmu;
- Pendekatan dari sudut pandang teori hukum;
Falsafah ilmu membedakan ilmu dari dua sudut pandang, yaitu pandangan positivistik yang melahirkan ilmu empiris dan pandangan normatif yang melahirkan ilmu normatif. Ilmu hukum dalam hal ini memiliki dua sisi tersebut. Ilmu hukum mengandung komponen empiris dan tetap mempertahankan sifat fundamentalnya sebagai ilmu normatif. Kajian terhadap ilmu-ilmu hukum empiris, termasuk yurisprudensi sosiologis dan sosio-hukum, dikenal dengan sisi hukum empiris. Oleh karena itu ilmu hukum dibedakan menjadi ilmu hukum normatif dan ilmu hukum empiris dari sudut pandang ini. Tergantung pada jenis datanya, ilmu hukum normatif menggunakan metodologi penelitian yang berbeda, sedangkan ilmu hukum empiris menggunakan penelitian kualitatif atau kuantitatif.[5]
Teori hukum memandang ilmu hukum terdiri dari tiga lapisan utama: dogmatika hukum, teori hukum (dalam arti sempit), dan filsafat hukum. Ketiga tingkatan tersebut pada akhirnya menunjang praktik hukum. Masing-masing dari ketiga tingkatan profesi hukum ini mempunyai kepribadian dan serangkaian prosedur tersendiri. Konsekuensinya, kritik terhadap penelitian hukum empiris didasarkan pada metodologi ini.
Diantara kritik tersebut adalah dari Lord Lyloyd O. Hamstead dan M.D.A. Freeman yang menyatakan dalam “Lloyd’s Introduction to Jurisprudence” bahwa teori sosio-hukum memberikan penekanan yang kuat pada penerapan metode penelitian, pemahaman bahwa banyak permasalahan hukum tradisional pada hakikatnya bersifat empiris, dan konsep hukum dalam konteks sosialnya. Tema utamanya adalah kesenjangan antara “law in the book” dan “law in action”. Namun demikian studi-studi tersebut hanya sampai pada tingkatan menggambarkan “kesenjangan” tetapi jarang menjelaskannya.[6]
Untuk mempelajari lebih dalam tentang teori hukum, Anda dapat membaca artikel kami sebelumnya yang berjudul “Teori Hukum”.
Dengan demikian, tidak ada bidang ilmu lain yang dapat dibandingkan dengan ilmu hukum, sehingga menjadikannya sebagai ilmu sui generis. Dalam bahasa Latin sendiri, sui generis berarti “hanya satu dari jenisnya”. Pendekatan ilmu hukum sebagai ilmu sui generis lebih condong pada pendekatan teori hukum dimana ciri-ciri sui generis dibangun oleh tiga tingkatan ilmu hukum: dogmatika hukum, teori hukum, dan filsafat hukum. Tujuan hukum adalah menegakkan ketertiban sosial dan menegakkan keadilan bagi seluruh anggota masyarakat.
Ilmu hukum merupakan ilmu apriori, artinya kumpulan pengetahuannya diperoleh dari nalar semata, bukan melalui pengamatan dan pengujian indrawi. Ketertiban dan keadilan tidak ada hubungannya dengan ilmu empiris (ilmu sosial dan humaniora) karena kedua konsep ini tidak dapat dikuantifikasi atau dilihat. Secara praktis, penafsiran hukum dan operasional harus diberikan pada gagasan keadilan dan ketertiban agar dapat diukur. Komponen penting yang perlu dihilangkan. Komponen inti dari apa yang diwakili oleh ketertiban dan keadilan bagi setiap anggota masyarakat adalah komponen yang perlu disingkirkan. Penafsiran atas fakta-fakta yang dapat diamati berada di luar lingkup penelitian empiris, meskipun hal ini penting dalam studi hukum.
Berbeda dengan ilmu hukum, yang mungkin sulit memisahkan peneliti dan pihak yang diteliti, penyelidikan empiris yang mencari makna jelas memisahkan peneliti dan objek yang diteliti. Ilmu hukum berbeda dari ilmu deskriptif karena, tidak seperti penelitian sosial, ilmu hukum tidak mengeksplorasi hubungan sosial dan fakta sejarah. Resep hukum merupakan pokok bahasan ilmu hukum.
Baca juga artikel kami yang berujudu “Tujuan Hukum“.
Sumber:
- Philipus M. Hadjon dan Tatiek Sri Djamiati, Argumentasi Hukum, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 2016; dan
- Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media, Jakarta, 2005;
Penulis: Mirna R., S.H., M.H., C.C.D.
Editor: R. Putri J., S.H., M.H., CTL. CLA.
[1] Philipus M. Hadjon dan Tatiek Sri Djamiati, Argumentasi Hukum, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 2016, hlm. 1-2
[2] Ibid.
[3] Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media, Jakarta, 2005, hlm. 23.
[4] Philipus M. Hadjon dan Tatiek Sri Djamiati, Op. Cit., hlm 3.
[5] Ibid.
[6] Ibid, hlm. 4
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim PertanyaanTurut Termohon dalam Sidang BANI
Kedudukan dan Kekuatan Hukum Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA)

hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.