Hibah Wasiat Untuk Pacar

Hibah merupakan salah satu cara untuk seseorang menyerahkan barang secara cuma-cuma kepada orang lain. Pasal 1666 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) menyatakan bahwa penghibahan adalah suatu persetujuan dengan mana seorang penghibah menyerahkan suatu barang secara cuma-cuma, tanpa dapat menariknya kembali, untuk kepentingan seseorang yang menerima penyerahan barang itu. Undang-undang hanya mengakui penghibahan-penghibahan antara orang-orang yang masih hidup. Hibah berbeda dengan wasiat, dimana wasiat merupakan pemberian suatu hal kepada orang lain ketika orang yang memberikan telah meninggal dunia. Suatu hal sebagaimana dimaksud dapat berupa barang atau hal lain. Secara umum konsep hibah dan wasiat sama yaitu memberikan suatu hal kepada orang lain, hanya saja yang membedakannya yaitu waktu pemberiannya, dimana hibah diberikan ketika pemberi hibah masih hidup sedangkan wasiat yaitu peninggalan untuk suatu hal setelah ia meninggal dunia.

Pada dasarnya hibah wasiat dapat dilakukan dan diberikan kepada siapapun. Namun di Indonesia hibah wasiat diatur didalam 2 peraturan perundang-undangan yaitu KUHPer yang berlaku untuk orang non Islam dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) bagi orang Islam. Berdasarkan hal tersebut, maka dalam pembahasan kali ini akan diuraikan mengenai hibah wasiat terhadap pacar berdasarkan KUHPer dan KHI.

A. Hibah Wasiat Kepada Pacar Menurut KUHPer

Pasal 957 KUHPer menyatakan bahwa hibah wasiat ialah suatu penetapan khusus, dimana pewaris memberikan kepada satu atau beberapa orang barang-barang tertentu, atau semua barang-barang dan macam tertentu misalnya, semua barang-barang bergerak atau barang-barang tetap, atau hak pakai hasil atas sebagian atau semua barangnya. Dalam KUHPer tidak ditemukan larangan apabila memberikan suatu hibah wasiat kepada orang lain termasuk dalam hal ini pacar. Namun dalam Pasal 909 KUHPer menjelaskan bahwa adanya batasan atau larangan kepada siapa seseorang memberikan wasiat yang menyatakan sebagai berikut:

“Pelaku perzinaan, baik laki-laki maupun perempuan, tidak boleh menikmati keuntungan apa pun dari wasiat kawan berzinanya, dan kawan berzina ini tidak boleh menikmati keuntungan apa pun dan wasiat pelaku, asal perzinaan itu sebelum meninggalnya pewaris, terbukti dan putusan Hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang pasti.”

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa pemberian wasiat kepada pacar diperbolehkan sejauh pacar sebagaimana dimaksud bukanlah selingkuhan (yang dilakukan oleh orang yang sudah kawin). Selain itu hibah wasiat juga tidak diperkenankan melebihi legitime portie. Secara hukum jika hibah wasiat melanggar legitieme portie, maka wasiat tersebut akan mejadi batal demi hukum. Namun, Mahkamah Agung membuat kaidah bahwa jika ada pelanggaran terhadap legitime portie ahli waris, jika ahli waris tersebut merasa tidak dirugikan maka sifatnya menjadi dapat dibatalkan, jika ahli waris tidak menuntut bagiannya ke pengadilan maka akta tersebut dapat dianggap sah.[1]

B. Hibah Wasiat Kepada Pacar Menurut KHI

Berdasarkan KHI, mengenai wasiat diatur dalam ketentuan Pasal 94 sampai dengan Pasal 214 KHI. Pasal 194 KHI menyatakan bahwa:

    1. Orang yang telah berumur sekurang-kurangnya 21 tahun, berakal sehat dan tanpa adanya paksaan dapat mewasiatkan sebagian harta bendanya kepada orang lain atau lembaga;
    2. Harta benda yang diwasiatkan harus merupakan hak dari pewasiat;
    3. Pemilikan terhadap harta benda seperti dimaksud dalam ayat (1) pasal ini baru dapat dilaksanakan sesudah pewasiat meninggal dunia.

Berdasarkan ketentuan tersebut, dapat dikatakan bahwa orang yang sudah berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih, maka dapat mewasiatkan sebagian hartanya kepada siapapun termasuk kepada pacarnya. Namun, dalam Pasal 195 ayat (2) KHI disebutkan bahwa wasiat hanya diperbolehkan sebanyak-banyaknya 1/3 (sepertiga) dari harta warisan kecuali apabila semua ahli waris menyetujui. Oleh karena itu, maka seseorang yang beragama islam hanya diperkenankan memberikan wasiat kepada orang lain baik itu pacarnya atau siapapun yang bukan ahli waris tidak lebih dari 1/3 (sepertiga) dari harta warisan kecuali apabila semua ahli waris menyetujui.

[1] Yanuar Suryadini dan Alifiana Tanasya Widiyanti, Akibat Hukum Hibah Wasiat yang Melebihi Legitime Portie, Jurnal Media Iuris, Vol. 3, No. 2, Surabaya : Universitas Airlangga, hal. 251

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.