Hakim MK Genap Dalam Perselisihan Hasil Pemilu 2024?

Hakim MK Genap
Pengumuman Hasil Pemilu 2024 telah keluar tanggal 20 Maret 2024 yang lalu. Tugas Komisi Pemilihan Umum tidak berhenti sampai di situ. Kini Komisi Pemilihan Umum harus menghadapi berbagai gugatan Pemilu yang diajukan oleh beberapa pihak.
Terdapat beberapa jenis sengketa pemilu, diantaranya adalah pelanggaran pemilu, sengketa proses pemilu, dan perselisihan hasil pemilu. Khusus bagi perselisihan hasil pemilu, kompetensi absolutnya berada di Mahkamah Konstitusi, sebagaimana diatur dalam Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut “UUD 1945”) jis. Pasal 1 ayat (3) huruf d Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Mahkamah Konstitusi dan perubahannya (selanjutnya disebut “UU MK”), Pasal 474 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum (selanjutnya disebut “UU Pemilu”).
Apabila melihat ketentuan dalam Pasal 28 ayat (1) UU MK, terdapat pengaturan tentang jumlah hakim konstitusi dalam pemeriksaan perkara sebagai berikut:
“Mahkamah Konstitusi memeriksa, mengadili, dan memutus dalam sidang pleno Mahkamah Konstitusi dengan 9 (sembilan) orang hakim konstitusi, kecuali dalam keadaan luar biasa dengan 7 (tujuh) orang hakim konstitusi yang dipimpin oleh Ketua Mahkamah Konstitusi.”
Sebagaimana telah diketahui, Hakim Konstitusi Anwar Usman sebelumnya telah disidang etik dan mendapatkan hukuman untuk tidak turut serta dalam perkara perselisihan hasil pemilu bahkan pilkada.[1] Meski dilarang untuk turut serta dalam perkara perselisihan hasil pemilu, namun Hakim Konstitusi Anwar Usman tetaplah menjadi Hakim Konstitusi. Artinya, Hakim Konstitusi dalam perselisihan hasil pemilu telah hilang satu dan tinggal 8 (delapan) Hakim Konstitusi saja yang memiliki kewenangan untuk memeriksa perselisihan hasil pemilu.
Kamis tanggal 28 Maret 2024 sidang Perselisihan Hasil Pemilu dimulai setelah 2 (dua) paslon Presiden dan Wakil Presiden gagal mendulang suara dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2024. Dalam sidang tersebut, terlihat 8 (delapan) Hakim Konstitusi memasuki memasuki ruangan dan menempati kursinya masing-masing dengan Hakim Konstitusi Suhartoyo sebagai Ketua.
Jika mencermati rekaman sidang tersebut lebih teliti, terlihat bahwa Hakim Konstitusi Suhartoyo membacakan pembukaan sidang dengan menyebutkan “Sidang Perkara Nomor 1/PHPU.PRES-XXII/2024 & 2/PHPU.PRES-XXII/2024”, artinya terdapat 2 (dua) perkara yang diperiksa secara bersamaan pada hari tersebut. Namun demikian, dalam pemeriksaan pendahuluan masing-masing perkara yang dilaksanakan terpisah sehari sebelumnya, hakim yang memeriksa pun juga terdiri dari 8 (delapan) orang. Dengan demikian adalah benar hakim konstitusi yang saat ini memeriksa perkara Perselisihan Hasil Pemilu adalah 8 (delapan) orang atau genap.
Apabila Voting Berimbang
Adanya hakim genang dalam Perselisihan Hasil Pemilu saat ini tentunya menimbulkan pertanyaan, bagaimana jika tidak menghasilkan musyawarah dan hasil voting berimbang. Tentunya, hal tersebut akan menyulitkan karena pada umumnya hakim ganjil adalah untuk mempermudah voting.
Berdasar Pasal 45 UU MK, disebutkan bahwa Majelis Hakim Konstitusi dalam memutus perkara dapat melakukan musyawarah sebanyak 2 (dua) kali, manakala musyawarah pertama tidak menghasilkan mufakat. Selanjutnya, jika musyawarah yang ke-2 pun tidak juga menghasilkan mufakat, maka dilakukan voting.
Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 28 ayat (1) UU MK sebelumnya, telah diatur bahwa dalam keadaan luar biasa, jumlah hakim konstitusi yang memeriksa perkara terdiri atas 7 (tujuh) Hakim Konstitusi dengan dipimpin Ketua Mahkamah Konstitusi. Namun demikian, Pasal 45 ayat (8) UU MK mengatur:
“Dalam hal musyawarah sidang pleno hakim konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) tidak dapat diambil dengan suara terbanyak, suara terakhir ketua sidang pleno hakim konstitusi menentukan.”
Artinya pasal tersebut masih memberikan peluang pemeriksaan dengan jumlah hakim MK genap. Meski demikian, apabila terdapat perbedaan pendapat yang disebut juga dengan “dissenting opinion”, maka hal tersebut juga dapat dilihat dalam putusan.
Penulis: Robi Putri J., S.H., M.H., CTL., CLA.
Baca juga:
Mengungkat Asal Muasal Majelis Hakim Terdiri Atas 3 Orang
Putusan MK Tentang Batas Usia Capres, Etik atau Nepotisme?
[1] Vitorio Mantalean, Achmad Nasrudin Yahya, https://nasional.kompas.com/read/2023/11/07/19051331/anwar-usman-dilarang-periksa-perkara-pilpres-usai-diberhentikan-jadi-ketua
Hakim MK Genap| Hakim MK Genap| Hakim MK Genap| Hakim MK Genap| Hakim MK Genap| Hakim MK Genap| Hakim MK Genap| Hakim MK Genap| Hakim MK Genap| Hakim MK Genap| Hakim MK Genap| Hakim MK Genap|
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim PertanyaanPerbuatan Tidak Menyenangkan Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 1/PUU-XI/2013
Desa dan Kelurahan; Persamaan Serta Perbedaan Hukumnya

hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.