Gugatan Obscuur Libel

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya dalam artikel berjudul “Gugatan Perdata”, bahwasanya Majelis Hakim dapat memutus bahwa gugatan “dikabulkan”, “ditolak”, atau “tidak dapat diterima” (Niet Ontvankelijke Verklaard). Ketiga putusan tersebut memiliki akibat hukum yang berbeda, dimana ketika gugatan dikabulkan atau ditolak maka putusan bersifat positif dan pengajuan gugatan terhadap obyek dan subyek yang sama mengakibatkan gugatan baru menjadi nebis in idem. Namun demikian, gugatan yang dinyatakan “tidak dapat diterima” (Niet Ontvankelijke Verklaard) berarti tidak memenuhi syarat formil dan memiliki akibat gugatan tersebut dapat diajukan kembali dengan obyek dan subyek yang sama.

Beberapa alasan yang menjadikan gugatan diputus “tidak dapat diterima” (Niet Ontvankelijke Verklaard) diantaranya adalah gugatan tidak berdasarkan hukum, gugatan error in persona, gugatan obscuur libel, gugatan tidak sesuai kompetensi absolut dan relatif dan gugatan nebis in idem. Pembahasan artikel kali ini terkait dengan gugatan obscuur libel, artinya surat gugatan tidak terang isinya atau isinya gelap (onduidlijk). Istilah tersebut bisa disebut juga dengan formulasi gugatan tidak jelas karena tidak memenuhi syarat formil, yaitu dalil gugatan tidak terang, tidak jelas, dan/atau tidak tegas (duidelijk). Obscuur libel juga dapat diartikan dengan gugatan yang berisi penyataan-pernyataan yang bertentangan satu sama lain.[1]

Penyataan-pernyataan yang bertentangan tersebut mengakibatkan gugatan tidak jelas dan mengakibatkan gugatan menjadi kabur. Ada beberapa penyebab gugatan dikatakan sebagai obscuur libel antara lain sebagai berikut:

  1. Obscuur libel fundamentum petendi. Dasar hukum gugatan atau fundamentum petendi adalah dasar hukum yang mendasari diajukannya gugatan atas suatu peristiwa. Obscuur libel dalam hal ini timbul karena dasar atau landasan hukum yang digunakan dalam gugatan salah atau tidak ada. Adapun yang dimaksud dengan dasar hukum diantaranya dapat berupa peraturan perundang-undangan, doktrin-doktrin, kebiasaan yang telah diakui, ini merupakan dasar pengambilan suatu putusan yang berguna untuk mempertahankan dalil gugatan dalam persidangan serta meyakinkann para pihak bahwa kejadian dan peristiwa hukum benar-benar terjadi.[2] Sebagai contoh putusan yang menyatakan gugatan “tidak dapat diterima” (Niet Ontvankelijke Verklaard) karena fundamentum petendi adalah Putusan Mahkamah Agung Nomro 250 K/Pdt/1984.
  2. Obscuur libel objek sengketa. Gugatan menjadi obscuur libel ketika objek dalam persengketaan tidak jelas, misalnya dalam gugatan sengketa hak atas tanah ternyata tidak dijelaskan secara rinci batas-batas atau luasnya. Jika objek gugatan tidak dijelaskan dengan jelas dan pasti, maka gugatan dapat dinyatakan obsscuur libel, sebagaimana Yurisprudensi MA Nomor 556/K/Sip/1973 tanggal 21 Agustus 1974 yang menyatakan bahwa: “Jika objek gugatan tidak jelas, maka gugtan tidak dapat diterima”.
  3. Penggabungan dua gugatan yang masing-masing berdiri sendiri. Gugatan menjadi bermasalah ketika di dalamnya terdapat penggabungan antara jenis-jenis gugatan, seperti percampuran antara wanprestasi dan PMH yang, kecuali dalam penggabungan tersebut jelas dirinci pemisahan antara keduanya. Salah satu contoh putusan yang menyatakan gugatan “tidak dapat diterima” (Niet Ontvankelijke Verklaard) karena percampuran gugatan wanprestasi dan PMH adalah Putusan Mahkamah Agung Nomor 879 K/Pdt/1998, yang menyatakan bahwa gugatan tidak dapat diterima karena penggabungan PMH dan wanprestasi dalam satu gugatan telah melanggar tata tertib beracara.[3]
  4. Antara posita dengan petitum saling bertentangan. Posita adalah dasar untuk membuat petitum yang benar. Petitum sendiri dapat diartikan sebagai suatu hal yang dituntut agar diputuskan demikian pada persidangan. Tentunya untuk meminta suatu hal dimohonkan dalam petitum, harus terlebih dahulu dijelaskan baik kronologi, dasar hukum, maupun hak-hak Penggugat di dalam posita. Adanya pertentangan antara posita dan petitum akan membuat tidak jelasnya apa yang menjadi dasar permintaan/petitum Penggugat, atau bahkan apa yang diuraikan di dalam posita ternyata tidak bersambung gayung dengan apa yang diminta dalam petitum. Dikatakan obscuur libel, apabila dalam posita menguraikan perbuatan melawan hukum tetapi tuntutan yang diminta dalam petitum berupa wanprestasi.
  5. Obsscuur libel petitum, apabila petitum yang tidak jelas atau tidak sempurna dapat berakibat tidak diterimanya petitum tersebut. Demikian pula gugatan yang berisi penyataan-pernyataan yang bertentangan satu sama lain disebut obsscuur libel (gugatan yang tidak jelas atau gugatan kabur), yang berakibat tidak diterimanya atau ditolaknya gugatan tersebut.[4]

Gugatan yang obscuur libel atau tidak jelas dan telah diputus “tidak dapat diterima” (neit ontvankerlijke verklaard) menjadikan putusan atas gugatan dimaksud bersifat negatif. Oleh karena itu, Penggugat dapat mengajukan gugatan yang sama dengan gugatan yang telah diputus “tidak dapat diterima” (neit ontvankerlijke verklaard) tersebut, meski terdapat persamaan obyek maupun subyek, atau bahkan melalui pengadilan yang sama.

 

Penulis: Rizky Pratama J., S.H.

Editor: R. Putri J., S.H., M.H., & Mirna R., S.H., M.H.

 

[1] Dzulhifli Umar dn Utsman Handoyo, Kamus Hukum, Quantum Media Press, Surabaya, 2000, hlm. 288.

[2] Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata di Indonesia, Kencana Pernada Media, Jakarta, 2006, hlm. 27

[3] Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, Sinar Grafika, Jakarta, 2017, halaman 524

[4] Yurisprudensi MA Nomor 1159 K/PDT/1983 tanggal 23 Oktober 1984

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.