Gudang Solar Achiruddin

Setelah dipecat sebagai anggota Kepolisian Republik Indonesia akibat pembiaran penganiayaan yang dilakukan anaknya, Ajun Komisaris Besar Achiruddin Hasibuan diduga masih akan menghadapi berbagai tuntutan hukum. Salah satunya adalah dugaan gratifikasi yang diterima oleh Achiruddin dari gudang solar ilegal di dekat rumahnya. Pihak Kepolisian Daerah Sumatera Utara mendalami hal ini dan telah memeriksa 7 (tujuh) orang manajeman PT Almira Nusa Raya yang memiliki gudang solar tersebut. Berkaitan dengan hal ini, Achiruddin diduga mengakui bahwa menerima gratifikasi sebesar Rp 7,5 Jt perbulan dari gudang solar.[1]
Penimbunan bahan bakar minyak (BBM) adalah salah satu kejahatan yang seringkali terjadi di masyarakat. Tindak pidana pendistribusian BBM bersubsidi secara ilegal dilakukan oleh pelakunya dengan modus mengangkut dan menimbun BBM bersubsidi jenis solar, bensin dan minyak tanah secara ilegal menggunakan kendaraan jenis truk kemudian dijual kepada pihak industri. Minyak dan gas merupakan hasil Sumber Daya Alam yang dikuasai oleh negara dan merupakan sumber komoditas vital yang memegang peranan penting dalam penyediaan bahan bakar industri sertapemenuhan kebutuhan penting, sehingga pengelolaannya perlu dilakukan semaksimal mungkin agar dapat dimanfaatkan bagi sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 33 Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Perlu diketahui bahwa pendistribusian BBM sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas) dan telah diubah sebagian dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja (UUCK). Pemerintah menjamin pendistribusian BBM tersebut sebagaimana dimaksud Pasal 8 Ayat (2) UU Migas yang menyatakan bahwa:
“Pemerintah wajib menjamin ketersediaan dan kelancaran pendistribusian Bahan Bakar Minyak yang merupakan komoditas vital dan menguasai hajat hidup orang banyak di seluruh wilayah negara Republik Indonesia.”
Selain pendistribusian, penyalahgunaan terhadap distribusi BBM juga diatur dalam ketentuan yang sama. Hal ini dimuat dalam Pasal 40 Angka 9 UUCK yang merubah ketentuan Pasal 55 UU Migas, menyatakan sebagai berikut:
“Setiap orang yang menyalahgunakan Pengangkutan dan/ atau Niaga Bahan Bakar Minyak, bahan bakar gas, dan/atau liquefied petroleum gas yang disubsidi dan/atau penyediaan dan pendistribusiannya diberikan penugasan Pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan pidana denda paling banyak Rp60.000.000.000,00 (enam puluh miliar rupiah).”
Dilihat dari rumusan Pasal 40 Angka 9 UUCK yang merubah Pasal 55 UU Migas, sebenarnya tidak terdapat istilah penimbunan. Namun, terdapat penjelasan Pasal 40 Angka 9 UUCK yang menjelaskan mengenai frasa menyalahgunakan, berbunyi sebagai berikut:
“Dalam ketentuan ini yang dimaksudkan dengan menyalahgunakan adalah kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan perseorangan atau badan usaha dengan cara yang merugikan masyarakat banyak dan negara seperti antara lain kegiatan pengoplosan Bahan Bakar Minyak, penyimpangan alokasi Bahan Bakar Minyak, Pengangkutan dan Penjualan Bahan Bakar Minyak ke luar negeri.”
Penjelasan tersebut, setidaknya memberikan penjelasan bahwa unsur “setiap orang” dalam Pasal 40 Angka 9 UUCK dapat diberlakukan bagi Badan Hukum. Selain itu terdapat frasa “…disubsidi dan/atau penyediaan dan pendistribusiannya diberikan penugasan Pemerintah…”, frasa ini menunjukkan bahwa dalam hal pendistribusian dan penyediaan terdapat penugasan yang diberikan oleh Pemerintah. Artinya dalam hal ini ada unsur penugasan atau pemberian tugas oleh Pemerintah untuk melaksanakan pendistribusian dan penyediaan BBM, namun pada pelaksanaannya disalahgunakan.
Berdasarkan hal tersebut, Badan Hukum yang hendak melakukan kegiatan usaha penyimpanan BBM perlu mendapatkan perizinan berusaha sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 40 Angka 4 UUCK yang mengubah ketentuan Pasal 23 UU Migas berbunyi:
(1) Kegiatan Usaha Hilir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b dapat dilaksanakan oleh Badan Usaha setelah memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.
(2) Badan Usaha yang memenuhi Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melakukan kegiatan usaha:
- Pengolahan;
- Pengangkutan;
- Penyimpanan;dan/atau
- Niaga
(3) Perizinan Berusaha yang telah diberikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat digunakan sesuai dengan peruntukan kegiatan usahanya.
(4) Permohonan Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan dengan menggunakan sistem Perizinan Berusaha secara elektronik yang dikelola oleh Pemerintah Pusat.
Ketentuan Pasal 40 Angka 4 UUCK tersebut mengisyaratkan bahwa Badan Hukum yang hendak melakukan kegiatan usaha pengolahan, pengangkutam, penyimpanan dan niaga wajib memiliki Perizinan Berusaha. Oleh karena itu, apabila Badan Hukum tidak memiliki Perizinan Berusaha maka dapat dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud Pasal 40 Angka 5 UUCK yang menyatakan bahwa:
(1) Setiap orang yang melakukan Kegiatan Usaha Hilir tanpa Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dikenai sanksi administratif berupa penghentian usaha dan/ atau kegiatan, denda, dan/ atau paksaan Pemerintah Pusat.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran denda, dan tata cara pengenaan sanksi
Dikaitkan dengan gudang solar PT. Almira Nusa Raya yang merupakan Badan Hukum yang bergerak di bidang perdagangan eceran Bahan Bakar Minyak, Bahan Bakar Gas, dan Liquefied Petroleum Gas (LPG) selain di sarana pengisian bahan bakar transportasi darat, laut dan udara seperti agen BBM, agen LPG dan sebagainya,[2] kegiatan usaha PT Almira Nusa Raya dapat dikategorikan sebagai kegiatan usaha hilir. Kegiatan Usaha Hilir adalah kegiatan usaha yang berintikan atau bertumpu pada kegiatan usaha Pengolahan, Pengangkutan, Penyimpanan, dan/atau Niaga sebagaiamana didefinisikan Pasal 40 Angka 1 UUCK.
Berdasarkan kronologi di atas,PT. Almira Nusa Raya dalam menjalankan kegiatan usahanya diduga tidak memiliki izin atau ilegal. Merujuk ketentuan Pasal 40 Angka 5 UUCK, PT. Almira Nusa Raya dapat dikenakan sanksi administratif. Selain itu, dapat pula dikenakan Pasal 40 Angka 9 UUCK dikarenakan menyalahgunakan pendistribusian BBM untuk untuk memperoleh keuntungan dengan cara merugikan masyarakat.
Penulis: Rizky Pratama J., S.H.
Editor: R. Putri J., S.H., M.H., CTL., CLA., & Mirna R., S.H., M.H., CCD
[1] Nikson Sinaga, Polda Sumut Dalami Dugaan Gratifikasi yang Diterima Achiruddin dari Gudang Solar, https://www.kompas.id/baca/nusantara/2023/05/05/polda-sumut-dalami-dugaan-gratifikasi-yang-diterima-achiruddin-dari-gudang-solar?utm_source=external_kompascom&utm_medium=berita_terkini&utm_campaign=kompascom
[2] Goklas Wisely, Profil PT Almira, Pengelola Gudang Solar Ilegal Dekat Rumah AKBP Achiruddin https://www.detik.com/sumut/hukum-dan-kriminal/d-6696697/profil-pt-almira-pengelola-gudang-solar-ilegal-dekat-rumah-akbp-achiruddin.
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim Pertanyaan
hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.