Eksistensi Undang-Undang Tindak Pidana Ekonomi

Setelah kemerdekaan Indonesia, peraturan tentang hukum pidana di Indonesia masih didasarkan pada peraturan warisan kolonial Belanda yaitu yang sering kita sebut dengan nama Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP. Seiring dengan perkembangan zaman setelah kemerdekaan Indonesia, terdapat perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan perekonomian namun tidak ada ketentuannya dalam KUHP. Untuk itu kemudian diterbitkan Undang-Undang Darurat Nomor 7 Tahun 1955 Tentang Pengusutan, Penuntutan dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi (UU 7/1955) agar ada dasar hukum yang jelas terkait pengusutan, penuntutan dan proses peradilan atas perbuatan-perbuatan yang merugikan perekonomian. UU 7/1955 kemudian pada perkembangannya mengalami penambahan dan perubahan, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1960 Tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Darurat Nomor 7 Tahun 1955 Tentang Pengusutan, Penuntutan dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi (UU 7/1955 dan seluruh penambahan dan perubahannya selanjutnya disebut ‘UU Tipidek’).
Berdasarkan UU Tipidek, tindak pidana ekonomi adalah:
- pelanggaran sesuatu ketentuan dalam atau berdasarkan:
- “Ordonnantie Gecontroleerde Goederen 1948” (“Staatsblad” 1948 No. 144), sebagaimana diubah dan ditambah dengan “Staatsblad” 1949 No. 160;
- “Prijsbeheersing-ordonnantie 1948” (“Staatsblad” 1948 No. 295);
- “Undang-undang Penimbunan Barang-barang 1951 ” (Lembaran Negara tahun 1953 No.4);
- “Rijsterdonnantie 1948” (“Staatsblad” 1948 No. 253);
- “Undang-undang Darurat kewajiban penggilingan padi” (Lembaran Negara tahun 1952 No.33);
- “Deviezen Ordonnantie 1940” (“Staatsbld” 1940 No. 205);
- “Crisis-uitvoerordonnantie 1939” (“Staatsblad” 1939 No. 658), sebagaimana kemudian diubah dan ditambah.
- “Rechterordonnantie” (“Staatsblad” 1882 No. 240), sebagaimana kemudian diubah dan ditambah.
- “Indische Scheepvaartwet” (“Staatsblad” 1936 No. 700) dan “Scheepvaartverordening 1936 (“Staatsblad” 1936 No. 703), sebagaimana kemudian diubah dan ditambah.
- Berdrijsreglementerings-Ordonnantie 1934 (Staatsblad 1938 No. 86).
- Kapokbelangen-Ordonnantie 1935 (Staatsblad 1935 No. 165).
- Ordonnantie aetheirsche Olien 1937 (Staatsblad 1937 No. 601).
- Ordonnantie Cassave-producten 1937 (Staatsblad 1937 No. 602).
- Krosok-Ordonnantie 1937 (Staatsblad 1937 No. 604). sebagaimana diubah dengan Undang-undang Darurat No. 12 tahun 1954 (Lembaran-Negara tahun 1954 No. 147)”
- tindak-tindak pidana tersebut dalam pasal-pasal 26, 32 dan 33 UU Tipidek;
- pelanggaran sesatu ketentuan dalam atau berdasar undang-undang lain, sekadar undang-undang itu menyebut pelanggaran itu sebagai tindak-pidana ekonomi
Menurut B. Mardjono Reksodiputro, tindak pidana ekonomi adalah setiap perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan dalam bidang ekonomi dan di bidang keuangan serta adanya sanksi pidana.[1] UU Tipidek mengatur dua jenis tindak pidana, yaitu pelanggaran dan kejahatan. Berdasarkan Pasal 2 UU Tipidek, ketentuan Pasal 1 Sub 1 c UU Tipidek adalah kejahatan atau pelanggaran. Tindak pidana lainnya pada Pasal 1 Sub 1 e UU Tipidek adalah kejahatan apabila dilakukan dengan sengaja sedangkan jika dilakukan dengan tidak sengaja, maka tindak itu adalah pelanggaran. Masih berdasarkan Pasal 2 UU Tipidek, tindak pidana pada Pasal 1 Sub 2 e UU Tipidek adalah kejahatan dan tindak pidana pada Pasal 1 Sub 3 e UU Tipidek adalah kejahatan jika dilakukan dengan sengaja atau pelanggaran apabila tidak dilakukan dengan sengaja atau tergantung pada ketentuan dalam Undang-Undang.
Lingkup kewenangan UU Tipidek meliputi delik penyelundupan (smuggling), kecurangan di bidang kepabeanan, kejahatan perbankan, delik perniagaan, tindak pidana pencucian uang, delik pasar modal, delik pemalsuan merk, dan delik lingkungan hidup. Delik-delik tersebut sekarang ini telah dikeluarkan peraturan perundang-undangannya secara khusus seperti delik tindak pidana pencucian uang dan pasar modal. Hal ini menyebabkan banyak para ahli dan praktisi hukum menyarankan agar UU Tipidek dinyatakan tidak berlaku lagi karena sudah mati suri dengan lahirnya banyak undang-undang yang mengatur tentang tindak pidana ekonomi secara khusus.[2]
UU Tipidek pada awal masa berlakunya merupakan suatu terobosan dalam hukum pidana Indonesia. Di antaranya yaitu Pasal 7 Ayat (1) Huruf b UU Tipidek yang tidak hanya dapat menjerat subyek hukum orang saja, namun perusahaan pelaku tindak pidana ekonomi juga dapat ditutup sebagian maupun seluruhnya selama satu tahun. Di samping itu, Pasal 6 Ayat (2) UU Tipidek juga mengatur hukuman denda senilai 4 (empat) kali harga barang yang berkaitan dengan tindak pidana ekonomi yang terjadi, juga ketentuan Pasal 13 UU Tipidek terkait perampasan harta kekayaan si terhukum tidak lenyap karena meninggalnya si terhukum. Ketentuan-ketentuan tersebut menjadi terobosan atas hal-hal yang belum diatur pada KUHP yang berlaku.
Atas dasar adanya pengaturan dan keberlakuan yang luas pada UU Tipidek, menjadikan undang-undang tersebut masih relevan untuk digunakan hingga saat ini untuk menutupi hal-hal yang tidak terjangkau dalam peraturan lainnya yang terkait tindak pidana ekonomi. Sejauh ini belum ada peraturan perundang-undangan yang secara tegas mencabut keberlakuan dari UU Tipidek, bahkan dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Hal ini mengartikan UU Tipidek masih dapat eksis hingga saat ini, walaupun tidak sering digunakan karena sudah ada peraturan yang lebih khusus yang mengatur mengenai tindak pidana ekonomi.
Penulis: Mirna R., S.H., M.H.
Editor: R. Putri J., S.H., M.H., CTL. CLA.
Sumber:
- Undang-Undang Darurat Nomor 7 Tahun 1955 Tentang Pengusutan, Penuntutan dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi;
- Undang-Undang Darurat Nomor 8 Tahun 1958 Tentang Penambahan Undang-Undang Darurat No. 7 Tahun 1955 (Lembaran Negara Tahun 1955 Nomor 27) Tentang Pengusutan, Penuntutan dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi;
- Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1960 Tentang Penambahan Undang-Undang Darurat Nomor 7 Tahun 1955 (Lembaran Negara Tahun 1955 Nomor 27) Yang Ditambah Dengan Undang-Undang Darurat Nomor 8 Tahun 1958 (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 156) Tentang Pengusutan, Penuntutan dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi;
- Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1960 Tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Darurat Nomor 7 Tahun 1955 Tentang Pengusutan, Penuntutan dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi;
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
- Dini Ramdania, Eksistensi Undang-Undang Drt Nomor 7/1955 dalam Penegakan Hukum di Bidang Ekonomi (Economic Crime), Jurnal Wacana Paramata Vol. 20, No. 1, Juli 2021
[1] B. Mardjono Reksodiputro, Hukum Positif mengenai Kejahatan Ekonomi
di Bidang Perbankan, Jakarta, 1989 dikutip dari Dini Ramdania, Eksistensi Undang-Undang Drt Nomor 7/1955 dalam Penegakan Hukum di Bidang Ekonomi (Economic Crime), Jurnal Wacana Paramata Vol. 20, No. 1, Juli 2021, hlm. 2.
[2] Ibid.
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim PertanyaanPuluhan Tas Mewah Istri Rafael Alun Diduga Hasil Gratifikasi
Overmacht Atau Daya Paksa

hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.