Eksepsi dan Pleidoi

Eksepsi dan Pleidoi adalah dua jenis surat yang dibuat oleh Terdakwa dalam suatu proses peradilan pidana. Apabila dalam artikel sebelumnya telah dijelaskan tentang dakwaan dan tuntutan, maka dalam artikel ini akan dijelaskan tentang Eksepsi dan Pleidoi.

 

  1. Eksepsi

Eksepsi atau keberatan adalah bantahan atau tangkisan terdakwa terhadap surat dakwaan yang dibuat oleh Penuntut Umum. Eksepsi dalam acara pidana merupakan upaya untuk membela diri Terdakwa tentang adanya cacat formil yang terdapat dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).[1] Pengajuan dan definisi eksepsi sendiri tidak dirumuskan secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

 

Pasal 156 Ayat (1) KUHAP menyebutkan bahwa pengajuan eksepsi merupakan hak yang diberikan oleh undang-undang untuk kepentingan pembelaan Terdakwa saat persidangan sebagaimana lengkapnya berbunyi:

“Dalam hal terdakwa atau penasihat hukum mengajukan keberatan bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan, maka setelah diberi kesempatan kepada penuntut umum untuk menyatakan pendapatnya, hakim mempertimbangkan keberatan tersebut untuk selanjutnya mengambil keputusan.”

Dari ketentuan Pasal 156 Ayat (1) KUHAP tersebut, pengajuan eksepsi menyangkut pembelaan atas alasan formil oleh Terdakwa atau penasehat hukumnya dengan ketentuan harus diajukan pada sidang pertama, sesaat atau setelah JPU membaca surat dakwaan. Apabila diajukan di luar tenggang waktu yang disebutkan, eksepsi tidak perlu ditanggapi JPU dan pengadilan.

 

Tata cara pengajuan eksepsi di atas dikecualikan terhadap eksepsi kewenangan mengadili sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 156 Ayat (7) KUHAP yang berbunyi:

“Hakim ketua sidang karena jabatannya walaupun tidak ada perlawanan, setelah mdndengar pendapat penuntut umum dan terdakwa dengan surat penetapan yang memuat alasannya dapat menyatakán pengadilan tidak berwenang.”

 

Masih berkaitan dengan pengajuan eksepsi di luar tenggang waktu yang ditentukan, hal ini berhubungan dengan ketentuan Pasal 156 Ayat (2) KUHAP bahwa jika hakim menyatakan keberatan tersebut diterima, maka perkara itu tidak diperiksa lebih lanjut. Berarti proses pengajuan eksepsi berada di antara tahap pembacaan surat dakwaan. Pemeriksaan materi pokok perkara dihentikan apabila eksepsi diterima. Sebaliknya pemeriksaan materi pokok perkara diteruskan langsung apabila eksepsi ditolak.

 

Alasan-alasan pengajuan eksepsi pada dasarnya meliputi eksepsi tentang kewenangan (kompetensi), eksepsi surat dakwaan tidak dapat diterima dan eksepsi surat dakwaan kabur.[2] Namun dalam pengajuan eksepsi tidak terbatas pada bentuk atau jenis yang dinyatakan dalam Pasal 156 Ayat (1) KUHAP. Ada berbagai jenis yang dikenal dalam perundang-undangan lain maupun dalam praktik peradilan, di antaranya sebagai berikut:

  1. Eksepsi kewenangan mengadili atau disebut “eksepsi tidak berwenang” mengadili (exception of incompetency) dalam arti pengadilan yang dilimpahi perkara tidak berwenang mengadili baik secara absolut dan relatif.
  2. Eksepsi kewenangan menuntut. Eksepsi ini tidak diatur dalam Pasal 156 Ayat (1) KUHAP, tetapi diatur oleh ketentuan peraturan perundang-undangan seperti dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), adalah eksepsi yang menyatakan kewenangan JPU untuk menuntut hapus atau gugur. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor tertentu seperti Exceptio judicate atau nebis in idem yang terdapat dalam Pasal 76 KUHP, Exceptio in tempores yang terdapat dalam Pasal 78 KUHP dan Terdakwa meninggal dunia yang terdapat dalam Pasal 77 KUHP
  3. Eksepsi tuntutan JPU tidak dapat diterima. Eksepsi ini diajukan apabila tata cara pemeriksaan tidak memenuhi syarat yang ditentukan peraturan perundang-undangan. Eksepsi ini termasuk pemeriksaan Terdakwa saat tahap penyidikan yang diduga tidak memenuhi ketentuan Pasal 56 Ayat (1) KUHAP tentang pendampingan saat penuntutan atau persidangan oleh penasehat hukum. Selain itu, termasuk pula pemeriksaan tidak memenuhi syarat klacht delict atau tindak pidana yang didakwakan sebagai “delik aduan” tetapi ternyata penuntutannya “tanpa pengaduan” dari korban atau dari orang lain yang bersangkutan atau tenggang waktu pengaduan sebagaimana diatur Pasal 72-75 KUHP.
  4. Eksepsi lepas dari segala tuntutan hukum. Eksepsi ini berasal dari kontruksi Pasal 191 Ayat (2) KUHAP terkait perbuatan yang didakwakan képada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu bukan merupakan suatu tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum.
  5. Eksepsi dakwaan tidak dapat diteriima. Pengertian mengenai “dakwaan tidak dapat diterima” tidak dijelaskan secara lebih lanjut dalam Pasal 156 Ayat (1) KUHAP. Secara umum, hal ini diartikan apabila dakwaan yang diajukan mengandung “cacat formil” atau mengandung “kekeliruan prosedural” baik itu kesalahan identitas, kekeliruan penyusunan, atau bentuk surat dakwaan yang diajukan salah.
  6. Eksepsi dakwaan batal atau batal demi hukum. Eksepsi ini diajukan atas alasan dakwaan yang diajukan JPU tidak memenuhi Pasal 143 Ayat (2) KUHAP. Surat dakwaan tersebut dianggap kabur (obscuur libel) atau membingungkan (confuse) atau menyesatkan (misleading) yang mengakibatkan Terdakwa sulit untuk membela diri. [3]

Apabila eksepsi ditolak seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, maka pemeriksaan terhadap pokok perkara dilanjutkan. Namun apabila eksepsi diterima, maka perkara tidak dilanjutkan, yang mana putusannya tidak bersifat positif, dalam artian Jaksa Penuntut Umum dapat mengajukan perkara yang sama kepada pengadilan dengan surat dakwaan yang diperbaiki.

 

  1. Pleidoi

Setelah pemeriksaan pokok perkara dinyatakan selesai, maka tahap selanjutnya adalah pembacaan tuntutan pidana dan dilanjutkan dengan mengajukan pembelaan sebagaimana diatur Pasal 182 KUHAP. Dalam kepentingan pembelaan, Terdakwa juga memiliki hak melalui penasehat hukumnya untuk mengajukan pembelaan setelah dibacakannya tuntutan pidana oleh JPU. Pembelaan ini lazimnya dikenal dengan istilah nota pembelaan atau pleidoi. Secara definisi, pleidoi merupakan pembelaan berisikan tangkisan terhadap segala tuntutan atau tuduhan JPU dengan dasar mengemukakan hal-hal yang meringankan atau membenarkan dirinya yang diucapkan oleh Terdakwa atau penasehat hukumnya.[4]

Pleidoi bertujuan untuk memperoleh putusan hakim yang membebaskan terdakwa dari segala tuntutan Jaksa Penuntut Umum ataupun setidaknya-tidaknya memohon hukuman pidana yang seringan-ringannya. Terdapat 3 hal yang dapat menjadi kesimpulan dalam Nota Pembelaan (Pleidoi). Pertama, Terdakwa minta dibebaskan dari segala dakwaan (bebas murni) karena tidak terbukti. Kedua, terdakwa supaya dilepaskan dari segala tuntutan hukum, karena dakwaan terbukti tetapi bukan merupakan suatu tindak pidana. Ketiga, terdakwa meminta dihukum yang seringan-ringannya karena telah terbukti melakukan suatu tindak pidana yang didakwakan.[5]

Menurut M. Yahya Harahap, tema dan isi dari pleidoi ditujukan untuk melumpuhkan dakwaan dan tuntutan pidana yang diajukan oleh JPU. Artinya muatan dalam pembelaan, berusaha secara argumentatif meniadakan kenyataan, peristiwa, dan pembuktian yang diajukan JPU. [6] Dengan demikian dapat dipahami bahwa, dalam hukum acara pidana tidak hanya mengatur terkait penuntutan Terdakwa dalam persidangan. Untuk kepentingan pembelaan, KUHAP memberikan hak kepada Terdakwa untuk mengajukan eksepsi dan pleidoi (nota pembelaan). Hal ini merupakan wujud dari perlindungan hak asasi manusia yang menegaskan bahwa setiap orang memiliki kedudukan yang sama di depan hukum.

 

Penulis: Rizky Pratama J, S.H

Editor: Robi Putri. J, S.H., M.H., CTL., CLA., & Mirna. R., S.H., M.H., CCD

 

[1] M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali, Sinar Grafika, Jakarta, 2002, halaman 123.

[2] Lilik Mulyadi, Bunga Rampai Hukum Pidana, Perspektif Teoritis dan Praktik, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2008.

[3] M. Yahya Harahap, Op.cit., halaman 124-129

[4] Muhammad Helmi, Pembelaan (Pleidoi) Advokat berdasar Paradigma Critical Theory Guba And Lincoln, Jurnal Pandecta, Volume 16. Number 1. June 2021 halaman 45-54

[5] Ibid.

[6] M. Yahya Harahap, Op.cit., halaman 261.

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.