Eksekusi Putusan Bebas dan Lepas Dari Segala Tuntutan

Eksekusi Putusan
Suatu putusan perkara pidana dapat dilakukan eksekusi apabila telah memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht). Eksekusi putusan pidana tersebut dilakukan oleh Jaksa sebagaimana yang diatur dalam Pasal 270 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Dalam putusan perkara pidana tidak hanya mengenal putusan pemidanaan seperti pidana penjara dengan waktu tertentu, pidana kurungan, pidana mati dan pidana lainnya seperti yang diatur Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Ada pula putusan bebas dan lepas dari segala tuntutan hukum sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 191 ayat (1) dan (2) KUHAP yang berbunyi:
- Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas.
- Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan képada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum.
Putusan Bebas dan Lepas Dari Segala Tuntutan
Putusan bebas terjadi karena terdakwa dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan jaksa/penuntut umum dalam surat dakwaan.[1] Adapun yang dimaksud terkait dengan frasa “perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan”, memiliki arti bahwa berdasarkan pembuktian di persidangan tidak cukup membuktikan kesalahan terdakwa, dan sekaligus tidak memberikan keyakinan kepada hakim bahwa Terdakwa bersalah. Selain itu, kesalahan yang didakwakan terhadap terdakwa hanya didukung oleh satu alat bukti saja, sedangkan menurut ketentuan pasal 183 KUHAP sebagaimana telah disebutkan di atas, agar cukup membuktikan kesalahan seorang terdakwa, harus dibuktikan dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah.
Sementara agar dapat diberikan putusan lepas dari segala tuntutan (onslag van rechtsvervolging), maka terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi yaitu “perbuatan terdakwa terbukti” namun “ perbuatan tersebut bukan merupakan perbuatan pidana”.[2] “Perbuatan terdakwa terbukti” secara sah dan meyakinkan berarti berdasar fakta yang terungkap dan menurut alat bukti yang sah sebagaimana Pasal 184 KUHAP memang apa yang didakawakan terhadap Terdakwa tersebut benar dan terbukti dilakukan oleh Terdakwa, serta bukti-bukti yang sah tersebut telah meyakinkan hakim untuk menyatakan terdakwa memang benar melakukan perbuatan tersebut. Walaupun terbukti, akan tetapi “perbuatan tersebut bukanlah merupakan tindak pidana”. Padahal sebelumnya telah dinyatakan dalam tingkat penyelidikan dan penyidikan bahwa perkara yang diperiksa merupakan perkara tindak pidana, namun ternyata dalam pemeriksaan persidangan, perkara diputus oleh majelis hakim bukan merupakan perkara pidana.
Eksekusi Putusan Bebas dan Lepas Dari Segala Tuntutan
Apabila selama dalam pemeriksaan di pengadilan terdakwa berstatus tahanan, maka setelah adanya putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan, terdakwa harus segera dibebaskan sebagaimana dinyatakan Pasal 191 ayat (3) KUHAP. Jaksa diberikan kewenangan oleh KUHAP untuk melaksanakan eksekusi atas putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan tersebut. Setelah dibebaskannya terdakwa, Jaksa segera membuat laporan tertulis mengenai pelaksanaan perintah tersebut yang dilampiri surat penglepasan, disampaikan kepada ketua pengadilan yang bersangkutan selambat-lambatnya dalam waktu 3×24 jam (tiga kali dua puluh empat jam) sebagaimana diatur Pasal 192 ayat (2) KUHAP.
Apabila Jaksa lalai dalam pelaksanaan eksekusi sementara masa penahanan terdakwa telah habis, maka menurut ketentuan Pasal 6 ayat (3) Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.HH-24.PK.01.01.01 Tahun 2011 Tentang Pengeluaran Tahanan Demi Hukum Kepala Rutan atau Kepala Lapas wajib mengeluarkan Tahanan demi hukum yang telah habis Masa Penahanannya atau habis masa perpanjangan penahanannya. Sementara Jaksa yang bertugas dalam eksekusi tersebut dapat dilaporkan kepada Komisi Kejaksaan karena telah lalai dalam melaksanaan kewajibannya. Dikarenakan KUHAP sendiri tidak mengatur akibat hukum ketika terjadi kelalaian dalam pelaksanaan eksekusi.
Selain perintah dibebaskan atau dilepaskan dari segala tuntutan hukum, amar putusan juga mencantumkan adanya rehabilitasi bagi terdakwa yang dibebaskan atau dilepaskan tersebut. Hal tersebut diatur dalam Pasal 97 ayat (1) dan (2) KUHAP yang berbunyi:
- Seorang berhak memperoleh rehabilitasi apabila oleh pengadilan diputus bebas atau diputus lepas dari segala tuntutan hukum yang putusannya telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
- Rehabilitasi tersebut diberikan dan dicantumkan sekaligus dalam putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Dengan demikian dapat diketahui bahwa Jaksa tetap memiliki kewenangan dalam pelaksanaan eksekusi putusan pidana yang dalam hal ini adalah putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan. Selain itu, atas kewenangan yang diberikan tersebut, maka Jaksa juga berkewajiban untuk memberikan rehabilitasi terhadap terdakwa yang diputus bebas atau lepas dari segala tuntutan tersebut.
Penulis: Rizky Pratama J., S.H.
Editor: Robi Putri J., S.H., M.H., CTL., CLA., & Mirna R., S.H., M.H., CCD.
[1] Tolib Effendi, Dasar Dasar Hukum Acara Pidana (Perkembangan dan Pembaharuannya Di Indonesia), Setara Press, Malang, 2014, halaman 182
[2] Ibid., halaman 187
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim PertanyaanLatihan Soal Tentang Profesi Jaksa
Mengungkap Asal Muasal Majelis Hakim Terdiri Atas 3 Orang

hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.