Dewan Kehormatan Advokat Dan Kewenangannya
Advokat merupakan salah satu profesi yang termasuk kedalam “Profesi Luhur” Officium Nobile selain Hakim, Jaksa, Polisi dan Notaris. Profesi luhur merupakan profesi yang pada hakikatnya merupakan pelayanan pada manusia dan kemanusiaan.[1] Dr. Frans Hendra Winata, S.H., M.H., dalam sebuah makalah yang berjudul “Peran Organisasi Advokat” menyebutkan bahwa Profesi Luhur pada Advokat adalah suatu perwujudan nilai-nilai sebagai berikut ini:
- Kemanusiaan (humanity)yang diartikan sebagai suatu bentuk penghormatan kepada martabat kemanusiaan
- Nilai Keadilan (justice)yang diartikan sebagai suatu dorongan untuk selalu memberikan kepada orang apa yang menjadi haknya;
- Nilai Kepatutan atau kewajaran (reasonableness) suatu upaya untuk mewujudkan ketertiban dan keadilan dalam kehidupan masyarakat;
- Nilai Kejujuran (honesty)dalam arti adanya dorongan kuat untuk memelihara kejujuran dan menghindari perbuatan yang curang,
- Kesadaran untuk selalu menghormati dan menjaga integritas dan kehormatan profesinya;
- Nilai Pelayanan Kepentingan Publik (to serve public interest)dalam arti pengembangan profesi hukum Advokat telah melekat semangatnya pada keberpihakan hak-hak dan kepuasan masyarakat pencari keadilan yang merupakan konsekuensi langsung dari nilai-nilai keadilan, kejujuran dan kredibilitas profesi.
Oleh karena profesi Advokat merupakan suatu profesi yang luhur, maka diperlukan adanya Dewan Kehormatan Advokat sebagai pihak pengawas ketika seseorang menjalankan profesinya sebagai Advokat. Kehadirannya juga berperan sebagai pihak yang dapat melakukan pemeriksaan serta mengadili pelanggaran kode etik Advokat. Mengenai pengertian dari Dewan Kehormatan Advokat dapat dilihat pada artikel sebelumnya yang berjudul Dewan Kehormatan Organisasi Advokat.
Dasar hukum Dewan Kehormatan Advokat diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat (UU Advokat) khususnya dalam Bab III tentang Pengawasan Pasal 12 ayat (1) dan ayat (2) yang mengatur bahwa:
“Pengawasan terhadap Advokat dilakukan oleh Organisasi Advokat bertujuan agar Advokat dalam menjalankan profesinya selalu menjunjung tinggi kode etik profesi Advokat dan peraturan perundang-undangan.”
Komposisi Dewan Kehormatan Advokat diatur dalam Pasal 13 ayat (2) UU Advokat yang mengatur bahwa komposisi Dewan Kehormatan Advokat terdiri dari beberapa unsur yaitu: Advokat senior, para ahli atau akademisi dan masyarakat. Kemudian pada Pasal 13 ayat (3) UU Advokat memberi amanah kepada Oraganisasi Advokat untuk mengatur sendiri tata cara pengawasan melalui Keputusan Organisasi Advokat .
Lebih lanjut pengaturan mengenai bentuk pengawasan kepada Advokat diatur secara lebih rinci pada Kode Etik Advokat Indonesia (KEAI) yang dibuat oleh Komite Kerja Advokat Indonesia yang disahkan pada tahun 2002. KEAI dibuat oleh organisasi-organisasi diantaranya sebagai berikut ini:
- Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN)
- Asosiasi Advokat Indonesia (AAI)
- Ikatan Penasehat Hukum Indonesia (IPHI)
- Himpunan Advokat & Pengacara Indonesia (HAPI)
- Serikat Pengacara Indonesia (SPI)
- Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI)
- Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM)
KEAI dalam Pasal 22 ayat (4) UU Advokat mengatur bahwa organisasi-organisasi yang tergabung dalam pembentukan KEAI akan membentuk Dewan Kehormatan sebagai Dewan Kehormatan Bersama dengan struktur yang disesuaikan dengan KEAI. Dewan Kehormatan Advokat terdiri dari Dewan Kehormatan Cabang/ Daerah yang memeriksa pengaduan pada tingkat pertama dan Dewan Kehormatan Pusat yang memeriksa pada tingkat akhir.
Wewenang yang dimiliki oleh Dewan Kehormatan Advokat baik Dewan Kehormatan Cabang/ Daerah maupun Dewan Kehormatan Pusat antara lain:
- Memeriksa dan mengadili perkara pelanggaran Kode Etik yang dilakukan oleh Advokat (Pasal 10 ayat 1 UU Advokat)
- Pada tingkat pertama, Dewan Kehormatan Cabang/ Daerah dapat menerima aduan dugaan pelanggaran Kode Etik yang dilakukan oleh Advokat dari daerah lain yang masih terdekat apabila daerah tersebut belum memiliki Dewan Kehormatan Cabang/ Daerah (Pasal 12 ayat 2 UU Advokat)
- Dewan Kehormatan Cabang/ Daerah dan Dewan Kehormatan Pusat dapat menjadi pengadu selama menyangkut kepentingan hukum dan kepentingan umum dan aduan yang diajukan hanyalah mengenai pelanggaran terhadap Kode Etik Advokat (Pasal 11 ayat 2 dan ayat 3 UU Advokat).
Adapun untuk Pemeriksaan Tingkat Pertama oleh Dewan Kehormatan Cabang/ Daerah (Pasal 14 UU Advokat) dilakukan dengan memperhatikan sebagai berikut:
- Komposisi unsur terdiri dari 3 orang anggota yang salah satu merangkap sebagai Ketua Majelis, tetapi harus selalu berjumlah ganjil.
- Majelis dapat terdiri dari Dewan Kehormatan atau ditambah dengan Anggota Majelis Kehormatan Ad Hoc yaitu orang yang menjalankan profesi dibidang hukum serta mempunyai pengetahuan dan menjiwai Kode Etik Advokat.
- Majelis dipilih dalam rapat Dewan Kehormatan Cabang/Daerah yang khusus dilakukan untuk itu yang dipimpin oleh Ketua Dewan Kehormatan Cabang/Daerah atau jika ia berhalangan oleh anggota Dewan lainnya yang tertua.
- Setiap dilakukan persidangan, Majelis Dewan Kehormatan diwajibkan membuat atau menyuruh membuat berita acara persidangan yang disahkan dan ditandatangani oleh Ketua Majelis yang menyidangkan perkara itu.
- Sidang-sidang dilakukan secara tertutup, sedangkan keputusan diucapkan dalam sidang terbuka.
Keputusan-keputusan yang Diambil dari Pelaksanaan Pemeriksaan Tingkat Pertama oleh Dewan Kehormatan Cabang/ Daerah adalah:[2]
- Menyatakan pengaduan dari pengadu tidak dapat diterima;
- Menerima pengaduan dari pengadu dan mengadili serta menjatuhkan sanksi-sanksi kepada teradu;
- Menolak pengaduan dari pengadu.
Pemeriksaan Tingkat Banding oleh Dewan Kehormatan Pusat (Pasal 18 UU Advokat):
Apabila Pengadu maupun Teradu tidak puas dengan keputusan yang dikeluarkan oleh Dewan Kehormatan Cabang/ Daerah pada pemeriksaan tingkat pertama maka mereka berhak mengajukan Permohonan Banding atas keputusan tersebut. Permohonan Banding itu ditujukan kepada Dewan Kehormatan Pusat yang selanjutnya memiliki kewenangan-kewenangan sebagai berikut:
- Dewan Kehormatan Cabang/Daerah setelah menerima Memori Banding yang bersangkutan selaku pembanding selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak penerimaannya, mengirimkan salinannya melalui surat kilat khusus/tercatat kepada pihak lainnya selaku terbanding.
- Pihak terbanding dapat mengajukan Kontra Memori Banding selambat-lambatnya dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak penerimaan Memori Banding.
- Jika jangka waktu yang ditentukan terbanding tidak menyampaikan Kontra Memori Banding ia dianggap telah melepaskan haknya untuk itu.
- Selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak berkas perkara dilengkapi dengan bahan-bahan yang diperlukan, berkas perkara tersebut diteruskan oleh Dewan Kehormatan Cabang/Daerah kepada dewan Kehormatan Pusat.
- Pengajuan permohonan banding menyebabkan ditundanya pelaksanaan keputusan Dewan Kehormatan Cabang/Daerah.
- Dewan kehormatan Pusat memutus dengan susunan Majelis yang terdiri sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang anggota atau lebih tetapi harus berjumlah ganjil yang salah satu merangkap Ketua Majelis.
- Majelis dapat terdiri dari Dewan Kehormatan atau ditambah dengan Anggota Majelis Kehormatan Ad Hoc yaitu orang yang menjalankan profesi dibidang hukum serta mempunyai pengetahuan dan menjiwai Kode Etik Advokat.
- Majelis dipilih dalam rapat Dewan Kehormatan Pusat yang khusus diadakan untuk itu yang dipimpin oleh Ketua Dewan Kehormatan Pusat atau jika ia berhalangan oleh anggota Dewan lainnya yang tertua.
- Dewan Kehormatan Pusat memutus berdasar bahan-bahan yang ada dalam berkas perkara, tetapi jika dianggap perlu dapat meminta bahan tambahan dari pihak-pihak yang bersangkutan atau memanggil mereka langsung atas biaya sendiri.
- Dewan Kehormatan Pusat secara prorogasi dapat menerima permohonan pemeriksaan langsung dari suatu perkara yang diteruskan oleh Dewan Kehormatan Cabang/Daerah asal saja permohonan seperti itu dilampiri surat persetujuan dari kedua belah pihak agar perkaranya diperiksa langsung oleh Dewan Kehormatan Pusat.
- Semua ketentuan yang berlaku untuk pemeriksaan pada tingkat pertama oleh Dewan Kehormatan Cabang/Daerah, mutatis mutandis berlaku untuk pemeriksaan pada tingkat banding oleh Dewan Kehormatan Pusat.
Keputusan-keputusan yang Diambil dari Pelaksanaan Pemeriksaan Tingkat Banding oleh Dewan Kehormatan Pusat adalah sifatnya menguatkan, merubah ataupun membatalkan keputusan yang telah dibuat oleh Dewan Kehormatan Cabang/ Daerah pada pemeriksaan tingkat pertama.[3]
[1] https://www.komisiyudisial.go.id/frontend/news_detail/544/profesi-mulia-hakim-harus-bangga
[2] Pasal 15 ayat 1 Kode Etik Advokat Indonesia (KEAI)
[3] Pasal 19 ayat (1) Kode Etik Advokat Indonesia (KEAI)
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim PertanyaanResensi Buku: HUkum Pidana Korporasi oleh Dr. I Dewa...
Peluang Hak Investor Ibu Kota Nusantara dalam Menggunakan Lahan...
hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.