Dewan Kehormatan Organisasi Advokat
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1 huruf e Kode Etik Advokat menyatakan bahwa Dewan Kehormatan adalah lembaga atau badan yang dibentuk oleh organisasi profesi advokat yang berfungsi dan berkewenangan mengawasi pelaksanaan kode etik Advokat sebagaimana mestinya oleh Advokat dan berhak menerima dan memeriksa pengaduan terhadap seorang Advokat yang dianggap melanggar Kode Etik Advokat. Dewan Kehormatan memiliki tugas melakukan pengawasan atas pelaksanaan Kode Etik sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 9 huruf b Kode Etik Advokat. Selain itu, Dewan Kehormatan juga memiliki wewenang memeriksa dan mengadili perkara pelanggaran Kode Etik yang dilakukan oleh Advokat. Kewenangan Dewan Kehormatan Advokat lebih rinci diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (selanjutnya disebut UU Advokat). Namun, hal ini menjadi persoalan karena dalam UU Advokat tidak menyebutkan secara spesifik organisasi advokat yang berhak membentuk Dewan Kehormatan.
Dikarenakan terbentuknya Kode Etik Advokat dibuat dan diprakarsai oleh Komite Kerja Advokat Indonesia (KKAI) yang terdiri dari beberapa organisasi advokat, maka organisasi-organisasi tersebut akan membentuk Dewan Kehormatan Bersama yang strukturnya akan disesuaikan dengan Kode Etik Advokat sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 22 angka 4 Kode Etik Advokat. Organisasi-organisasi yang tergabung dalam KKAI diantaranya, yaitu Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Ikatan Penasehat Hukum Indonesia (IPHI), Himpunan Advokat & Pengacara Indonesia (HAPI), Serikat Pengacara Indonesia (SPI), Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI) dan Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM). Pada tanggal 21 Desember 2004, KKAI mendeklarasikan wadah organisasi tuggal yang dinamai Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI).[1] Namun, dengan dibentuknya PERADI sebagai wadah tunggal organisasi advokat menjadi perdebatan beberapa pihak, sehingga menyebabkan adanya pendirian organisasi profesi advokat lain yang kewenangannya layaknya PERADI.[2] Hal tersebut mengakibatkan perselisihan kewenangan diantara organisasi advokat tidak dapat dihindarkan. Berkaitan dengan kewenangan organisasi Advokat, Mahkamah Agung juga menerbitkan Surat Keputusan Mahkamah Agung Nomor 73/KMA/HK.01/IX/2015 pada tanggal 25 September 2015 yang menyampaikan kepada Ketua Pengadilan Tinggi di seluruh Indonesia bahwa pengusulan sumpah dapat dilakukan baik oleh PERADI ataupun Organisasi lainnya selain PERADI. Hal tersebut tertuang dalam ketentuan angka 6 Surat Keputusan Mahkamah Agung Nomor 73/KMA/HK.01/IX/2015 yang menyatakan sebagai berikut :
“Bahwa terhadap Advokat yang belum bersumpah atau berjanji, Ketua Pengadilan Tinggi berwenang melakukan penyumpahan terhadap Advokat yang memenuhi persyaratan dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 atas permohonan dari beberapa Organisasi Advokat yang mengatasnamakan Peradi dan pengurus Organisasi Advokat lainnya hingga terbentuknya Undang-Undang Advokat yang baru.”
Akibat berlakunya ketentuan ini, seluruh Organisasi Advokat tanpa terkecuali dapat mengusulkan Penyumpahan Advokat. Hal ini membukakan pintu bagi Organisasi Advokat selain PERADI untuk mengusulkan penyumpahan Calon Advokat di Pengadilan Tinggi pada wilayah hukum domisili Advokat. Meskipun perdebatan tentang hal ini sejatinya telah selesai dalam tataran konstitusi, namun dalam tataran implementasi ternyata masih menyisakan persoalan, sehingga berpotensi terjadi perselisihan kewenangan antar organisasi advokat.[3]
Silang pendapat terkait wewenang masing-masing organisasi ini telah beberapa kali diputus oleh Mahkamah Konstitusi, diantaranya yaitu :
- Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 014/PUU-IV/2006 dalam pertimbangan hukumnya menyatakan bahwa :
“…kedelapan organisasi pendiri PERADI tersebut tetap eksis namun kewenangannya sebagai organisasi profesi Advokat, yaitu dalam hal kewenangan membuat kode etik, menguji, mengawasi, dan memberhentikan Advokat [vide Pasal 26 Ayat (1), Pasal 3 Ayat (1) huruf f, Pasal 2 Ayat (2), Pasal 12 Ayat (1), dan Pasal 9 Ayat (1) UU Advokat], secara resmi kewenangan tersebut telah menjadi kewenangan PERADI yang telah terbentuk. Adapun kedelapan Organisasi Advokat pendiri PERADI tetap memiliki kewenangan selain kewenangan yang telah menjadi kewenangan PERADI,…”
“…organisasi PERADI sebagai satu-satunya wadah profesi Advokat pada dasarnya adalah organ negara dalam arti luas yang bersifat mandiri (independent state organ) yang juga melaksanakan fungsi negara (videPutusan Mahkamah Nomor 066/PUU-II/2004)…”
- Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 66/PUU-VIII/2010 yang pada intinya menyatakan bahwa :
“…Satu-satunya wadah profesi Advokat sebagaimana dimaksud dalam UU Advokat adalah satu-satunya wadah profesi Advokat yang memiliki wewenang untuk melaksanakan pendidikan khusus profesi Advokat [Pasal 2 ayat (1)], pengujian calon Advokat [Pasal 3 ayat (1) huruf f], pengangkatan Advokat [Pasal 2 ayat (2)], membuat kode etik [Pasal 26 ayat (1)], membentuk Dewan Kehormatan [Pasal 27 ayat (1)], membentuk Komisi Pengawas [Pasal 13 ayat (1)], melakukan pengawasan [Pasal 12 ayat (1)], dan memberhentikan Advokat [Pasal 9 ayat (1), UU Advokat]. UU Advokat tidak memastikan apakah wadah profesi advokat lain yang tidak menjalankan wewenang-wewenang tersebut berhak untuk tetap eksis atau tetap dapat dibentuk. Memperhatikan seluruh ketentuan dan norma dalam UU Advokat serta kenyataan pada wadah profesi Advokat, menurut Mahkamah, satu-satunya wadah profesi Advokat yang dimaksud adalah hanya satu wadah profesi Advokat yang menjalankan 8 (delapan) kewenangan a quo, yang tidak menutup kemungkinan adanya wadah profesi advokat lain yang tidak menjalankan 8 (delapan) kewenangan tersebut berdasarkan asas kebebasan berkumpul dan berserikat menurut Pasal 28 dan Pasal 28E ayat (3) UUD 1945. Hal ini diperkuat dengan fakta bahwa dalam pembentukan PERADI, 8 (delapan) organisasi advokat yang ada sebelumnya tidak membubarkan diri dan tidak meleburkan diri pada PERADI.”
- Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-XVII/2018
“Bahwa persoalan konstitusionalitas organisasi advokat sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 28 ayat (1) UU Advokat sesungguhnya telah selesai dan telah dipertimbangkan secara tegas oleh Mahkamah, yakni PERADI yang merupakan singkatan (akronim) dari Perhimpunan Advokat Indonesia sebagai organisasi advokat yang merupakan satu-satunya wadah profesi advokat [vide Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 014/PUU-IV/2006 bertanggal 30 November 2006], yang memiliki wewenang sebagaimana ditentukan dalam UU Advokat untuk:
- melaksanakan pendidikan khususprofesi Advokat [Pasal 2 ayat (1)];
- melaksanakan pengujian calon Advokat [Pasal 3 ayat (1) huruf f];
- melaksanakan pengangkatan Advokat [Pasal 2 ayat (2)];
- membuat kode etik [Pasal 26 ayat (1)];
- membentuk Dewan Kehormatan [Pasal 27 ayat (1)];
- membentuk Komisi Pengawas [Pasal 13 ayat (1)];
- melakukan pengawasan [Pasal 12 ayat (1)]; dan
- memberhentikan Advokat [Pasal 9 ayat (1)].[vide Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 66/PUU-VIII/2010 bertanggal 27 Juni 2011];”
Berdasarkan hal tersebut, maka telah jelas bahwa PERADI merupakan wadah tunggal organisasi Advokat yang memiliki 8 (delapan) kewenangan sebagaimana disebutkan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi, sehingga dalam hal terjadi pelanggaran terhadap Kode Etik Advokat, maka satu-satunya yang berhak untuk mengadili yaitu Dewan Kehormatan yang dibentuk oleh PERADI. Walaupun demikian, hingga saat ini belum ditemukan aturan tegas yang memberikan sanksi terhadap organisasi lain yang melakukan kewenangan yang sama dengan PERADI, sehingga masih dimungkinkan terjadinya perselisihan kewenangan dikemudian hari. Selain itu, PERADI sempat terpecah menjadi beberapa kepemimpinan, yaitu Kepemimpian Fauzi Hasibuan, Luhut Pangaribuan dan Juniver Girsang. Dengan terpecahnya PERADI menjadi tiga kubu, maka dimungkinkan masing-masing kubu untuk membuat Dewan Kehormatan sendiri. Namun, kedua kubu PERADI, yaitu kubu Juniver Girsang dan kubu Luhut Pangaribuan sepakat untuk membentuk Dewan Kehormatan bersama.[4] Walaupun demikian, berita terbaru menyatakan bahwa Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD berhasil mengumpulkan ketiga pimpinan PERADI tersebut dan menyatakan kesediaannya bersatu dan berhimpun kembali.[5]
[1] https://peradi.or.id/index.php/infoterkini/detail/kedudukan-organisasi-advokat-selain-peradi,-keabsahan-penyumpahan-advokat-yang-diusulkannya-dan-pertanggungjawaban-hukum-yang-dapat-dimintakan-atasnya-analisa-yuridis-atas-impelementasi-putusan-mahkamah-konstitusi
[2] Ibid.
[3] Ibid.
[4] https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://m.jpnn.com/amp/news/kompak-dua-kubu-peradi-bentuk-dewan-kehormatan-bersama&ved=2ahUKEwiJwaviw9TtAhULgtgFHd8-CFsQFjAAegQIARAB&usg=AOvVaw0cjiIEb99stIiW2Wh1oQw1&cf=1&cshid=1608192024486
[5] https://inisiatifnews.com/nasional/2020/02/26/64994/mahfud-md-sukses-buat-3-pimpinan-peradi-mesra-lagi/
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim PertanyaanPerbedaan Kuasa Umum dan Kuasa Khusus
Advokat Sebagai Tersangka Dalam Menjalankan Tugasnya
hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.