Choice of Law dalam Perkara Peradilan Agama

Choice of Law atau dalam bahasa Indonesia diartikan dengan pilihan hukum, merupakan salah satu ajaran tersendiri di bidang teori umum hukum perdata atau yang lazim disebut dengan partij autonomie.[1] Jadi pilihan hukum adalah kebebasan yang diberikan kepada para pihak dalam menentukan atau memilih hukum mana yang akan berlaku dalam perjanjian mereka. Choice of Law ini merupakan bagian dari kebabasan berkontrak, yaitu para pihak bebas untuk menentukan isi dari kontrak, termasuk pilihan hukumnya. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang juga merupakan wujud dari asas kebebasan berkontrak, yang berbunyi:

“Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang”

Berkaitan dengan choice of law dalam Peradilan Agama, ini memiliki hubungan dengan subjek hukum dalam perkara perkara yang menjadi kewenangan Peradilan Agama. Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama UU PA beserta perubahannya) yang menyebutkan bahwa:

Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang:

  1. Perkawinan;
  2. Waris
  3. Wasiat
  4. Hibah
  5. Wakaf
  6. Zakat
  7. Infaq
  8. shadaqah; dan
  9. Ekonomi syari’ah

Pada bagian Penjelasan Pasal 49 UU PA menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “antara orang-orang yang beragama Islam” adalah termasuk orang atau badan hukum yang dengan sendirinya menundukkan diri dengan sukarela kepada hukum Islam mengenai hal-hal yang menjadi kewenangan Peradilan Agama sesuai dengan ketentuan pasal 49 UU PA. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka subjek hukum atau para pencari keadilan yang dapat berperkara di lingkungan Peradilan Agama adalah sebagai berikut:

  1. Orang yang beragama Islam.
  2. Orang yang beragama non Islam yang dengan sendirinya menundukkan diri dengan sukarela kepada Hukum Islam.
  3. orang asing yang mencari keadilan pada Pengadilan Agama di Indonesia.
  4. Badan Hukum Syariah yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dan Badan Hukum yang dengan sendirinya menundukan diri dengan sukarela kepada hukum Islam.[2]

Kompetensi peradilan agama dirumuskan sebagai kekuasaan negara dalam menerima, memeriksa, mengadili, dan memutus, serta menyelesaikan perkara-perkara tertentu antara orang-orang yang beragama Islam untuk menegakkan hukum dan keadilan.[3] Kompetensi absolut atau kekuasaan mutlak yang dimiliki peradilan agama tersebut dimaksudkan sebagai pengkhususan terhadap perkara atau porsi dari lingkungan peradilan. Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa peradilan agama hanya memiliki kewenangan terhadap perkara antara orang yang beragama Islam, sehingga yang bukan beragama Islam menjadi kewenangan peradilan umum.

Pada prinsipnya, di Indonesia ada dua peradilan yang mempunyai kewenangan menyelesaikan perkara perdata yakni Peradilan Umum dan Peradilan Agama. Gugatan perdata dapat diajukan ke pengadilan dengan alas gugat antara lain adanya perbuatan melawan hukum (PMH).  Selama ini sudah umum diakui bahwa perkara perdata dengan alas gugat adanya Perbuatan Melawan Hukum merupakan kewenangan absolut pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum. Namun dalam hal ini, semenjak diundangkannya UU PA terjadi perluasan dan perubahan kewenangan Peradilan Agama.

Perluasan kewenangan tersebut antara lain penambahan kewenangan menyelesaikan perkara ekonomi syariah, sementara perubahan kewenangan Peradilan Agama meliputi Penghapusan Hak Opsi pada perkara waris dan Penambahan aturan specialis pada Pasal 50 ayat (2) UU PA terkait penyelesaian sengketa milik atau sengketa lain. Pasal 50 UU PA menyebutkan bahwa:

  • Dalam hal terjadi sengketa hak milik atau sengketa lain dalam perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49, khusus mengenai objek sengketa tersebut harus diputus lebih dahulu oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum.
  • Apabila terjadi sengketa hak milik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang subjek hukumnya antara orang-orang yang beragama Islam, objek sengketa tersebut diputus oleh pengadilan agama bersama-sama perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49.

Ketentuan yang menentukan apabila terjadi sengketa hak milik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang subjek hukumnya antara orang-orang yang beragama Islam, objek sengketa tersebut diputus oleh Pengadilan Agama bersama-sama perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49. Namun demikian, perlu dijelaskan bahwa dalam ketentuan ini tidak ditemukan pencabutan kewenangan dari peradilan umum untuk mengadili perkara dengan alas gugat PMH. Berdasarkan ketentuan Pasal 50 UU PA, sudah jelas bahwa saat ini pengadilan agama berwenang memeriksa dan memutus sengketa hak milik dan sengketa lain dalam perkara yang menjadi kewenangan absolut pengadilan agama, termasuk di dalamnya perkara yang merupakan bagian dari perdata. Ketika pengadilan agama berwenang untuk menyelesaikan sengketa hak milik atau keperdataan lain yang para pihaknya beragama Islam, maka ke dalam pengertian ini akan masuk pula perkara perbuatan melawan hukum.

 

[1] Cut Memi, Penerapan Klausul Pilihan Yurisdiksi (Choice Of Juridiction) Dan Pilihan Hukum (Choice Of Law) Dalam Penyelesaian Sengketa Bisnis Internasional (Studi Kasus: Perkara PT. Symrise melawan PT. Mega Suryamas), Jurnal Era Hukum, Volume 2, No. 2, Oktober 2017.

Pengantar Hukum Perdata Internasional Bina Cipta, Bandung, 1977, hlm.4.

[2] Cik Hasan Bisri, Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 1998), hlm. 24.

[3] Pasal 2 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.