
Saksi Putri Candrawati Meminta Ketentuan Sidang Tertutup Dalam Pemeriksaan Saksi Putri Candrawati, Ketentuan Sidang Tertutup Berdasar Ketentuan Perundang-undangan
Berkaitan dengan hal tersebut, sidang pemeriksaan saksi Putri Candrawati yang memohon untuk dilakukan pemeriksaannya secara tertutup, diatur dalam Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan Dengan Hukum yang disusun oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia, Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Fakultas Hukum Universitas Indonesia (MaPPI FHUI), Australia Indonesia Partnership for Justice 2 (AIPJ 2) pada tahun 2018 (Pedoman PBH). Pedoman PBH tersebut sebenarnya merupakan tindak lanjut dari Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2017 Tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan Dengan Hukum (Perma 3/2017). Pasal 1 Angka 1 Perma 3/2017 menyebutkan bahwa Perempuan Berhadapan dengan Hukum adalah perempuan yang berkonflik dengan hukum, perempuan sebagai korban, perempuan sebagai saksi atau perempuan sebagai pihak.
Dewan Kehormatan Advokat Dan Kewenangannya
Advokat merupakan salah satu profesi yang termasuk kedalam “Profesi Luhur” Officium Nobile selain Hakim, Jaksa, Polisi dan Notaris.…

Gugatan Terhadap Pengangkatan dan Pelantikan PJ Kepala Daerah Oleh Cucu Bung Hatta
Pengangkatan dan pelantikan 88 Penjabat (Pj) kepala daerah digugat Cucu Wakil Presiden Pertama RI Mohammad Hatta, Gustika Fardani…

Akibat Surat Dakwaan yang Batal Setelah Putusan MK Register Nomor 28/PUU-XX/2022
Akibat Surat Dakwaan yang Batal Setelah Putusan Mahkamah Konstitus Register Nomor 28/PUU-XX/2022 tanggal 31 Oktober 2022 menjadi hal…
Permohonan Praperadilan Atas Obyek yang Sama Dengan Alasan Berbeda
Permohonan praperadilan merupakan salah satu sistem pengawasan terhadap pelaksanaan hukum acara pidana. Praperadilan merupakan salah satu lembaga baru yang diatur dalam KUHAP Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana. Salah satu praktek praperadilan dapat ditemukan dalam Putusan Nomor 38/Pid.Prap/2012/PN.Jkt.Sel. Praperadilan yang diajukan berkaitan dengan penetapan tersangka, yang mana diputuskan bahwa penetapan tersangka adalah termasuk dalam objek praperadilan.

Perkara Infaq Dalam Kewenangan Pengadilan Agama
Infaq bersasal dari bahasa arab al-infaq yang berarti “berlalu/hilang/tidak ada lagi” atau dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai perbuatan pemberian (sumbangan) harta dan sebagainya untuk kebaikan. Pengertian infaq secara terminologi adalah segala perbuatan mengeluarkan sebagian dari harta atau pendapatan/penghasilan yang bertujuan untuk suatu kepentingan yang diperintahkan ajaran Islam. agar perbuatan infaq bisa dikatakan sah, maka harus memenuhi unsur-unsur Pasal 50 UU Peradilan Agama. Apabila unsur-unsur infaq tersebut tidak terpenuhi, maka harus dinyatakan batal demi hukum. Pengelolaan bentuk sedekah seperti zakat, infaq, pembangunan tempat ibadah, pondok pesantren, dan lainnya memiliki potensi erat untuk memicu terjadinya konflik yang disalahgunakan untuk kepentingan pribadi.

Upaya Hukum Kasasi Demi Kepentingan Hukum
Selain upaya hukum biasa, dikenal adanya upaya hukum luar biasa. Perbedaan mendasar antara kedua upaya hukum tersebut, terletak…

Upaya Hukum Kasasi Atas Putusan Pidana
Kasasi berasal dari bahasa Perancis, yaitu cassation yang berarti memecahkan atau membatalkan. Kasasi menjadi salah satu upaya hukum yang diberikan kepada Terdakwa dan Penuntut Umum bila berkeberatan terhadap putusan pengadilan yang dijatuhkan kepadanya. Pada asasnya kasasi didasarkan atas pertimbangan bahwa terjadi kesalahan penerapan hukum atau Hakim telah melampaui kekuasaan kehakimannya. Mengenai tata cara pengajuan permohonan kasasi sebagaimana ditentukan dalam KUHAP dan juga diatur dalam Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Pidana Umum dan Pidana Khusus Mahkamah Agung
Upaya Hukum Banding Atas Putusan Pidana
Banding merupakan salah satu bentuk upaya hukum. Definisi upaya hukum menurut Pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) merupakan hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan. Menurut R Atang Ranoe Mihardja, upaya hukum merupakan suatu usaha melalui saluran hukum dari pihak-pihak yang merasa tidak puas terhadap keputusan hakim yang dianggapnya kurang adil atau kurang tepat.[1] Secara umum di semua proses peradilan, upaya hukum banding diatur dalam Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Secara pesifik upaya hukum banding dalam hukum pidana, Pasal 67 KUHAP menjelaskan secara implisit bahwa banding merupakan upaya hukum terhadap putusan pengadilan tingkat pertama.

Upaya Hukum Luar Biasa Atas Putusan Pidana
Terdapat 2 (dua) upaya huhkum luar biasa yang dapat diajukan terhadap putusan pidan ayang telah berkekuatan hukum tetap, yaitu Kasasi Demi Kepentingan Hukum dan Peninjauan Kembali. Keduanya diajukan kepada Mahkamah Agung, dan diperiksa oleh Majelis Hakim Agung.