Cara Menjadi Mediator

Dalam mediasi, penyelesaian perselisihan atau sengketa lebih banyak muncul dari keinginan dan inisiatif para pihak, sehingga mediator berperan membantu mereka mencapai kesepakatan-kesepakatan. Dalam membantu pihak yang bersengketa, mediator bersifat imparsial atau tidak memihak. Kedudukan mediator seperti ini amat penting, karena akan menumbuhkan kepercayaan yang memudahkan mediator melakukan kegiatan mediasi. Kedudukan mediator yang tidak netral, tidak hanya menyulitkan kegiatan mediasi tetapi dapat membawa kegagalan.
Maka peranan seorang Mediator sangatlah penting untuk mensukseskan mediasi yang dilakukan, lantas siapa yang dimaksud dengan Mediator itu sendiri? Dalam Kamus Hukum Indonesia mediator berarti pihak penengah, pihak ketiga sebagai pemisah atau juru damai antara pihak-pihak yang bersengketa.[1] Sementara dalam Pasal 1 Angka 2 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan (Perma 1/2016) menyebutkan bahwa
Mediator adalah Hakim atau pihak lain yang memiliki Sertifikat Mediator sebagai pihak netral yang membantu Para Pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian.
Dari pengertian diatas, dapat diketahui bahwa Mediator adalah seseorang yang memiliki sertifikat Mediator, sebagai penengah atau netral untuk mewadahi dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa. Dalam Pasal 13 Perma 1/2016, mengecualikan hakim pengadilan yang tidak memiliki sertifikat mediator tetap dapat menjalankan fungsinya sebagai mediator apabila terdapat kondisi keterbatasan jumlah mediator yang bersertifikat, setelah disetujui dan mendapat surat keputusan dari Ketua Pengadilan.[2]
Sertfikasi Mediator adalah kegiatan pendidikan dan pelatihan hingga diterbitkannya sertifikat Mediator dengan menggunakan kurikulum, waktu dan cara tertentu yang diselenggarakan oleh Lembaga Sertifikasi Mediator dalam rangka memberikan pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku Mediator. Maka, untuk memperoleh sertifikat Mediator, terlebih dahulu mengikuti dan dinyatakan lulus pelatihan sertifikasi Mediator yang diselenggarakan oleh Lembaga Sertifikasi Mediator terakreditasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 Ayat (1) Perma 1/2016 yang berbunyi:
(1) Setiap Mediator wajib memiliki Sertifikat Mediator yang diperoleh setelah mengikuti dan dinyatakan lulus dalam pelatihan sertifikasi Mediator yang diselenggarakan oleh Mahkamah Agung atau lembaga yang telah memperoleh akreditasi dari Mahkamah Agung.
Proses mediasi sangat tergantung dengan kepiawaian mediator dalam meyakinkan dan mendamaikan kedua belah pihak yang bersengketa, oleh karena itu mediator memiliki peran penting sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 Perma 1/2016, Mediator bertugas untuk:
- Memperkenalkan diri dan memberi kesempatan kepada Para Pihak untuk saling memperkenalkan diri;
- Menjelaskan maksud, tujuan, dan sifat Mediasi kepada Para Pihak;
- Menjelaskan kedudukan dan peran Mediator yang netral dan tidak mengambil keputusan;
- Membuat aturan pelaksanaan Mediasi bersama Para Pihak;
- Menjelaskan bahwa Mediator dapat mengadakan pertemuan dengan satu pihak tanpa kehadiran pihak lainnya (kaukus);
- Menyusun jadwal Mediasi bersama Para Pihak;
- Mengisi formulir jadwal mediasi;
- Memberikan kesempatan kepada Para Pihak untuk menyampaikan permasalahan dan usulan perdamaian;
- Menginventarisasi permasalahan dan mengagendakan pembahasan berdasarkan skala proritas;
- Memfasilitasi dan mendorong para pihak untuk:
- Menelusuri dan menggali kepentingan para pihak;
- Mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi para pihak; dan
- Bekerja sama mencapai penyelesaian.
11. Membantu para pihak dalam membuat dan merumuskan kesepakatan perdamaian;
12.Menyampaikan laporan keberhasilan, ketidakberhasilan dan/atau tidak dapat dilaksanakannya mediasi kepada hakim pemeriksa perkara;
13. Menyatakan salah satu atau para pihak tidak beriktikad baik dan menyampaikan kepada hakim pemeriksa perkara;
14Tugas lain dalam menjalankan fungsinya.
Berdasarkan hal tersebut, untuk menunjang keberhasilan proses mediasi, Mediator harus memiliki persyaratan-persyaratan yang secara garis besar bisa dilihat dari dua sisi, yaitu persyaratan internal dan persyaratan eksternal. Persyaratan internal Mediator yaitu berupa kemampuan personal Mediator dalam menjalankan tugasnya, yaitu:
- Kemampuan membangun kepercayaan dari para pihak yang bersengketa;
- Kemampuan menunjukan sikap simpati dan empati;
- Bersikap ramah, sopan dan menarik dalam berpenampilan;
- Tidak cepat menghakimi;
- Menunjukkan sifat dan sikap yang positif terhadap pernyataan-pernyataan yang disampaikan para pihak walaupun mungkin menurutnya tidak pas dan melenceng;
- Memiliki kesabaran yang tinggi terutama ketika sedang mendengarkan argumen yang disampaikan kedua belah pihak.[3]
Sementara mengenai persyaratan eksternal Mediator yaitu berupa persyaratan lain yang berkaitan dengan para pihak dan permasalahan yang disengketakan. Persyaratan tersebut adalah sebagai berikut:
- Keberadaan mediator telah disetujui oleh kedua belah pihak;
- Tidak mempunyai hubungan kekeluargaan berupa hubungan sedarah atau semenda dengan salah satu pihak;
- Tidak memiliki hubungan kerja dengan salah satu pihak yang bersengketa;
- Tidak memiliki kepentingan finansial atau kepentingan lain terhadap kesepakatan para pihak; dan
- Tidak memiliki kepentingan terhadap proses perundingan maupun hasilnya.[4]
Dengan demikian sesuai dengan yang telah dijelaskan di atas, menunjukkan bahwa peranan Mediator hanya memfasilitasi proses penyelesaian sengketa saja, dan isinya tetap menjadi milik para pihak yang bersengketa. Bahwa Mediator hanya memiliki kewenangan mengontrol apakah prosesnya berjalan atau tidak. Mediator juga tidak berhak berlaku layaknya hakim yaitu memutuskan benar atau salahnya salah satu pihak atau bahkan mendukung pendapat dari salah satu pihak yang bersengketa atau memaksakan pendapat dan penyelesaiannya kepada kedua belah pihak yang bersengketa. Oleh karena itu, hasil mediasi mungkin akan lebih banyak mengikuti keinginan kedua belah pihak, yang terkait erat dengan konsep pemberdayaan bagi para pihak.
[1] B.N. Marbun, Kamus Hukum Indonesia, (Jakarta: Sinar Harapan, 2006), h. 168
[2] Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan
[3] Runtung, Pemberdayaan Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa di Indonesia, (Medan: Universitas Sumatera Utara, 2006), h. 15.
[4] Syahrizal Abbas, Mediasi; Dalam Perspektif Hukum Syari’ah, Hukum Adat dan Hukum Nasional, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2009), h. 60-65.
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim PertanyaanDiduga Tolak Pasien Melahirkan Caesar, Dokter Melakukan Proses Lahiran...
Akibat adanya perbedaan antara harga riil dan harga dalam...

hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.