Badan Usaha dalam Yayasan

Pengakuan badan hukum terhadap Yayasan di Indonesia pada awalnya hanya didasarkan pada kebiasaan dan Yurisprudensi. Beberapa pendapat pakar tentang yayasan adalah sebagai berikut:

  1. Menurut Zainul Bahri dalam kamus umumnya memberikan suatu definisi yayasan sebagai suatu badan hukum yang didirikan untuk memberikan bantuan untuk tujuan sosial.[1]
  2. Menurut Poerwadarminta dalam kamus umumnya memberikan pengertian yayasan sebagai berikut:[2]
  3. Badan yang didirikan dengan maksud mengusahakan sesuatu seperti sekolah dan sebagainya (sebagai badan hukum bermodal, tetapi tidak mempunyai anggota);
  4. Gedung-gedung yang teristimewa untuk sesuatu maksud yang tertentu seperti rumah sakit, dan sebagainya

Lahirnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 yang kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan (UU Yayasan), merupakan titik terang bagi lembaga Yayasan yang sudah lama tumbuh dan berkembang tanpa adanya landasan hukum formal yang mengatur di Indonesia. Menurut Pasal 1 UU Yayasan, menyebutkan bahwa “yayasan merupakan badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota”.[3]

Berdasarkan pengertian yayasan diatas, berikut ini unsur-unsur dari yayasan, antara lain:[4]

  • Badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan;
  • Diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan; dan
  • Tidak mempunyai anggota.

 

Badan hukum adalah segala sesuatu yang dapat mempunyai hak dan kewajiban, dapat melakukan perbuatan hukum, dapat menjadi subyek hukum, dapat dipertanggungjawabkan seperti halnya manusia. Yayasan merupakan salah satu badan hukum yang ada dan diakui di Indonesia berdasarkan yurispudensi atau kebiasaan masyarakat. Berbeda dengan tujuan pendirian dari Perseroan Terbatas (PT), tujuan filosofis pendirian Yayasan tidak bersifat komersial atau tidak mencari keuntungan (nirlaba atau non-profit). Oleh karenanya tujuan pendirian dari Yayasan diidentikkan dengan kegiatan bidang sosial, keagamaan, pendidikan, kemanusian dan banyak lagi. Kekayaan Yayasan berasal dari sejumlah kekayaan yang dipisahkan dalam bentuk uang atau barang. Dalam hal-hal tertentu Negara dapat memberikan bantuan kepada Yayasan.[5]  Selain itu kekayaan yayasan juga diperoleh dari: [6]

  1. sumbangan atau bantuan yang tidak mengikat;
  2. wakaf;
  3. hibah;
  4. hibah wasiat; dan
  5. perolehan lain yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar Yayasan dan/atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berdasarkan ketentuan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001

tentang Yayasan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun

2004, disebutkan bahwa Yayasan dapat melakukan kegiatan usaha untuk menunjang

pencapaian maksud dan tujuannya dengan cara mendirikan badan usaha dan/atau

ikut serta dalam suatu badan usaha. Mengenai kewenangan Yayasan membuat

badan usaha diatur juga dalam Pasal 7 dan 8 Undang-Undang ini yang menyatakan:

  1. Pasal 7 (UU Yayasan):
  • Yayasan dapat mendirikan badan usaha yang kegiatannya sesuai dengan maksud dan tujuan Yayasan.
  • Yayasan dapat melakukan penyertaan dalam berbagai bentuk usaha yang bersifat prospektif dengan ketentuan seluruh penyertaan tersebut paling banyak 25% (dua puluh lima persen) dari seluruh nilai kekayaan Yayasan.
  • Anggota Pembina, Pengurus, dan Pengawas Yayasan dilarang merangkap sebagai Anggota Direksi atau Pengurus dan Anggota Dewan Komisaris atau Pengawas dari badan usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2).
  1. Pasal 8 (UU Yayasan) menyebutkan bahwa kegiatan usaha dari badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) harus sesuai dengan maksud dan tujuan Yayasan serta tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan/atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Badan  usaha  yang    dapat  didirikan  oleh  Yayasan  meliputi  berbentuk  PT  dan Koperasi, selebihnya tidak dapat didirikan oleh Yayasan karena seperti UD, CV, Fa pada prinsipnya hanya dapat didirikan oleh orang per orangan,  sementara   Yayasan merupakan  badan  hukum.  Selain  itu  diluar  yang diatur  dalam  hukum  perusahaan, Yayasan   dapat   mendirikan   kegiatan   usaha   berdasar   pada   undang-undang   yang  menyatakan  Yayasan  sebagai  badan  penyelenggara, misalnya bidang  kesehatan  dan pendidikan. Legalitas  bagi  badan  usaha  yang  didirikan  atas  nama  salah  seorang  organ Yayasan  dengan  menggunakan  kekayaan Yayasan, maka  legalitas  kepemilikan  badan usaha tersebut terletak nama orang yang tercantum dalam  akta pendirian badan usaha tersebut dan bukan yayasan.

Beberapa Yayasan melakukan usaha layaknya badan usaha yang bertujuan mengejar keuntungan dengan mengejar keuntungan Yayasan tersebut umumnya tidak segan untuk melakukan tindakan melawan hukum dan bertentangan dengan kepentingan umum.[7] Dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 16 tahun 2001 tentang yayasan, pembagian kekayaan dibolehkan tetapi hanya kepada pengurus yang bukan pendiri yayasan, tidak terafiliasi (mempunyai hubungan keluarga sampai derajat ketiga, dan perkawinan), dengan pembina, pengurus, dan pengawas dengan yang melaksanakan kepengurusan yayasan secara langsung. Pembagian kekayaan tersebut harus disesuaikan dengan keadaan kekayaan yayasan. Hal ini diatur dalam Pasal 5 ayat (1) undang-undang yayasan yang menetapkan bahwa:

“Kekayaan Yayasan baik berupa uang, barang, maupun kekayaan lain yang diperoleh Yayasan berdasarkan Undang-undang ini, dilarang dialihkan atau dibagikan secara langsung atau tidak langsung, baik dalam bentuk gaji, upah, maupun honorarium, atau bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang kepada Pembina, Pengurus, dan Pengawas”.

Dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 pembagian kekayaan tidak diperbolehkan, kecuali kepada pelaksanaan kegiatan yayasan. Pada Pasal 35 ayat (3) Undang-undang Nomor 16 menjelaskan mengenai pelaksana kegiatan yayasan adalah pengurus harian yayasan yang melaksanakan kegiatan yayasan sehari-hari.

 

[1] Zainul Bahri. 1996. Kamus Umum Khusus Bidang Hukum dan Politik (Cet. Ke-1). Bandung: PT Angkasa. Hlm.367

[2] WJS. Poerwadarminta. 1986. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Hlm.1154

[3] Pasal 1 angka 1, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 yang kemudian diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan

[4] https://quicklepermit.com/yayasan-bukan-perusahaan/

[5] Pasal 27 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.

[6] Pasal 26 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.

[7] Abdul Muis, Yayasan sebagai Wadah kegiatan Masyarakat (Tinjauan mengenai Yayasan sebagai dan Hukum dalam Menjalankan kegiatan sosial), Medan, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 1991, hal 7

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.