Asas Universal Dalam KUHP Baru

Asas Universal atau asas persamaan diartikan bahwa setiap negara mempunyai kewajiban untuk memelihara keamanan dan ketertiban dunia dengan negara-negara lain.[1] Oleh karenanya jika ada suatu kejahatan yang dapat merugikan kepentingan Internasional, maka setiap negara berhak untuk mengadili pelaku tanpa melihat status kewarganegaraan.[2] Pengaturan asas universal sebelum adanya KUHP Baru diatur dalam Pasal 4 sub ke-2 dan sub ke-4 KUHP yang menyatakan:

Ke-2. suatu kejahatan mengenai mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh negara atau bank, ataupun mengenai materai yang dikeluarkan dan merek yang digunakan oleh Pemerintah Indonesia.

Ke-4. salah satu kejahatan yang tersebut dalam pasal-pasal 438, 444 sampai dengan 446 tentang pembajakan laut dan pasal 447 tentang penyerahan kendaraan air kepada kekuasaan bajak laut dan pasal 479 huruf j tentang penguasaan pesawat udara secara melawan hukum, pasal 479 huruf l, m, n, dan o tentang kejahatan yang mengancam keselamatan penerbangan sipil.

Dalam ketentuan Pasal 4 sub ke-2 KUHP berarti dimaksudkan bagi setiap orang yang melakukan kejahatan mata uang di luar teritorial Indonesia dapat diadili berdasarkan aturan pidana Indonesia apabila tertangkap oleh aparat penegak hukum Indonesia. Sedangkan dalam Pasal 4 sub ke-4 yang dapat diartikan terdiri dari dua jenis kejahatan, yaitu pembajakan laut dan pembajakan udara, maka apabila terdapat warga negara Indonesia maupun asing melakukan pembajakan laut ataupun pembajakan udara sebagaimana Pasal 4 sub ke-4 tersebut, maka orang itu dapat diadili berdasarkan aturan pidana Indonesia.[3]

Dengan demikian berdasarkan ketentuan Pasal di atas, setiap orang baik warga negara Indonesia maupun warga negara asing yang berbuat kejahatan meskipun di luar wilayah Indonesia, dapat dikenakan ketentuan-ketentuan pidana Indonesia. Adapun lawan dari asas universal yaitu asas teritorial yang diatur dalam Pasal 2 KUHP yang menyatakan:

aturan pidana dalam perundangan-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang melakukan perbuatan pidana di dalam Indonesia.

Sehingga yang menjadi titik berat dalam asas ini adalah pada tempat atau teritorial terjadinya tindak pidana di dalam suatu wilayah negara dengan tidak membedakan kewarganegaraan, kelamin, agama, kedudukan atau pangkat yang berbuat tindak pidana di wilayah Indonesia.

Setelah berlakunya KUHP Baru yang diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, asas universal masih ditemukan dan diatur secara eksplisit dalam beberapa Pasal dalam KUHP Baru, yakni:

  1. Pasal 6 UU 1/2023 yang menyatakan bahwa, ketentuan pidana dalam Undang-Undang berlaku bagi Setiap Orang yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang melakukan tindak pidana menurut hukum internasional yang telah ditetapkan sebagai Tindak Pidana dalam Undang-Undang.
  2. Pasal 7 UU 1/2023 yang menyatakan bahwa, ketentuan pidana dalam undang-undang berlaku bagi Setiap Orang yang melakukan tindak pidana di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang penuntutannya diambil alih oleh Pemerintah Indonesia atas dasar suatu perjanjian internasional yang memberikan kewenangan kepada Pemerintah Indonesia untuk melakukan penuntutan pidana.

Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, dapat kita ketahui jika pengaturan mengenai asas universal tidak memiliki perubahan makna yang berarti dari KUHP yang lama. Ketentuan asas universal dalam Pasal 6 tersebut dimaksudkan untuk melindungi kepentingan hukum Indonesia dan/atau kepentingan hukum negara lain. Adapaun landasan pengaturan asas ini terdapat dalam konvensi internasional yang telah disahkan oleh Indonesia, misalnya:

  1. Konvensi internasional mengenai uang palsu;
  2. Konvensi internasional mengenai laut bebas dan hukum laut yang di dalamnya mengatur tindak pidana pembajakan laut;
  3. Konvensi internasional mengenai kejahatan penerbangan dan kejahatan terhadap sarana atau prasarana penerbangan; atau
  4. Konvensi internasional mengenai pemberantasan peredaran gelap narkotika dan psikotropika.

Sedangkan ketentuan asas universal dalam Pasal 7 di atas dimaksudkan untuk mengantisipasi perkembangan adanya perjanjian antara Indonesia dan negara lain yang warga negara dari negara lain tersebut penuntutannya diambil alih dan diadili oleh Indonesia karena melakukan Tindak Pidana tertentu yang diatur dalam perjanjian tersebut.

Dengan adanya penerapan universal tersebut, tentunya akan ada persaingan yurisdiksi antar berbagai negara berkepentingan yang tidak dapat dihindari, seperti antara negara tempat terjadinya suatu tindak pidana dengan negara korban, atau negara tempat pelaku tindak pidana melarikan diri. Berkaitan dengan permasalahan tersebut, maka setiap negara yang telah memiliki peraturan hukum nasionalnya sendiri, tentu tidak akan mengkhawatirkan hal tersebut. Sebab, dari peraturan nasional itulah yang dapat digunakan untuk menangani jenis tindak pidana internasional dan terdapat prinsip universal yang dapat tunduk terhadap jenis kejahatan yang dimaksud.

Rebecca M.M Wallace berpendapat bahwa, dasar-dasar yurisdiksi tidak diurutkan dalam hirarki apapun. Tidak ada negara yang dapat menuntut hak yang lebih tinggi semata-mata berdasarkan atas asas melaksanakan yurisdiksi. Suatu negara dapat secara sah memiliki yurisdiksi bersamaan dengan negara lain, negara yang akan melaksanakan yurisdiksi akan ditentukan oleh faktor-faktor lain, misalnya kehadiran fisik dari pelanggar yang bersangkutan.

Dengan demikian, apa yang dituntut dalam peraturan hukum internasional merupakan hubungan antara pelanggar yang bersangkutan dan negara yang melaksanakan yurisdikisnya. Oleh sebab itu, setiap negara mempunyai yurisdiksi untuk mengadili tindak kejahatan tertentu.

 

Penulis: Adelya Hiqmatul M., S.H.

Editor: R. Putri J., S.H., M.H., & Mirna R., S.H., M.H.

 

[1] Didik Endro Purwoleksono, Hukum Pidana, Surabaya: Airlangga University Press, 2014, hlm. 40.

[2] Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia, Bandung: PT. Eresco, 1989, hlm. 53.

[3] Tongat, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia dalam Perspektif Pembaharuan, Malang: UMM Perss, 2008 hlm. 88-89.

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.