Asas Praduga Tak Bersalah dalam KUHAP

Asas praduga tak bersalah dalam KUHAP (Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) atau yang biasa dikenal pula dengan istilah presumption of innocent, merupakan salah satu asas universal yang tidak hanya berlaku di satu negara, namun berlaku pula di berbagai negara. Asas tersebut merupakan suatu implementasi dari penerapan hak asasi manusia.

 

Berdasarkan Pasal 1 Universal Declaration of Human Right, seluruh umat manusia dilahirkan dalam keadaan bebas, merdeka dan memiliki kesamaan dalam harkat dan martabat serta hak-haknya. Dalam proses hukum pun, setiap orang memiliki hak untuk tidak diperlakukan sewenang-wenang dan membela diri dari tuduhan perbuatan melawan hukum yang ditujukan kepada dirinya.

 

Indonesia merupakan negara hukum, berdasarkan ketentuan Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dengan demikian dalam hal terjadi suatu peristiwa pidana, maka tidak diperkenankan melakukan perbuatan main hakim sendiri.

 

Kewajiban menerapkan asas tersebut juga berlaku bagi aparatur negara, yang mana tidak diperkenankan menangkap, melakukan penahanan maupun pemidanaan terhadap seseorang tanpa melalui prosedur-prosedur yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan. Hal tersebut juga sesuai dengan Ketetapan MPR No.IV/MPR/1999 tentang GBHN Bab IV bidang hukum angka (3) yang menentukan bahwa penegakan hukum secara konsisten untuk lebih menjamin kepastian hukum, keadilan dan kebenaran, supremasi hukum serta menghargai hak asasi manusia.

 

Pengertian dari asas praduga tak bersalah adalah suatu keadaan dimana suatu pihak dianggap tidak bersalah sampai dibuktikan kesalahannya sesuai prosedur yang sah yang diatur pada peraturan perundang-undangan. Hal tersebut didasarkan pada ketentuan Pasal 18 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia yang menyatakan:

“Setiap orang yang ditangkap, ditahan, atau dituntut karena disangka melakukan tindak pidana berhak dianggap tidak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya secara sah dalam suatu sidang pengadilan dan diberikan segala jaminan hukum yang diperlukan untuk pembelaannya, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.”

 

Di Indonesia, khususnya dalam perkara pidana, asas praduga tidak bersalah merupakan salah satu asas yang diakui dan dianut dalam KUHAP. Butir ke 3 Huruf c Penjelasan Umum KUHAP menyatakan:

“Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap.”

 

Selain pada Butir ke 3 Huruf c Penjelasan Umum KUHAP, secara implisit, penerapan asas praduga tak bersalah juga dapat ditemukan pada beberapa pasal pada KUHAP yaitu:

  1. Pasal 51 KUHAP mengenai hak tersangka atau terdakwa untuk melakukan persiapan pembelaan atas dirinya sebagai berikut:

“Untuk mempersiapkan pembelaan:

  1. tersangka berhak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan kepadanya pada waktu pemeriksaan dimulai;
  2. terdakwa berhak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang didakwakan kepadanya.”
  1. Pasal 52 KUHAP yang menyatakan:

“Supaya pemeriksaan dapat mencapai hasil yang tidak menyimpang daripada yang sebenarnya maka tersangka atau terdakwa harus dijauhkan. dari rasa takut. Oleh karena itu wajib dicegah adanya paksaan atau tekanan terhadap tersangka atau terdakwa.”

  1. Pasal 117 KUHAP yang menyatakan:

(1) Keterangan tersangka dan atau saksi kepada penyidik diberikan tanpa tekanan dari siapa pun dan atau dalam bentuk apapun.

(2) Dalam hal tersangka memberi keterangan tentang apa yang sebenarnya ia telah lakukan sehubungan dengan tindak pidana yang dipersangkakan kepadanya, penyidik mencatat dalam berita acara seteliti-telitinya sesuai dengan kata yang dipergunakan oleh tersangka sendiri.

  1. Pasal 119 KUHAP yang menghargai hak tersangka untuk tidak dipersulit dalam hal dimintai keterangan karena belum tentu ia adalah pelaku tindak pidana sebagai berikut:

“Dalam hal tersangka dan atau saksi yang harus didengar keterangannya berdiam atau bertempat tinggal di luar daerah hukum penyidik yang menjalankan penyidikan, pemeriksaan terhadap tersangka dan atau saksi dapat dibebankan kepada penyidik di tempat kediaman atau tempat tinggal tersangka dan atau saksi tersebut.”

  1. Pasal 183 KUHAP yang mengatur prosedur bagi hakim dalam menentukan dapat tidaknya seseorang dijatuhi pidana:

“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.”

 

Di samping ketentuan-ketentuan dalam KUHAP, asas praduga tak bersalah juga dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman (“UU Kekuasaan Kehakiman”) yaitu:

Pasal 6 Ayat (2) UU Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan:

“Tidak seorang pun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan karena alat pembuktian yang sah menurut undang-undang, mendapat keyakinan bahwa seseorang yang dianggap dapat bertanggung jawab, telah bersalah atas perbuatan yang didakwakan atas dirinya.”

Pasal 8 Ayat (1) UU Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan:

“Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.”

Dengan demikian, Asas Praduga Tak Bersalah dalam KUHAP pada dasarnya merupakan suatu asas yang sangat fundamental dalam sistem peradilan pidana. Tidak hanya harus dilakukan oleh para aparatur yang berwenang, melainkan juga harus diterapkan pula oleh masyarakat guna menghormati hak asasi manusia.

 

Penulis: Mirna R., S.H., M.H., CCD.

Editor: Robi Putri J., S.H., M.H., CTL. CLA.

 

Sumber:

  1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
  2. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman;
  3. Ketetapan MPR No.IV/MPR/1999 tentang GBHN Bab IV bidang hukum angka (3);
  4. Universal Declaration of Human Right.

 

 

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.