Asas Non Retroaktif Atau Undang-Undang Tidak Dapat Berlaku Surut

Asas Non Retroaktif

Asas Non Retroaktif atau yang biasa diartikan bahwa undang-undang tidak dapat berlaku surut, merupakan salah satu asas yang berlaku bagi seluruh bidang hukum, terutama hukum pidana. Asas Non Retroaktif sendiri berkaitan erat dengan asas legalitas.

Sebagaimana diketahui, Pasal 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang saat ini berlaku maupun Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang akan berlaku pada tahun 2025 nantinya, telah mengatur bahwa tidak ada satu perbuatan pun yang dapat dipidana tanpa adanya peraturan terlebih dahulu. Tiga asas penting yang terkandung dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP adalah:[1]

“1. bahwa hukum pidana yang berlaku di negara kita merupakan hukum tertulis (lex scripta);

  1. bahwa undang-undang pidana yang berlaku di negara kita tidak boleh berlaku surut (non-retroaktif);
  2. bahwa penafsiran secara analogis tidak boleh digunakan dalam hukum pidana (lex stricta).”

Sama halnya dengan asas legalitas, asas non retroaktif pada dasarnya juga berlaku untuk memberikan kepastian terhadap keberlakuan suatu peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, suatu peraturan perundang-undangan tidak dapat berlaku mundur atau berlaku surut.

Berikut diberikan ilustrasi penerapan asas non retroaktif.

  • A melakukan penghinaan terhadap B melalui internet pada tahun 2006. Adapun Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut “UU ITE”) baru berlaku pada saat diundangkan yaitu tahun 2008. Oleh karena itu, tindakan A tidak dapat dikenakan ketentuan dalam UU ITE.
  • X memberikan bantuan jasa kepada Y untuk menyakiti Z dengan kekuatan ghaib, hal tersebut dilakukan pada tahun 2024. Adapun pengaturan tentang tindakan yang biasa disebut santet atau guna-guna tersebut terdapat dalam Pasal 252 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (selanjutnya disebut “UU 1/2023”), yang berlakunya adalah 2 tahun sejak undang-undang tersebut diundangkan, yaitu jatuh pada tanggal 2 Januari 2025. Artinya, karena UU 1/2023 tersebut baru berlaku pada tanggal 2 Januari 2025, sedangkan tindakan X telah terjadi pada tahun 2024, maka tindakan X tidak dapat dikenakan ancaman hukuman sebagaimana tertuang dalam UU 1/2023.

 

Pengecualian Asas Non Retroaktif

Meski asas non retroaktif berlaku untuk memberikan kepastian hukum, namun ada kalanya asas non retroaktif perlu diberlakukan pengecualian. Pengecualian tersebut dapat dilihat dalam Pasal 1 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Pasal 3 ayat (1) UU 1/2023 yang keduanya berisi:

Dalam hal terdapat perubahan peraturan perundangundangan sesudah perbuatan terjadi, diberlakukan peraturan perundang-undangan yang baru, kecuali ketentuan peraturan perundang-undangan yang lama menguntungkan bagi pelaku dan pembantu Tindak Pidana.

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka yang dimungkinkan berlaku secara retroaktif adalah ancaman hukuman yang lebih ringan dan bukan tindakan yang diancam pidana. Sebagai ilustrasi:

C diduga melakukan tindak pidana korupsi berupa memperkaya diri sendiri dan merugikan keuangan negara pada tahun 2022, kemudian karena proses yang begitu panjang terhadap pemeriksaan, maka tindakan C baru didakwa pada tahun 2025. Sebelumnya, ketentuan tindakan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri dan merugikan keuangan negara telah diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman hukuman penjara minimal 4 (empat) tahun. Namun demikian, Pasal 603 UU 1/2023 telah mengatur bahwa tindakan melawan hukum yang memperkaya diri sendiri dan merugikan keuangan negara diancam dengan hukuman pidana penjara minimal 2 (dua) tahun. Oleh karena C baru didakwa pada tahun 2025, maka minimal ancaman hukuman yang dapat diberikan kepadanya adalah 2 (dua) tahun.

Selain pengecualian terkait ancaman hukuman, pengecualian pemberlakuan asas non retroaktif juga dapat ditemukan dalam Pasal 46 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak PIdana Terorisme (selanjutnya disebut “Perpu Terorisme”) yang telah ditetapkan sebagai Undang-Undang melalui Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002. Ketentuan Pasal 46 Perpu Terorisme mengatur:

“Ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini dapat diperlakukan surut untuk tindakan hukum bagi kasus tertentu sebelum mulai berlakunya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini, yang penerapannya ditetapkan dengan Undang-undang atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang tersendiri.”

Dengan demikian, terdapat ketentuan-ketentuan yang juga mengecualikan asas non-retroaktif demi tercapainya kemanfaatan hukum.

 

Penulis: Robi Putri J., S.H., M.H., CTL., CLA.

 

[1] Shinta Agustina, dkk., “Penyimpangan Asas Non Retroaktif Dalam Pengadilan HAM Ad Hoc Dari Perspektif HAM”, 17, Jurnal Media Hukum, halaman 236

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.