Ancaman Hukuman Mati Bagi Paspampres Terduga Penganiaya Warga Sipil
Seorang warga sipil asal Aceh yang sedang marantau di Tangerang bernama Imam Masykur (25) ditemukan tewas dengan tubuh dipenuhi luka lebam, di Sungai Cibogo, Kampung Cibogo, Karawang Barat, Jawa Barat. Setelah diusut, korban diduga diculik dan disiksa oleh oknum anggota TNI dari Paspampres, Praka RM dan dua anggota TNI dari kesatuan lainnya dengan dugaan motif pemerasan. Ketiga anggota TNI tersebut pada mulanya berpura-pura sebagai aparat kepolisian menangkap dan menuduh korban telah mengedarkan obat-obatan ilegal. Kemudian keluarga korban mengaku beberapa kali diancam apabila tidak segera mengirimkan uang tebusan sebesar Rp 50 juta, maka anaknya akan dibunuh dan dibuang ke sungai.[1]
Paspampres itu sendiri merupakan bagian dari TNI, yaitu sebagai salah satu unsur Badan Pelaksana Pusat dalam Markas Besar TNI.[2] Berdasarkan Pasal 1 angka 5 Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 02 Tahun 2014 tentang Kebijakan Pengamanan Presiden dan Wakil Presiden, Mantan Presiden dan Mantan Wakil Presiden Beserta Keluarganya Serta Tamu Negara Setingkat Kepala Negara/Kepala Pemerintahan (Permenhan 2/2014), Paspampres adalah pasukan yang bertugas melaksanakan pengamanan fisik langsung jarak dekat setiap saat kepada Presiden dan Wakil Presiden, Mantan Presiden dan Mantan Wakil Presiden beserta keluarganya serta Tamu Negara setingkat Kepala Negara/Kepala Pemerintahan serta tugas protokoler kenegaraan dalam rangka mendukung tugas pokok TNI.
Secara khusus, aturan tindak pidana yang dilakukan oleh anggota TNI tertuang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM). Namun demikian, karena dalam KUHPM tidak mengatur secara tegas mengenai klasifikasi-klasifikasi tindak pidana umum, sehingga pada praktiknya ketentuan yang digunakan bagi anggota TNI yang melakukan tindak pidana selama dikategorikan sebagai tindak pidana umum, tetap menggunakan aturan yang terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan juga akan mendapatkan sanksi militer serta diadili di Pengadilan Militer.
Dalam hal ini, anggota TNI yang melakukan penganiayaan kepada korban dan diduga didahului dengan perencanaan terlepas dari peran masing-masing ketiga anggota TNI tersebut, maka pelaku dapat dikenakan ancaman pidana penganiayaan berat dengan rencana yang diatur dalam Pasal 355 KUHP yang menyatakan:
- Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
- Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Kemudian dalam penerapan KUHPM terhadap pelaku yang merupakan anggota TNI, maka akan dimintai pertanggungjawaban pidana sebagai suatu konsekuensi yang diberikan dan harus dilakukan oleh terdakwa yang melakukan perbuatan pidana atau perbuatan melanggar hukum. Dengan mengacu pada pedoman penjatuhan hukuman yang terdapat pada Pasal 6 KUHPM, yaitu:
- Pidana-pidana utama:
ke-1, Pidana mati;
ke-2, Pidana penjara;
ke-3, Pidana kurungan;
ke-4, Pidana tutupan (UU No 20 Tahun 1946).
2. Pidana-pidana tambahan:
ke-1, Pemecatan dari dinas militer dengan atau taznpa pencabutan haknya untuk memasuki Angkatan Bersenjata;
ke-2, Penurunan pangkat;
ke-3, Pencabutan hak-hak yang disebutkan pada Pasal 35 ayat pertama pada nomor-nomor ke-1, ke- 2 dan ke-3 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Lebih lanjut mengenai penjatuhan pemidanaan atau sanksi yang berupa pemecatan, penurunan pangkat atau pencabutan hak-hak tertentu, dapat dilihat dalam Pasal 6 sampai dengan Pasal 31 Bab II Buku I KUHPM. Terkait dengan penjatuhan hukuman mati, maka pelaku harus dibuktikan terlebih dahulu untuk memenuhi unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dengan ancaman maksimal pidana mati. Namun meski demikian, karena telah banyak kasus serupa yang terjadi dengan melibatkan oknum anggota militer, akan lebih baik jika dilakukannya reformasi peradilan militer untuk memberikan sanksi yang lebih tegas dengan efek yang lebih jera, terhadap setiap anggota yang memegang jabatan dan dipercaya sebagai Prajurit Indonesia, yang seharusnya berperan melindungi dan menjaga keamanan negara.
Penulis: Adelya Hiqmatul M, S.H.
Editor: Mirna R., S.H., M.H., CCD., & Robi Putri J., S.H., M.H., CTL., CLA.
[1] Singgih Wiryono. “Aniaya Warga Aceh hingga Tewas, Oknum Paspampres Pura-pura Jadi Polisi dan Peras Korban“. https://nasional.kompas.com/read/2023/08/28/19414861/aniaya-warga-aceh-hingga-tewas-oknum-paspampres-pura-pura-jadi-polisi-dan.
[2] Pasal 13 ayat (1) huruf d angka 6 Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2019 tentang Susunan Organisasi Tentara Nasional Indonesia
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim Pertanyaanhukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.