Alat Bukti Petunjuk dan Alat Bukti Persangkaan

Alat bukti petunjuk dan alat bukti persangkaan adalah dua alat bukti yang berbeda, baik dalam pengertian maupun penggunaannya. Alat Bukti Petunjuk dikenal dalam Hukum Acara Pidana, sedanhkan Alat Bukti Persangkaan dikenal dalam Hukum Acara Perdata. Berikut akan dibahas terkait kedua alat bjkti tersebut.
A. Alat Bukti Petunjuk
Alat bukti petunjuk diatur dalam Pasal 184 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) yang menyatakan:
“(1) Alat bukti yang sah ialah:
- keterangan saksi;
- keterangan ahli;
- surat;
- petunjuk;
- keterangan terdakwa.
Alat-alat bukti tersebut harus diajukan minimal 2 (dua), sebagaimana asas “unus testis nullus testis” yang memiliki arti satu bukti bukan bukti. Terpenuhinya 2 (dua) alat bukti yang sah dan keyakinan hakim bahwa terdakwa benar-benar bersalah, adalah syarat dapat dijatuhkannya pidana oleh Majelis Hakim.
Urutan alat bukti sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP tersebut merupakan hierarki bukti yang diperlukan atau diajukan untuk membuktikan tindak pidana yang terjadi dan pelakunya. Alat bukti saksi menjadi yang pertama karena pembuktian pidana adalah pembuktian materiil. Oleh karena itu, manakala keterangan saksi ataupun surat telah membuktikan dengan jelas adanya tindak pidana dan siapa pelakunya, maka bukti petunjuk tidak diperlukan. Namun demikian, jika ternyata alat bukti saksi, alat bukti ahli, dan alat bukti surat ternyata tidak dapat memberikan bukti yang kuat atau bahkan tidak memberikan hakim keyakinan tentang terjadinya tindak pidana dan/atau siapa pelakunya, maka hakim dapat menggunakan alat butki petunjuk.
Petunjuk sendiri diatur dalam Pasal 188 KUHAP yang memberikan pengertian petunjuk sebagai:
“Perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, meaupund engan tindak pidan aitu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya”
Adapun persesuaian diambil dari keterangan saksi, surat, dan keterangan terdakwa. Penilaian dan kekuatan pembuktian petunjuk tersebut dilakukan oleh hakim dengan dasar pertimbangan yang arif dan bijaksana, dan hanya dapat diambil setelah mengadakan pemeriksana dengan penuh kecermatan dan keseksamaan berdasarkan hati nuraninya.
B. Alat Bukti Persangkaan
Alat bukti persangkaan merupakan alat bukti dalam Hukum Acara Perdata, sebagaimana diatur dalam Pasal 1866 KUH Perdata jo Pasal 164 HIR yang menyebutkan alat bukti terdiri atas:
- Bukti Tertulis;
- Bukti Saksi;
- Bukti Persangkaan;
- Bukti Pengakuan; dan
- Bukti Sumpah.
Sama halnya dengan KUHAP, urutan alat bukti tersebut merupakan hierarki alat bukti yang harus didahulukan. Alat bukti tertulis menjadi yang pertama mengingat pembuktian dalam hukum acara perdata adalah pembuktian formil.
Pengertian alat bukti persangkaan tertuang dalam Pasal 1915 KUH Perdata yang menyatakan:
“Persangkaan ialah kesimpulan yang oleh undang-undang atau oleh hakim ditarik dari suatu peristiwa yang diketahui umum kea rah suatu peristiwa yang tidak diketahui umum.”
Jenis persangkaan terdiri dari persangkaan yang berdasarkan undang-undang dan persangkaan yang tidak berdasarkan undang-undang. Dengan demikian, persangkaan bukan keterkaitan antara satu alat bukti dengan alat bukti lainnya, melainkan keterkaitan suatu perbuatan dengan ketentuan perundang-undangan.
Sebagai contoh adalah ketika di dalam perjanjian, seseorang tidak melaksanakan kewajibannya, maka dapat dipersangkakan bahwa perjanjian tersebut dapat dibatalkan.
Penulis: Robi Putri J., S.H., M.H., CTL., CLA.
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim PertanyaanDaftar Peserta Kelas Online Gratis “Perjanjian Internasional”
Penahanan dan Pidana Penjara

hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.