Akibat Hukum Perjanjian Batal Demi Hukum Bagi Para PIhak

Dalam artikel berjudul “Syarat Sah Perjanjian, Penjelasan dan Akibat Pelanggarannya” telah dijelaskan beberapa syarat sah suatu perjanjian, diantaranya adalah syarat subyektif dan syarat obyektif yang memiliki perbedaan akibat jika tidak terpenuhi. Perjanjian batal demi hukum manakala syarat obyektif tidak terpenuhi. Sebagai pengingat kembali, yang dimaksud dengan syarat obyektif adalah perjanjian tersebut memiliki obyek tertentu dan perjanjian tersebut juga tidak mengandung perihal yang dilarang oleh hukum yang berlaku.

Terlebih dahulu perlu diketahui arti “batal”, yaitu “tidak berlaku, tidak sah menurut hukum”. Pengertian perjanjian batal demi hukum artinya perjanjian tersebut tidak perlu dibatalkan oleh para pihak, karena unsur utama perjanjian tersebut tidak terpenuhi. Status perjanjian batal demi hukum juga terjadi pada saat perjanjian tersebut dibuat. Oleh karena itu, perjanjian yang batal demi hukum dianggap tidak pernah ada dan tidak mengikat bagi para pihak. Selanjutnya, dikarenakan tujuan para pihak yang membuat untuk membuat perikatan telah gagal, sehingga tidak ada dasar untuk saling menuntut di muka hakim.[1]

Pertanyaan akan timbul manakala terdapat salah satu pihak yang telah melaksanakan prestasi, apakah pihak lain dalam perjanjian wajib untuk melaksanakan prestasi juga, atau pihak lain tersebut memiliki hak untuk tidak melaksanakan prestasinya. Hal tersebut tentunya harus kembali kepada esensi kapan suatu perjanjian dianggal telah “batal demi hukum”. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa perjanjian “batal demi hukum” berarti perjanjian tersebut tidak pernah ada dan tidak pernah mengikat, yang juga berarti hak dan kewajiban/prestasi para pihak dalam perjanjian juga tidak wajib dilaksanakan. Apabila salah satu pihak telah melaksanakan isi perjanjian yang batal demi hukum, tentunya hal tersebut tidak untuk memenuhi perjanjian yang telah batal demi hukum tersebut, melainkan tindakan yang di luar perjanjian yang telah batal demi hukum tersebut. Atas dasar hal tersebut, maka pihak lain dalam perjanjian tidak pula memiliki kewajiban untuk melaksanakan prestasinya sebagaimana tertuang dalam perjanjian yang telah “batal demi hukum” tersebut.

Meski demikian, apabila terdapat salah satu atau lebih pihak yang dirugikan karena telah melaksanakan prestasi terhadap perjanjian yang batal demi hukum tersebut, maka pihak lain yang dirugikan dapat mengajukan gugatan berdasarkan pada Pasal 1365 KUH Perdata. Adapun isi atau bunyi dari Pasal 1365 KUH Perdata adalah:

“Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.”

Namun demikian, tentunya prestasi yang diminta tersebut tentunya adalah dalam bentuk pengembalian, kecuali terhadap hal-hal yang melanggar hukum.

Penulis: R. Putri. J.

 

[1] Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Cetakan V, 1978, hlm. 19.

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.