Akibat Hukum Penerapan KUHP Baru Bagi Terpidana yang Sedang Menjalani Hukumannya

Pada awal bulan Januari 2023 lalu, Presiden Joko Widodo menandatangani salinan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (UU 1/2023). Hal ini menandakan bahwa Indonesia telah memiliki rumusan hukum pidana sendiri setelah sekian lama menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana terjemahan Belanda (KUHP Belanda). Ada beberapa perbedaan yang mendasar terkait dengan rumusan yang dimuat dalam UU 1/2023 mengenai pemberlakuan suatu pemidanaan. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 3 UU 1/2023 yang menyatakan bahwa:

  1. Dalam hal terdapat perubahan peraturan perundang-undangan sesudah perbuatan terjadi, diberlakukan peraturan perundang-undangan yang baru, kecuali ketentuan peraturan perundang-undangan yang lama menguntungkan bagi pelaku dan pembantu Tindak Pidana.
  2. Dalam hal perbuatan yang terjadi tidak lagi merupakan Tindak Pidana menurut peraturan perundang-undangan yang baru, proses hukum terhadap tersangka atau terdakwa harus dihentikan demi hukum.
  3. Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterapkan bagi tersangka atau terdakwa yang berada dalam tahanan, tersangka atau terdakwa dibebaskan oleh Pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan.
  4. Dalam hal setelah putusan pemidanaan berkekuatan hukum tetap dan perbuatan yang terjadi tidak lagi merupakan Tindak Pidana menurut peraturan perundang-undangan yang baru, pelaksanaan putusan pemidanaan dihapuskan.
  5. Dalam hal putusan pemidanaan telah berkekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (4), instansi atau Pejabat yang melaksanakan pembebasan merupakan instansi atau Pejabat yang berwenang.
  6. Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (5) tidak menimbulkan hak bagi tersangka, terdakwa, atau terpidana menuntut ganti rugi.
  7. Dalam hal setelah putusan pemidanaan berkekuatan hukum tetap dan perbuatan yang terjadi diancam dengan pidana yang lebih ringan menurut peraturan perundang-undangan yang baru, pelaksanaan putusan pemidanaan disesuaikan dengan batas pidana menurut peraturan perundang-undangan yang baru.

Rumusan ketentuan Pasal 3 UU 1/2023 mengatur terkait peralihan terhadap pemberlakuan suatu peraturan atas perbuatan yang telah terjadi sebelum berlakunya UU 1/2023. Artinya, UU 1/2023 dapat berlaku surut atau mengandung asas retroaktif. Asas retroaktif ini muncul sebagai konsekuensi diterapkannya asas legalitas yang terdapat dalam Pasal 1 UU 1/2023. Spesifik pada ketentuan Pasal 3 Ayat (1) UU 1/2023 asas retroaktif ini muncul apabila ada masa transisi, yaitu dalam hal ada perubahan perundang-undangan dengan prinsip hukum yang diberlakukan adalah hukum yang menguntungkan atau meringankan terdakwa. Rumusan tersebut memberikan keringanan bagi Pelaku Tindak Pidana untuk memperoleh suatu hukuman yang lebih menguntungkan dalam menjalani masa hukumannya.

Selain itu, terdapat perbedaan antara penerapan asas retroaktif dalam ketentuan KUHP terjemahan Belanda dengan Pasal 3 UU 1/2023. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 3 Ayat (2) dan (4) UU 1/2023 yang mengatur adanya pembebasan atas tindak pidana yang sudah tidak lagi merupakan tindak pidana menurut ketentuan UU 1/2023. Rumusan ini merupakan perluasan dari Pasal 3 Ayat (1) UU 1/2023 mengenai pemberlakuan hukuman pidana. Sebelumnya hal ini tidak diatur dalam KUHP terjemahan Belanda, namun dalam rumusan Pasal 1 Ayat (2) KUHP terjemahan Belanda dapat dimaknai bahwa apabila peristiwa pidana dilakukan sebelum ketentuan pidana yang mengenai peristiwa pidan aitu diubah, sehingga peristiwa pidan aitu dapat dikenakan 2 (dua) macam ketentuan pidana ialah yang lama atau yang baru.

Pembebasan yang dimaksud dalam Pasal 3 Ayat (2) dan (4) UU 1/2023 berupa penghentian proses hukum apabila perbuatan yang dilakukan tidak lagi merupakan tindak pidana menurut UU 1/2023 dan penghapusan pelaksanaan putusan pemidanaan. Berkaitan dengan penghentian proses hukum apabila perbuatan tidak lagi merupakan tindak pidana dibebaskan oleh Pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan. Misalnya, apabila seseorang ditahan di Kepolisian maka penghentian proses hukumnya mengacu pada ketentuan yang berlaku di tingkat kepolisian yakni Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 Tentang Manajemen Tindak Pidana.

Berkaitan dengan penghapusan pelaksanaan putusan pemidanaan sebagaimana dimaksud Pasal 3 Ayat (4) UU 1/2023 tidak penjelasan lebih lanjut meskipun terdapat pengaturan selanjutnya yang dimuat pasal 3 Ayat (5) UU 1/2023 bahwa penghapusan pelaksanaan putusan pemidanaan dilakukan instansi atau Pejabat yang berwenang. Sebenarnya tata cara penghapusan pelaksanaan putusan pemidaan belum diatur secara rinci mengingat UU 1/2023 akan diberlakukan secara efektif pada tahun 2026 yang akan datang. Instansi yang berwenang melaksanakan putusan pemidanaan adalah kejaksaan juga belum mengatur secara rinci mengenai penghapusan pelaksanaan putusan pemidanaan. Satu-satunya cara untuk menghapus pelaksanaan putusan pemidanaan saat ini adalah melalui grasi sebagaimana dimaksud Pasal 4 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi.

Dibebaskannya tersangka, terdakwa atau terpidana karena perbuatan yang dilakukan tidak lagi merupakan tindak pidana menurut UU 1/2023 tidak menimbulkan hak untuk menuntut ganti rugi. Dengan demikian akibat hukum atas penerapan UU 1/2023 bagi tersangka, terdakwa atau terpidana yang sedang menjalani masa hukumannya dapat dibebaskan dari hukumannya apabila perbuatan yang dilakukan tidak lagi merupakan tindak pidana menurut UU 1/2023.

 

Penulis: Rizky Pratama J., S.H.

Editor: R. Putri J., S.H., M.H., & Mirna R., S.H., M.H.

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.