Addendum Perjanjian Tanpa Persetujuan Penjamin/Borgtocht

Addendum dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai jilid tambahan (pada buku) lampiran; ketentuan atau pasal tambahan, misal dalam akta.[1] Pada umumnya, istilah addendum digunakan dalam istilah perubahan pada suatu perikatan atau perjanjian. Dengan kata lain, Addendum adalah perjanjian tertulis antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa, yang memuat perubahan-perubahan dalam Pekerjaan. Perlu diketahui bahwa addendum juga harus dibuat pada saat penutupan perjanjian dan semua perubahan perjanjian atau teknis penting lainnya.

Perubahan atau penambahan addendum perjanjian ini dapat dilakukan, selama semua pihak menyetujuinya. Perlu diperhatikan bahwa tidak hanya penambahan saja, namun semua bentuk perubahan pada perjanjian haruslah melalui proses addendum perjanjian. Terdapat 3 jenis addendum perjanjian sebagai berikut:

  1. Adendum tambah kurang yang diterapkan ketika ada perubahan pada pekerjaan. Lebih spesifiknya lagi, jenis adendum tambah kurang dapat dibagi menjadi 4 macam, sebagai berikut:
  • Addendum tambah kurang dengan nilai perjanjian tetap
  • Addendum tambah kurang dengan nilai perjanjian bertambah
  • Addendum tambah kurang dengan nilai perjanjian tetap dan target berubah
  • Addendum tambah kurang dengan nilai perjanjian bertambah dan target berubah
  1. Addendum perjanjian yang diterapkan karena adanya perubahan jadwal pelaksanaan pekerjaan, disebut juga dengan adendum waktu.
  2. Adendum penyesuaian harga atau eskalasi yang disebut juga sebagai adendum harga atau nilai perjanjian. Adendum perjanjian semacam ini biasanya dilakukan untuk multi years contract atau perjanjian tahun jamak atau jika ada kenaikan harga bahan bakar minyak yang sangat tinggi.[2]

Pada penerapannya, addendum perjanjian lebih dipilih dibandingkan membuat perjanjian baru dengan alasan kepraktisan dan lebih menghemat waktu serta biaya, jika dibandingkan harus membuat perjanjian baru untuk perubahan dan atau penambahan isi dari suatu perjanjian. Apabila pada saat perjanjian berlangsung ternyata terdapat hal-hal yang perlu dilakukan perubahan dalam klausula/pasal, maka dapat dilakukan musyawarah antara para pihak yang terkait di dalam perjanjian tersebut untuk membuat suatu mufakat. Ketentuan atau hal-hal yang akan mengalami perubahan tersebut harus dituangkan dalam bentuk tertulis disertai berita acara sebagai dasar adendum perjanjian.[3]

Addendum perjanjian ini tentu akan memiliki dampak terhadap penjaminan termasuk misalnya jumlah yang dijamin, jumlah maksimum penjaminan dan masa berlaku perjanjian sebagaimana diatur dalam Perjanjian. Apalagi jika dalam perjanjian tersebut terdapat pihak penanggung atau yang dikenal dengan istilah Borgtocht. Dalam Pasal 1820 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) menyebutkan bahwa:

Suatu perjanjian dengan mana seorang pihak ketiga guna kepentingan si berhutang mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan si berhutang mana hak orang tersebut tidak memenuhinya.

Penanggungan merupakan jaminan yang diberikan guarantor kepada kreditur untuk melunasi kewajiban dari debitur dalam hal debitur ingkar janji (wanpretasi) dalam memenuhi kewajibannya kepada kreditur. Dalam pengertian ini harus dipenuhi dahulu suatu syarat yaitu pembuktian bahwa debitur telah melakukan wanprestasi, dalam melaksanakan kewajibannya dan harta debitur terlebih dahulu diambil untuk pelunasan kewajiban, apabila belum cukup barulah pemenuhan kewajiban diwajibkan kepada guarantor.[4]

Berkaitan dengan keberadaan penanggung atau borgtocht dalam suatu perjanjian yang telah dilakukan addendum akan berdampak terhadap statusnya sebagai penanggung. Sebab, dalam hal ini perubahan atau addendum tersebut dapat menyangkut isi dari perjanjian itu sendiri, sehingga addendum tersebut dapat tidak disetujui. Perubahan perjanjian yang tidak disetujui oleh penjamin atau borgtocht sebenarnya dapat dilihat dari syarat-syarat sahnya perjanjian yang dimuat dalam Pasal 1320 KUH Perdata.

  1. Adanya kesepakatan kehendak (Consensus, Agreement). Ini dapat dicapai jika tidak ada paksaan, penipuan, dan kesilapan.
  2. Kecakapan atau wewenang untuk bertindak berdasarkan hukum (Capacity). Setiap orang cakap untuk membuat perjanjian kecuali orang-orang yang ditentukan tidak cakap menurut hukum, meliputi orang yang belum dewasa dan orang yang berada di bawah pengampunan.
  3. Perihal atau objek tertentu. Maksud dari pasal ini adalah suatu perikatan mesti berkaitan dengan suatu hal tertentu yang jelas dan benar berdasarkan hukum.
  4. Klausa yang legal, diperbolehkan, atau halal. Perjanjian tidak boleh dibuat untuk melakukan hal-hal yang melawan hukum.

Apabila salah satu unsur sahnya perjanjian tidak terpenuhi, borgtocht dapat menolak perjanjian tersebut. Dengan demikian terkait dengan addendum atau perubahan perjanjian dapat dilakukan apabila terdapat kondisi-kondisi yang mengharuskan dilakukannya perubahan terhadap perjanjian. Sebagai catatan, untuk mengatisipasi adanya permasalahan antar para pihak dalam perjanjian, oleh karena itu sebelum dilakukan perubahan hendaknya memberitahukan keadaan atau permasalahan yang menyebabkan perjanjian tersebut diubah.

 

Penulis: Rizky Pratama J., S.H.

Editor: Mirna R., S.H., M.H.,CCD. & R. Putri J., S.H., M.H., CTL., CLA.

 

[1] Kamus Besar Bahasa Indonesia

[2] HS. Salim, Perkembangan Hukum Perjanjian Diluar KUHPerdata, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm. 38

[3] Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu. Cet.9, Penerbit Sumur, Bandung, 1991.

[4] M. Bahsan, Hukum Jaminan Dan Jaminan Kredit, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm. 67

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.