Independensi Pers Saat Wartawan Dilantik Menjadi Kapolsek
Wartawan dilantik menjadi Kapolsek, menjadi berita yang hangat belakangan ini. Seorang polisi bernama Iptu Umbaran kini menjadi Kapolsek Kradenan setelah menyamar sebagai wartawan kontributor selama belasan tahun dan membuat TVRI buka suara terkait Iptu Umbaran yang menyatakan bahwa “TVRI Jawa Tengah benar-benar tidak tahu kalau saudara Umbaran adalah anggota intel,” ujar Dirut TVRI Iman Brotoseno kepada detikcom, Rabu (14/12/2022).[1] Iman mengatakan, selama menjadi kontributor, Umbaran tidak memiliki kewajiban untuk hadir di kantor. “Selama menjadi kontributor memang tidak ada kewajiban untuk hadir setiap hari di kantor. Dia bisa mengirim berita dari mana saja,” Ditemui detikJateng, Senin (12/12), Iptu Umbaran membenarkan bahwa dia pernah aktif menjadi jurnalis. Dia mengatakan hal itu merupakan bagian dari tugas dan perintah pimpinan. “Terkait saya dulu pernah aktif di jurnalistik, itu adalah bagian dari pelaksanaan tugas dan perintah pimpinan,” ucapnya saat dilansir detikJateng. Secara terpisah, Kabid Humas Polda Jateng Kombes Iqbal Alqudusy membenarkan bahwa Iptu Umbaran Wibowo pernah bekerja sebagai wartawan, tapi untuk wilayah Pati. “Iptu Umbaran betul anggota Polri dan benar pernah bekerja sebagai kontributor di TVRI Jateng untuk wilayah Pati,” katanya saat dihubungi awak media, Rabu (14/12).
Profesi wartawan dengan polisi merupakan suatu profesi yang berbeda-beda. Polisi merupakan bagian dari aparat Penegak Hukum di Indonesia. Sedangkan wartawan sendiri merupakan suatu profesi yang terjun dalam dunia pers. Ishwara (2014:34-38) memberikan definisi mengenai profesi wartawan sebagai berikut ini:
“Wartawan adalah seseorang yang menjalankan profesi jurnalistik. Ia merupakan sosok manusia yang setiap harinya melakukan ritual jurnalistik demi mencari berita yang bersifat aktual, faktual, dan di dalamnya terkandung nilai kebenaran”.
Sama seperti profesi lainnya, wartawan memiliki independensi serta memiliki aturan hukum dan kode etik yang mengatur perilaku orang-orang yang berprofesi sebagai wartawan. Profesi wartawan sendiri diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers yang selanjutnya disebut sebagai UU Pers serta kode etik yang mengatur perilaku wartawan yaitu Kode Etik Jurnalistik.
Dalam menjalankan profesinya seorang wartawan diharuskan untuk memperhatikan elemen-elemen jurnalisme dalam Kode Etik Jurnalistik. Terdapat 10 (sepuluh) elemen jurnalisme menurut jurnalis Bill Kovach dan Tom Rosenstiel (2001) dalam The Elements of Journalism, What Newspeople Should Know and the Public Should Expect (Newyork: Crown Publishers, 2001)[2] diantaranya adalah sebagai berikut ini:
- Kewajiban pertama adalah kebenaran
- Kesetiaan (loyalitas) jurnalisme adalah kepada warga (citizens)
- Disiplin verifikasi
- Jurnalis harus tetap independent
- Jurnalis bertindak sebagai pemantau
- Jurnalisme harus menyediakan forum bagi kritik, komentar, dan tanggapan dari publik
- Membuat hal yang penting itu menjadi menarik dan relevan
- Berita yang disajikan komprehensif dan proporsional
- Mengikuti hati nurani, etika, tanggung jawab moral, dan standar nilai
- Warga juga memiliki hak dan tanggung jawab moral, dan standar nilai
Independensi wartawan juga beberapa kali disebutkan. Independensi disebut dalam UU Pers dan juga Kode Etik Jurnalistik. Amanat UU Pers kepada wartawan untuk bersikap independen disebutkan dalam konsideran Menimbang huruf c yakni:
“bahwa pers nasional sebagai wahana komunikasi massa, penyebar informasi, dan pembentuk opini harus dapat melaksanakan asas, fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya dengan sebaik-baiknya berdasarkan kemerdekaan pers yang profesional, sehingga harus mendapat jaminan dan perlindungan hukum, serta bebas dari campur tangan dan paksaan dari manapun;”
Kemudian dalam Kode Etik Jurnalistik mengenai independensi wartawan disebut dalam Pasal 1 yang menyebutkan bahwa:
“Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.”
Independensi merupakan unsur penting yang harus dimiliki oleh seseorang yang berprofesi sebagai wartawan. Sebelum menelusur lebih lanjut apa itu independensi perlulah untuk mengetahui definisi dari kata tersebut. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memberi dua definisi pada kata independen sebagai dasar kata. Definisi tersebut adalah:
- yang berdiri sendiri; yang berjiwa bebas
- tidak terikat pada pihak lain
Selanjutnya masih dalam Kode Etik Jurnalistik Pasal 1 huruf a juga memberi arti pada independensi kepada wartawan yakni sebagai berikut:
“Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.”
Bagaimana Jika Seorang Wartawan Tidak Bersikap Independen? Tindakan Apa yang Harus Dilakukan Kepada Wartawan yang Tidak Bersikap Independen Dan Siapa yang Berhak Melakukan Tindakan?
Sikap wartawan yang tidak bersikap independen jelas bahwasanya ia telah melanggar amanat UU Pers dan juga sekaligus melanggar Kode Etik Jurnalistik. Sebagaimana seperti profes-profesi lainnya apabila terjadi pelanggaran kode etik maka diperlukan suatu tindakan yang harus dilakukan kepada seorang wartawan yang diduga telah melakukan pelanggaran kode etik. Selain itu juga terdapat pihak yang berwenang melakukan tindakan pada seseorang yang diduga telah melanggar kode etik profesinya.
Mengenai tindakan yang harus dilakukan kepada wartawan apabila diduga melakukan pelanggaran kode etik, Kode Etik Jurnalistik mengatur sebagai berikut ini:
“Penilaian akhir atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan Dewan Pers. Sanksi atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan oleh organisasi wartawan dan atau
perusahaan pers.”
Mengenai susunan anggota Dewan Pers, UU Pers dalam Pasal 15 mengatur sebagai berikut ini:
- wartawan yang dipilih oleh organisasi wartawan;
- pimpinan perusahaan pers yang dipilih oleh organisasi perusahaan pers;
- tokoh masyarakat, ahli di bidang pers dan atau komunikasi, dan bidang lainnya yang dipilih oleh organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers;
- Ketua dan Wakil Ketua Dewan Pers dipilih dari dan oleh anggota.
Penilaian akhir atas pelanggaran Kode Etik Jurnalistik dilakukan oleh Dewan Pers. Artinya Dewan Pers adalah lembaga yang berhak menilai ada atau tidaknya pelanggaran Kode Etik Jurnalistik. Tidak satu orang atau lembaga pun yang berhak memberikan penilaian atau pernyataan pers melanggar Kode Etik Jurnalistik selain Dewan Pers. Dalam hal ini Dewan Pers adalah lembaga pertama dan terakhir yang menentukan ada tidaknya pelanggaran Kode Etik Jurnalistik. Jika ada pelanggaran Kode Etik Jurnalistik, Dewan Pers pula yang menentukan jenis pelanggaran apa yang terjadi.[3]
Akan tetapi setelah Dewan Pers menetapkan penilaian akhir, mengenai pelaksanaan sanksi tidaklah dilakukan oleh Dewan Pers. Pelaksanaan sanksinya dilakukan oleh Organisasi Wartawan atau bisa juga dilakukan oleh Perusahaan Pers. Walaupun penilaian akhir ada atau tidaknya pelanggaran atas Kode Etik Jurnalistik dilakukan oleh Dewan Pers, namun demikian Dewan Pers sendiri tidak melaksanakan sanksi atas pelanggaran Kode Etik Jurnalistik. Adapun sanksi atas pelanggaran Kode Etik jurnalistik itu dilakukan oleh organisasi wartawan dan atau perusahaan pers.[4]
[1] https://news.detik.com/berita/d-6461573/dirut-tvri-jateng-benar-benar-tidak-tahu-iptu-umbaran-adalah-intel
[2] https://www.batubarakab.go.id/post/dasardasar-jurnalistik-pengertian-jenis-teknik-kode-etik-1615310882#:~:text=Kode%20Etik%20Jurnalistik&text=Independen%2C%20akurat%2C%20berimbang%2C%20dan,berita%20investigasi%20bagi%20kepentingan%20publik).
[3] https://dewanpers.or.id/kontak/faq/start/70
[4] Ibid,
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim Pertanyaanhukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.