Waris dan Wasiat

Waris dan Wasiat pada dasarnya merupakan dua hal yang berbeda, namun memiliki kesamaan dalam hal waktu keberlakuannya. Hal tersebut dikarenakan baik waris maupun wasiat baru akan berlaku bila seseorang yang meninggalkan harta waris dan meninggalkan wasiat tersebut telah meninggal dunia.
Sebagaimana telah dibahas dalam Hukum Waris Islam, Hukum Waris Berdasar KUH Perdata, dan Hukum Waris Adat, Indonesia mengakui keberlakuan ketiga hukum tersebut, dan masyarakat diperkenankan tunduk kepada salah satunya. Pasal 830 KUH Perdata menyatakan bahwa “Pewarisan hanya terjadi karena kematian”, yang artinya segala hal tentang hukum waris hanya akan berlaku dan dapat diterapkan apabila Pewaris meninggal dunia. Adapun hukum waris telah diatur berdasarkan masing-masing hukum yang berlaku, dimana pembagian dan ketentuan-ketentuan tentang hak waris juga telah diatur di dalamnya.
Di sisi lain, wasiat pun juga diatur tersendiri berdasarkan hukum Islam, KUH Perdata, dan Hukum Adat. Wasiat berdasar Hukum Islam dapat dilihat ketentuan-ketentuannya dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI), sedangkan wasiat dalam KUH Perdata dapat dilihat pada Pasal 87 KUH Perdata.
Apabila hukum waris menentukan bagian-bagian harta waris bagi masing-masing ahli waris, wasiat merupakan kesempatan bagi Pewaris untuk membagi bagian tertentu dari harta warisnya kepada salah satu ahli waris atau orang yang bukan ahli waris. Penetapan Ahli Waris dapat dilakukan salah satunya dengan akta notaris, namun juga dapat dibuat hanya berdasar pada surat keterangan lurah ataupun berdasar pada penetapan pengadilan setelah Pewaris meninggal dunia. Di sisi lain, wasiat harus dibuat oleh seseorang sebelum dirinya meninggal dan akan berlaku apabila dirinya nanti meninggal, dimana wasiat tersebut berdasar KUH Perdata harus dibuat berdasar akta notaris, sedangkan hukum Islam memperbolehkan wasiat dibuat tidak berdasar akta notaris namun cukup dengan 2 (dua) saksi. Adapun terdapat batas maksimal bagian harta waris yang dapat diwasiatkan kepada pihak lain selain ahli waris, atau yang biasa disebut dengan legitime portie.
Adapun ketika pembagian waris terjadi, dan legitime portie telah dipenuhi, maka harta waris yang dapat dibagikan harus dikurangkan dulu dengan harta yang diwasiatkan.
Penulis: Robi Putri J., S.H., M.H., CTL., CLA.
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim PertanyaanPenjualan Benda Jaminan Oleh Kreditur Separatis Ketika Debitur Pailit
Penutupan E-Commerce TikTok

hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.