Wamenkumham Diusir Dari Ruang Sidang DPR, Pengaruh Status Tersangka Terhadap Jabatan

Wamenkumham Diusir Dari Ruang Sidang DPR

Tercatat pada tanggal 09 November lalu, Wakil Kemenkumham Edward Omar Sharif Hiariej atau akrab disapa dengan Eddy Hiariej ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi. Dalam kasus tersebut KPK menetapkan setidaknya ada 4 tersangka selain Eddy. Permasalahan ini menjadi tanggung jawab dari KPK untuk menyelesaikan dan menindak lanjuti secara hukum tentang dugaan suap dan gratifikasi yang ada. Juru bicara KPK Ali Fikri menjelaskan bahwa proses penanganan kasus tersebut membutuhkan waktu dan proses yang panjang.[1]

Sampai saat ini penanganan kasus dugaan suap dan gratifikasi tersebut masih tetap berlanjut dan Eddy selaku tersangka masih tetap menjalankan tugasnya sebagai Wakil Kemenkumham. Berita yang ramai belakangan ini berasal dari permintaan Benny yang merupakan Anggota DPR Partai Demokrat pada saat rapat DPR Komisi III dengan jajaran Kemenkumham tentang optimalisasi peran dan fungsi kemenkumham menjelang pemilu 2024. Pada saat Yasonna Laoly selaku Menkumham akan memaparkan data, Benny menyatakan interupsi dan menginginkan agar Wakil Kemenkumham yaitu Eddy yang menyandang status tersangka KPK untuk meninggalkan rapat dan tidak sepatutnya berada pada forum tersebut. Rapat yang dipimpin oleh Habiburohkman Wakil Ketua Komisi III DPR sempat mengalami suasana tegang. Habiburokhman memutuskan untuk tetap melanjutkan rapat dengan saudara Eddy tetap berada dalam forum tersebut.[2]

Sebagaimana pernyataan dari Wakil Ketua KPK Johanis Tanak, bahwa kasus yang menyeret Eddy juga berhubungan dengan HAM, maka tidak ada paksaan untuk dilakukan penahanan/penangkapan. KPK memberikan alasan bahwa Wamenkumham tidak ditahan karena masih memerlukan waktu dan proses yang panjang untuk penyelesaian perkara korupsi oleh KPK. hal tersebut disampaikan oleh Ali Fikri saat diwawancarai oleh merdeka.com pada 20 November 2023.

Asas Praduga Tidak Bersalah

Adanya peristiwa/fenomena di atas dapat kita hubungkan dengan asas praduga tak bersalah. Penerapan asas tersebut berkaitan dengan kedudukan yang tidak seimbang antara tersangka/terdakwa dengan aparat hukum yang berkepentingan. Sehingga dikhawatirkan terjadi tindakan yang sewenang-wenang dari aparat hukum. Penerapan asas praduga tak bersalah dalam lingkup pidana sangat berkaitan dengan sistem penghukuman dalam hukum pidana itu sendiri. Pengaturan asas praduga tak bersalah (presumption of innocence) sering dihadapkan dengan hak asasi manusia (HAM), sehingga asas itu juga tercantum dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia[3].

Penjelasan umum angka 3 huruf c KUHAP memaparkan bahwa “setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap”. Yang kemudian sejalan juga dengan Pasal 8 Ayat (1) UU Kekuasaan Kehakiman. Menurut Yahya Harahap, tujuan asas praduga tak bersalah pada peradilan pidana adalah guna memberikan pedoman pada para penegak hukum untuk mempergunakan prinsip akusator yang menempatkan tersangka/terdakwa sebagai subjek dalam pemeriksaan, sehingga terdakwa/tersangka harus didudukkan dan diperlakukan dalam kedudukan manusia yang mempunyai harga diri dan hak yang sama dengan yang lainnya.[4] Sedangkan terkait jabatannya sebagai wakil menteri diatur pula dalam Pasal 24 Ayat (3) q Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Kementerian Negara menyebutkan “Presiden memberhentikan sementara menteri yang didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih”.

Dengan demikian posisi Eddy selaku Wamenkumham dan terduga tersangka kasus suap dan gratifikasi tidak dilakukan penangkapan atau penahanan karena posisinya yang tidak mengancam pada proses penyelesaian perkara tersebut. Selain itu, berlaku juga pada Eddy asas praduga tak bersalah sampai status tersangka nya menjadi putusan yang berkekuatan hukum tetap dalam muka persidangan.

 

Penulis: Hasna M. Asshafri, S.H.

Editor: Robi Putri J., S.H., M.H., CTL., CLA., & Mirna R., S.H., M.H., CCD.

 

[1]https://www.westjavatoday.com/alasan-wamenkumham-eddy-hiariej-belum-ditahan-kpk-menyangkut-hak-asasi-manusia

[2]https://nasional.kompas.com/read/2023/11/21/17400251/wamenkumham-diusir-dari-rapat-dpr-karena-status-tersangka-yasonna-hargai?page=all

[3] Butar, E Nurhaini. Asas praduga Tidak Bersalah: Penerapan dan Pengaturannya Dalam Hukum Acara Perdata, Journal Dinamika Hukum, Vol. 11 (3), 2011,, 475

[4] Harahap, M. Yahya. Pembahasan Permasalahan dan Penetapan KUHAP Penyidikan dan Penuntutan. Jakarta: Sinar Grafika, 2006, 124

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.