Upaya Hukum Dalam Putusan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) merupakan prosedur yang biasanya dilakukan oleh debitor untuk menghindari kepailitan. PKPU diatur dalam ketentuan Pasal 222 sampai dengan Pasal 288 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disebut UU KPKPU). PKPU dapat diajukan oleh debitor yang mempunyai lebih dari 1 (satu) kreditor atau oleh kreditor sebagaimana ketentuan dalam Pasal 222 UU KPKPU. Sebuah perusahaan dapat dimohonkan PKPU apabila debitor dan/atau kreditor memperkirakan debitor tidak dapat membayar utangnya sebagaimana ketentuan dalam Pasal 222 UU KPKPU yang menyatakan sebagai berikut:
- Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang diajukan oleh Debitor yang mempunyai lebih dari 1 (satu) Kreditor atau oleh Kreditor;
- Debitor yang tidak dapat atau memperkirakan tidak akan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon penundaan kewajiban pembayaran utang, dengan maksud untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada Kreditor;
- Kreditor yang memperkirakan bahwa Debitor tidak dapat melanjutkan membayar utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon agar kepada Debitor diberi penundaan kewajiban pembayaran utang, untuk memungkinkan Debitor mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada Kreditornya.
Pengajuan PKPU harus dilakukan melalui permohonan ke Pengadilan Niaga. Dalam hal permohonan diajukan oleh debitor dalam waktu paling lambat 3 (tiga) hari sejak tanggal didaftarkannya surat permohonan, Pengadilan Niaga harus mengabulkan PKPU sementara dan harus menunjuk seorang hakim pengawas dari hakim Pengadilan Niaga serta mengangkat 1 (satu) atau lebih pengurus yang bersama dengan debitor mengurus harta debitor sebagaimana ketentuan dalam Pasal 225 ayat (2) UU KPKPU. Sedangkan, apabila permohonan diajukan oleh kreditor, maka dalam waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari sejak tanggal didaftarkannya surat permohonan, Pengadilan Niaga harus mengabulkan permohonan PKPU sementara dan harus menunjuk hakim pengawas dari hakim pengadilan serta mengangkat 1 (satu) atau lebih pengurus yang bersama dengan debitor mengurus harta debitor sebagaimana ketentuan dalam Pasal 225 ayat (3) UU KPKPU. Hal tersebut berlaku sepanjang debitor telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam Pasal 222 dan Pasal 224 UU KPKPU, pengadilan dengan sendirinya harus memberikan PKPU sementara sebelum akhirnya pengadilan memberikan keputusan mengenai KPKPU tetap yaitu setelah dilakukan pemeriksaan sebagaimana mestinya.[1]
Kemudian, segera setelah putusan PKPU sementara diucapkan, Pengadilan Niaga melalui pengurus wajib memanggil debitor dan kreditor yang dikenal dengan surat tercatat atau melalui kurir, untuk menghadap dalam sidang yang diselenggarakan paling lama pada hari ke-45 (empat puluh lima) terhitung sejak putusan PKPU sementara diucapkan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 225 ayat (4) UU KPKPU. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 226 ayat (1) UU KPKPU pengurus wajib segera mengumumkan putusan PKPU sementara dalam Berita Negara Republik Indonesia dan paling sedikit dalam 2 (dua) surat kabar harian yang ditunjuk oleh hakim pengawas dan pengumuman tersebut juga harus memuat undangan untuk hadir pada persidangan yang merupakan rapat permusyawaratan hakim berikut tanggal, tempat, dan waktu sidang tersebut, nama hakim pengawas dan nama serta alamat pengurus. Apabila pada waktu PKPU sementara diucapkan sudah diajukan rencana perdamaian oleh debitor, maka hal tersebut harus disebutkan dalam pengumuman dan pengumuman tersebut harus dilakukan dalam jangka waktu paling lama 21 (dua puluh satu) hari sebelum tanggal sidang yang direncanakan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 226 ayat (2) UU KPKPU. Selanjutnya yaitu dilaksanakannya persidangan untuk menentukan apakah PKPU sementara dapat diperpanjang menjadi PKPU tetap melalui perdamaian atau debitor harus dinyatakan pailit sebagaimana ketentuan dalam Pasal 230 UU KPKPU. Apabila terjadi perdamaian, maka Pengadilan Niaga wajib memberikan putusan mengenai perdamaian disertai alasan-alasannya pada sidang sebagaimana ketentuan dalam Pasal 285 ayat (1) UU KPKPU, namun apabila rencana perdamaian ditolak oleh para kreditor atau debitor mengajukan pailit, maka selanjutnya yaitu diproses sebagaimana ketentuan dalam kepailitan dapat dilihat dalam artikel sebelumnya mengenai tata cara pengajuan kepailitan. (disini)
Pasal 235 ayat (1) UU KPKPU menyatakan bahwa terhadap putusan PKPU tidak dapat diajukan upaya hukum apapun, dimana hal tersebut harus diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia dan paling sedikit dalam 2 (dua) surat kabar harian yang ditunjuk oleh hakim pengawas sebagaimana ketentuan dalam Pasal 235 ayat (2) UU KPKPU. Namun, berbeda halnya dengan Kepilitan dan Pengakhiran PKPU, terhadap Putusan pailit dan Pengakhiran PKPU dapat dilakukan upaya hukum kasasi dan peninjauan kembali sebagaimana ketentuan dalam Pasal 11 ayat (1) dan Pasal 256 ayat (1) UU KPKPU. Kemudian juga dapat dilakukan upaya hukum luar biasa dengan melakukan permohonan peninjauan kembali sebagaimana ketentuan dalam  Pasal 295 UU KPKPU yang menyatakan sebagai berikut :
- Terhadap putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dapat diajukan permohonan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini;
- Permohonan peninjauan kembali dapat diajukan, apabila:
- setelah perkara diputus ditemukan bukti baru yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa di Pengadilan sudah ada, tetapi belum ditemukan; atau
- dalam putusan hakim yang bersangkutan terdapat kekeliruan yang nyata.
Permohonan peninjauan kembali dapat dilakukan dengan cara sebagaimana ketentuan dalam Pasal 296 sampai dengan Pasal 298 UU KPKPU yang menyatakan sebagai berikut:
Pasal 296
- Pengajuan permohonan peninjauan kembali berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 295 ayat (2) huruf a, dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 180 (seratus delapan puluh) hari setelah tanggal putusan yang dimohonkan peninjauan kembali memperoleh kekuatan hukum tetap;
- Pengajuan permohonan peninjauan kembali berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 295 ayat (2) huruf b, dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal putusan yang dimohonkan peninjauan kembali memperoleh kekuatan hukum tetap;
- Permohonan peninjauan kembali disampaikan kepada Panitera Pengadilan;
- Panitera Pengadilan mendaftar permohonan peninjauan kembali pada tanggal permohonan diajukan, dan kepada pemohon diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani Panitera Pengadilan dengan tanggal yang sama dengan tanggal permohonan didaftarkan;
- Panitera Pengadilan menyampaikan permohonan peninjauan kembali kepada Panitera Mahkamah Agung dalam jangka waktu 2 (dua) hari setelah tanggal permohonan didaftarkan.
Pasal 297
- Pemohon peninjauan kembali wajib menyampaikan kepada Panitera Pengadilan bukti pendukung yang menjadi dasar pengajuan permohonan peninjauan kembali dan untuk termohon salinan permohonan peninjauan kembali berikut salinan bukti pendukung yang bersangkutan, pada tanggal permohonan didaftarkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 296 ayat (4);
- Tanpa mengenyampingkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Panitera Pengadilan menyampaikan salinan permohonan peninjauan kembali berikut salinan bukti pendukung kepada termohon dalam jangka waktu paling lambat 2 (dua) hari setelah tanggal permohonan didaftarkan;
- Pihak termohon dapat mengajukan jawaban terhadap permohonan peninjauan kembali yang diajukan, dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari setelah tanggal permohonan peninjauan kembali didaftarkan;
- Panitera Pengadilan wajib menyampaikan jawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada Panitera Mahkamah Agung, dalam jangka waktu paling lambat 12 (dua belas) hari setelah tanggal permohonan didaftarkan.
Pasal 298
- Mahkamah Agung segera memeriksa dan memberikan putusan atas permohonan peninjauan kembali dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal permohonan diterima Panitera Mahkamah Agung;
- Putusan atas permohonan peninjauan kembali harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum;
- Dalam jangka waktu paling lambat 32 (tiga puluh dua) hari setelah tanggal permohonan diterima Panitera Mahkamah Agung, Mahkamah Agung wajib menyampaikan kepada para pihak salinan putusan peninjauan kembali yang memuat secara lengkap pertimbangan hukum yang mendasari putusan tersebut.
Berdasarkan hal tersebut, maka upaya hukum peninjauan kembali dapat dilakukan berdasarkan alasan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 295 ayat (2) UU KPKPU.
Contoh kasus mengenai peninjauan kembali terhadap putusan PKPU yaitu kasus yang terjadi pada PT Sentul City Tbk. Permohonan peninjauan kembali dilakukan oleh sebagaian konsumen terhadap Pengesahan Perdamaian PKPU Nomor 24/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN.Niaga Jkt. Pst, tanggal 15 Maret 2021. Sebagian kreditur konsumen perumahan tidak menyetujui rencana perdamaian, karena telah menyebabkan banyak kerugian terhadap konsumen, diantaranya Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) terus meningkat dan menjadi beban konsumen dan Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) atas tanah yang telah habis masanya, sehingga proses AJB menjadi terkendala.[2] Peninjauan Kembali terhadap Pengesahan Perdamaian PKPU Nomor 24/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN.Niaga Jkt. Pst, tanggal 15 Maret 2021 saat ini sedang dalam proses pemeriksaan. Namun, yang menjadi poin dalam hal ini yaitu bahwasannya dalam prakteknya terhadap putusan pengadilan mengenai pengesahan perdamaian PKPU dapat dilakukan upaya hukum luar biasa yaitu peninjauan kembali sebagaimana yang telah terjadi pada kasus PT Sentul City Tbk.
[1] Sutan Remi Sjahdeini, Sejarah, Asas dan Teori Hukum Kepailitan, Jakarta: Pranamedia Group, 2016, hal. 425.
[2] https://nasional.kontan.co.id/news/babak-baru-konsumen-sentul-city-ajukan-pk-ke-ma
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim PertanyaanKonfrontasi Penyidik (Saksi Verbalism) Terhadap Keterangan Saksi di Pengadilan...
Ketentuan dan Tata Cara Pemanggilan Saksi
hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.