Upaya Hukum Apa Yang Dapat Dilakukan Apabila Debitur di PKPU Melanggar Perjanjian Homologasi

Menurut Sutan Remy Sjahdeini dalam bukunya yang berjudul “Hukum Kepailitan” hal. 453 menyatakan bahwa Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disebut UU Kepailitan) mengenal dua macam perdamaian, yaitu perdamaian yang ditawarkan oleh debitur dalam rangka Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disebut PKPU) dan perdamaian yang ditawarkan oleh debitur kepada para krediturnya setelah debitur dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga. Pada dasarnya perdamaian dalam persoalan PKPU merupakan langkah yang diinginkan oleh debitor. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 265 UU Kepailitan menyatakan bahwa debitor dalam PKPU berhak untuk menawarkan suatu perdamaian kepada semua kreditornya. Pengajuan rencana perdamaian dalam PKPU dapat diajukan pada saat-saat sebagai berikut :

    1. Bersamaan dengan diajukannya permohonan PKPU;
    2. Sesudah permohonan PKPU diajukan dengan syarat diajukan sebelum tanggal hari sidang sebagaimana ketentuan dalam Pasal 226 UU Kepailitan; dan
    3. Setelah tanggal hari sidang sebagaimana ketentuan dalam Pasal 226 UU Kepailitan dengan tetap memperhatikan ketentuan dalam Pasal 228 ayat (4) UU Kepailitan yang menyatakan selama berlangsungnya PKPU sementara, tidak boleh melebihi 270 (dua ratus tujuh puluh) hari terhitung sejak PKPU sementara ditetapkan termasuk masa perpanjangannya.

Apabila penawaran perdamaian yang diajukan debitor disetujui oleh kreditornya, maka perjanjian perdamaian tersebut tidak serta merta berlaku begitu saja. Perjanjian perdamaian harus diajukan pengesahan ke Pengadilan Niaga. Diterima atau ditolaknya rencana perdamaian oleh Pengadilan Niaga, wajib disertai alasan-alasannya sebagaimana ketentuan dalam Pasal 285 ayat (1) UU Kepailitan.  Apabila rencana perdamaian diterima oleh Pengadilan Niaga, maka rencana perdamaian tersebut harus disahkan. Pengesahan terhadap perjanjian perdamaian antara debitor dan kreditor tersebut disebut dengan perjanjian homologasi. Sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHPer), perjanjian homologasi bersifat mengikat para pihak, kecuali kreditor yang tidak menyetujui adanya rencana perdamaian sebagaimana ketentuan dalam Pasal 286 UU Kepailitan. Oleh karena itu seharusnya para pihak melaksanakan ketentuan-ketentuan yang disebutkan dalam perjanjian perdamaian.

Dalam perjanjian homologasi seharusnya memuat tentang jangka waktu pemenuhan utang yang harus dilakukan oleh debitor dan klausul tentang wanprestasi. Apabila debitor lalai dalam memenuhi isi perdamaian yang telah disahkan, maka kreditor dapat menuntut pembatalan atas perdamaian tersebut di Pengadilan Niaga sebagaimana ketentuan dalam Pasal 291 ayat (1) UU Kepailitan yang menyatakan :

Pasal 291 ayat (1) :

    1. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 170 dan Pasal 171 berlaku mutatis mutandis terhadap pembatalan perdamaian.

Pasal 170

    1. Kreditor dapat menuntut pembatalan suatu perdamaian yang telah disahkan apabila Debitor lalai memenuhi isi perdamaian tersebut. 
    2. Debitor wajib membuktikan bahwa perdamaian telah dipenuhi.
    3. Pengadilan berwenang memberikan kelonggaran kepada Debitor untuk memenuhi kewajibannya paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah putusan pemberian kelonggaran tersebut diucapkan.

Pasal 171

Tuntutan pembatalan perdamaian wajib diajukan dan ditetapkan dengan cara yang sama, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 11, Pasal 12, dan Pasal 13 untuk permohonan pernyataan pailit.”

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 171, maka tata cara pengajuan pembatalan perdamaian wajib diajukan sebagaimana halnya ketentuan dalam pengajuan permohonan kepailitan. Bersama dengan pembatalan tersebut, maka debitor dinyatakan pailit yang dimuat dalam putusan pembatalan perdamaian. Terhadap pernyataan pailit tersebut tidak ada lagi kesempatan penawaran perdamaian sebagaimana ketentuan dalam Pasal 292 UU Kepailitan. Selain tidak ada penawaran perdamaian, tidak terbuka pula upaya hukum lainnya, kecuali upaya hukum kasasi yang diajukan oleh Jaksa Agung demi kepentingan hukum sebagaimana ketentuan dalam Pasal 293 UU Kepailitan.

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.