Upaya Administratif Guna Pembatalan Sertipikat Hak Atas Tanah

Upaya Administratif merupakan salah satu hal yang perlu dilakukan oleh masyarakat sebelum diajukannya Gugatan Tata Usaha Negara terhadap tindakan atau keputusan Pejabat Tata Usaha Negara yang memiliki potensi merugikan masyarakat dengan alasan-alasan gugatan tertentu. Gugatan tata usaha negara sendiri diajukan kepada Peradilan Tata Usaha Negara. Adapun obyek gugatan adalah Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN).

Salah satu Keputusan Tata Usaha Negara yang sering menjadi obyek sengketa di Peradilan Tata Usaha Negara adalah Sertipikat Hak Atas Tanah. Hal tersebut dikarenakan tidak menutup kemungkinan sertipikat diterbitkan dengan melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku atau Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB). Di samping itu, masuknya Sertipikat Hak Atas Tanah sebagai KTUN tidak lain karena memenuhi unsur atau syarat sebagaimana diatur dalam Pasal 87 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan (UU 30/2014) yaitu:

  1. Penetapan tertulis yang juga mencakup tindakan faktual;
  2. Keputusan Badan dan/atau Pejabat Tata Usaha Negara di lingkungan eksekutif, legislatif, yudikatif, dan penyelenggara negara lainnya;
  3. Berdasarkan ketentuan perundang-undangan dan AUPB;
  4. Bersifat final dalam arti lebih luas;
  5. Keputusan yang berpotensi menimbulkan akibat hukum; dan/atau
  6. Keputusan yang berlaku bagi Warga Masyarakat.

Beberapa alasan yang sering digunakan untuk pengajuan gugatan tata usaha negara terhadap Sertipikat Hak Atas Tanah diantaranya adalah double sertipikat, sertipikat yang tumpang tindih, atau karena kesalahan letak.

Dalam UU 30/2014 yang telah diubah dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja (Perpu 2/2022), telah diatur bahwa pembatalan terhadap KTUN hanya dapat diajukan manakala terdapat cacat wewenang, cacat substansi, cacat prosedur. Pembatalan dimaksud diajukan dengan terlebih dahulu mengajukan upaya administrasi berupa keberatan. Hal tersebut juga sejalan dengan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Administrasi Pemerintahan Setelah Menempuh Upaya Administratif (PERMA 6/2018) yang menyatakan:

“Pengadilan berwenang menerima, memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa administrasi pemerintahan setelah menempuh upaya administratif.”

Selanjutnya, Pasal 3 PERMA 6/2018 mengatur bahwa upaya administratif disesuaikan dengan peraturan dasar penerbitan KTUN, yang apabila tidak ada maka kembali kepada UU 30/2014 dan perubahannya.

Peraturan yang mengatur terkait penerbitan Sertipikat Hak Atas Tanah adalah Peraturan Pemerintah tentang Pendaftaran Tanah yang telah diganti beberapa kali. Pertama adalah Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 Tentang Pendaftaran Tanah (PP 10/1961), yang kemudian digantikan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah (PP 24/1997). Berpedoman pada kedua peraturan tersebut, tidak satupun yang mengatur terkait dengan keberatan. Bahkan Pasal 32 PP 24/1997 mengatur bahwa masa daluwarsa pengajuan keberatan terhadap penerbitan suatu Sertipikat Hak Atas Tanah, adalah 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertipikat dimaksud. Artinya, setelah 5 (lima) tahun berlalu namun tidak ada keberatan dari pihak manapun terhadap terbitnya suatu Sertipikat Hak Atas Tanah, maka tidak ada pihak lain yang dapat mengajukan keberatan atau pembatalan.

Namun demikian, ketentuan dalam PP 24/1997 tersebut kemudian diubah dalam Pasal 64 Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah yang menyatakan:

(1) Pembatalan Hak Atas Tanah karena cacat administrasi hanya dapat dilakukan:

  1. sebelum jangka waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertipikat Hak Atas Tanah, untuk:
  2. Hak Atas Tanah yang diterbitkan pertama kali dan belum dialihkan; atau
  3. Hak Atas Tanah yang telah dialihkan namun para pihak tidak beriktikad baik atas peralihan hak tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; atau
  4. karena adanya tumpang tindih Hak Atas Tanah.

(2) Dalam hal jangka waktu 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terlampaui maka pembatalan dilakukan melalui mekanisme peradilan

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka upaya administratif terhadap Sertipikat Hak Atas Tanah hanya dapat diajukan terhadap sertipikat yang masih belum berumur 5 (lima) tahun. Apabila Sertipikat Hak Atas Tanah dimaksud telah berumur lebih dari 5 (lima) tahun, maka proses pembatalannya tidak memerlukan upaya administratif, melainkan langsung kepada Peradilan Tata Usaha Negara. Pengetahuan tersebut menjadi penting bagi para pihak yang akan mengajukan gugatan terhadap suatu KTUN di Pengadilan Tata Usaha Negara, mengingat adanya ketentuan daluwarsa pengajuan gugatan dalam hukum acara peradilan tata usaha negara.

 

Penulis: R. Putri J., S.H., M.H.

 

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.