Unsur Pidana Menyiksa Hewan

Hewan merupakan salah satu makhluk hidup yang hidupnya berdampingan dengan kelangsungan hidup manusia, sehingga untuk menjaga kelestariannya diperlukan kesadaran pada diri setiap insan untuk melindunginya sebagai sesama makhluk hidup. Namun dalam prakteknya seringkali kita mendengar atau melihat adanya penyiksaan terhadap hewan. Beberapa contoh penyiksaan terhadap hewan yaitu peristiwa sadis penjagal kucing di Medan,[1] penusukan mata kucing yang terjadi di Pontianak, dan pembakaran anjing hidup-hidup di Jakarta.[2]  Secara hukum penyiksaan terhadap binatang dapat dikategorikan sebagai perbuatan pidana sebagaimana ketentuan dalam Pasal 302 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang menyatakan sebagai berikut:

  1. Diancam dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah karena melakukan penganiayaan ringan terhadap hewan:
    1. barang siapa tanpa tujuan yang patut atau secara melampaui batas, dengan sengaja menyakiti atau melukai hewan atau merugikan kesehatannya;
    2. barang siapa tanpa tujuan yang patut atau dengan melampaui batas yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu, dengan sengaja tidak memberi makanan yang diperlukan untuk hidup kepada hewan, yang seluruhnya atau sebagian menjadi kepunyaannya dan ada di bawah pengawasannya, atau kepada hewan yang wajib dipeliharanya.
  2. Jika perbuatan itu mengakibatkan sakit lebih dari seminggu, atau cacat atau menderita luka-luka berat lainnya, atau mati, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan, atau pidana denda paling banyak tiga ratus rupiah, karena penganiayaan hewan.
  3. Jika hewan itu milik yang bersalah, maka hewan itu dapat dirampas.
  4. Percobaan melakukan kejahatan tersebut tidak dipidana.

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka orang yang melakukan penyiksaan terhadap hewan dapat dipidanakan apabila memenuhi unsur-unsur sebagaimana ketentuan dalam Pasal 302 KUHP, diantaranya:

  1. Adanya subjek hukum atau orang yang melakukan;
  2. Melakukan penganiayaan ringan terhadap hewan;
  3. Perbuatan penganiayaan dilakukan dengan sengaja baik secara patut atau melampaui batas berupa:
  4. menyakiti, melukai atau merugikan kesehatan hewan;
  5. tidak memberi makanan yang diperlukan untuk hidup kepada hewan baik yang sebagian atau seluruhnya menjadi tanggung jawab dirinya.

Apabila suatu perbuatan memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 302 ayat (1) KUHP, maka ancaman pidana terhadap orang tersebut yaitu pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah, yang saat ini telah dikonversikan dalam Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP (selanjutnya disebut Perma 2/2012) yang menyatakan sebagai berikut:

“Tiap jumlah maksimum hukuman denda yang diancamkan dalam KUHP kecuali Pasal 303 ayat 1 dan ayat 2, 303 bis ayat 1 dan 2, dilipatgandakan menjadi 1.000 (seribu) kali.”

Berdasarkan hal tersebut, besaran denda maksimal yang dapat dikenakan terhadap penyiksa hewan menjadi Rp 4.500.000,- (empat juta lima ratus ribu rupiah). Sedangkan apabila perbuatan yang dilakukan menyebabkan sakit lebih dari seminggu, atau cacat atau menderita luka-luka berat lainnya, atau mati, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan, atau pidana denda paling banyak Rp 300.000,- (tiga ratus ribu rupiah) sebagaimana ketentuan dalam Pasal 302 ayat (2) KUHP juncto Perma 2/2012.

Salah satu contoh kasus pemidanaan terhadap orang yang melakukan penganiayaan hewan yaitu dalam Putusan Pengadilan Negeri Meulaboh Register Nomor 8/Pid.B/2021/PN Mbo yang menghukum Aris Munandar Bin Nasir sebagai terdakwa. Kasus tersebut bermula ketika seekor kerbau milik Syamani Bin Gede masuk dalam pekarangan sawah milik Aris, melihat hal tersebut Aris melemparkan parang kecil terhadap kerbau tersebut. Namun pada hari itu parang yang dilemparkan oleh Aris tidak mengenai kerbau. Hal serupa dilakukan oleh kerbau miliki Syamani Bin Gede yang menyebabkan pagar pekarangan sawah Aris roboh, hal ini membuat Aris emosi lantas mengejar kerbau tersebut hingga kerbau milik Syamani Bin Gede tersungkur, ketika kerbau tersungkur kemudian Aris menebasnya dengan parang yang menyebabkan bagian lutut kaki kanan bagian belakang kerbau terluka pada beberapa bagian tubuh, dengan luka terdalam 10 cm. Melihat kejadian tersebut Syamani hendak menanyakan mengenai pagar yang dirusak oleh kerbau miliknya, namun tidak ada jawaban dari Aris hingga akhirnya Syamani melaporkan kejadian tersebut kepada Kepolisian sebagai penganiayaan terhadap hewan. Atas kejadian tersebut, dalam Putusan Nomor 8/Pid.B/2021/PN Mbo menyatakan bahwa terdakwa Aris Munandar bin Nasir terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penganiayaan hewan dan memenuhi unsur dalam Pasal 302 ayat (2) KUHP. Hakim menjatuhkan pidana percobaan.

[1] https://nasional.kompas.com/read/2021/02/04/11373011/berkaca-dari-jagal-kucing-ini-jeratan-pidana-bagi-penganiaya-hewan

[2] https://regional.kompas.com/read/2019/12/18/06160021/7-kasus-penyiksaan-satwa-mata-kucing-ditusuk-hingga-orangutan-terluka-dengan?page=all

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.