Unsur Pidana dalam Undang-Undang Perbankan

Tujuan dalam perbankan yaitu untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional kearah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Bank sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari nasabah harus berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Walaupun telah dilaksanakan dengan prinsip kehati-hatian, dalam bidang perbankan masih dimungkinkan terjadi pelanggaran atau kejahatan yang dapat merugikan salah satu atau beberapa pihak. Sanksi yang diterapkan terhadap pelanggaran atau kejahatan dalam bidang perbankan yaitu sanksi administratif dan sanksi pidana sebagaimana ketentuan dalam Bab VIII Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana diubah dalam dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (selanjutnya disebut UU Perbankan). Sanksi pidana dalam perbankan merupakan bentuk hukuman atas tindak pidana dalam perbankan.

Berdasarkan e-book yang diterbitkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (selanjutnya disebut OJK) yang berjudul “Pahami & Hindari (Buku Memahami dan Menghindari Tindak Pidana Perbankan)” hal. 10, UU Perbankan membedakan sanksi pidana dalam 2 (dua) bentuk, yaitu kejahatan dan pelanggaran. Tindak pidana perbankan yang termasuk dalam kategori kejahatan yaitu tindak pidana yang ditentukan dalam Pasal 46, Pasal 47, Pasal 48 ayat (1), Pasal 49, Pasal 50, dan Pasal 50 A UU Perbankan sebagaimana dinyatakan dalam ketentuan Pasal 51 ayat (1) UU Perbankan. Sedangkan tindak pidana yang termasuk dalam kategori pelanggaran yaitu tindak pidana yang ditentukan dalam Pasal 48 ayat (2) UU Perbankan. Hal yang membedakan diantara keduanya yaitu berdasarkan atas berat ancaman pidana yang dikenakan. Ancaman pidana kategori kejahatan lebih berat dari ancaman pidana kategori pelanggaran.

Tindak pidana dalam perbankan merupakan tindak pidana khusus, karena pengaturannya diluar ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (selanjutnya disebut KUHP), namun hingga saat ini belum ada peraturan yang mengatur lebih lanjut mengenai hukum acara dalam tindak pidana perbankan. Penyidikan terhadap tindak pidana perbankan dilakukan oleh Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik, yang dipekerjakan di OJK untuk melakukan penyidikan tindak pidana di sektor jasa keuangan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1 angka 4 Peraturan OJK Nomor 22/POJK.01/2015 tentang Penyidikan Tindak Pidana di Sektor Jasa Keuangan.

Ruang lingkup tindak pidana dalam perbankan meliputi :

a. Tindak pidana berkaitan dengan perizinan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 46 UU Perbankan, yang menyatakan :

“Pasal 46

      1. Barang siapa menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin usaha dari Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp 20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah);
      2. Dalam hal kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh badan hukum yang berbentuk perseroan terbatas, perserikatan, yayasan atau koperasi, maka penuntutan terhadap badan-badan dimaksud dilakukan baik terhadap mereka yang memberi perintah melakukan perbuatan itu atau yang bertindak sebagai pimpinan dalam perbuatan itu atau terhadap kedua-duanya”

Izin usaha dari Pimpinan Bank Indonesia saat ini beralih kewenangan menjadi izin usaha oleh Pimpinan OJK sejak dibentuknya OJK pada Tahun 2011 sebagaimana ketentuan dalam Pasal 7 huruf a Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (selanjutnya disebut UU OJK);

b. Tindak pidana berkaitan dengan rahasia bank sebagaimana ketentuan dalam Pasal 47 dan Pasal 47 A UU Perbankan yang menyatakan :

“Pasal 47

      1. Barang siapa tanpa membawa perintah tertulis atau izin dari Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, dan Pasal 42, dengan sengaja memaksa bank atau Pihak Terafiliasi untuk memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp 200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah);
      2. Anggota Dewan Komisaris, Direksi, pegawai bank atau Pihak Terafiliasi lainnya yang sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan menurut Pasal 40, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).

Pasal 47 A

Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42A dan Pasal 44A, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp4.000.000.000.00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).”

Ketentuan dalam Pasal 41, Pasal 41A, dan Pasal 42 yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 47 ayat (1) UU Perbankan, Pasal 40 yang dimaksud dalam Pasal 47 ayat (2) UU Perbankan, dan Pasal 42A dan Pasal 44A yang dimaksud dalam Pasal 47A yaitu pasal yang mengatur terkait dengan rahasia bank;

 c. Tindak pidana berkaitan dengan pengawasan bank sebagaimana ketentuan dalam Pasal 48 UU Perbankan yang menyatakan :

“Pasal 48

      1. Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2), diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000,000,00 (seratus miliar rupiah).
      2. Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan lalai memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2), diancam dengan pidana kurungan sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun dan paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda sekurang-kurangnya Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).”

Ketentuan dalam Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 48 UU Perbankan yaitu ketentuan yang mengatur mengenai pemeriksaan Bank oleh Bank Indonesia yang saat ini beralih kewenangannya kepada OJK sebagaimana ketentuan dalam Pasal 7 huruf b UU OJK;

d. Tindak pidana berkaitan dengan kegiatan usaha bank sebagaimana ketentuan dalam Pasal 49 UU Perbankan yang menyatakan :

“Pasal 49

      1. Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja:
        1. membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam proses laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank;
        2. menghilangkan atau tidak memasukkan atau menyebabkan tidak dilakukannya pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank;
        3. mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, atau menghilangkan adanya suatu pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank, atau dengan sengaja mengubah, mengaburkan, menghilangkan, menyembunyikan atau merusak catatan pembukuan tersebut, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurang-kurangnyaRp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).
      1. Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja:
        1. meminta atau menerima, mengizinkan atau menyetujui untuk menerima suatu imbalan, komisi, uang tambahan, pelayanan, uang atau barang berharga, untuk keuntungan pribadinya atau untuk keuntungan keluarganya, dalam rangka mendapatkan atau berusaha mendapatkan bagi orang lain dalam memperoleh uang muka, bank garansi, atau fasilitas kredit dari bank, atau dalam rangka pembelian atau pendiskontoan oleh bank atas surat-surat wesel, surat promes, cek, dan kertas dagang atau bukti kewajiban lainnya, ataupun dalam rangka memberikan persetujuan bagi orang lain untuk melaksanakan penarikan dana yang melebihi batas kreditnya pada bank;
        2. tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam Undang-undang ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).”

e. Tindak pidana berkaitan dengan pihak terafiliasi sebagaimana ketentuan dalam Pasal 50 UU Perbankan yang menyatakan :

“Pasal 50

Pihak Terafiliasi yang dengan sengaja tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam Undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurang 3 (tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).”

 f. Tindak pidana berkaitan dengan pemegang saham sebagaimana ketentuan dalam Pasal 50A UU Perbankan yang menyatakan :

“Pasal 50A

Pemegang saham yang dengan sengaja menyuruh Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan yang mengakibatkan bank tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam Undang-undang ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 7 (tujuh) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).”

 g. Tindak Pidana Perbankan berkaitan dengan ketaatan terhadap ketentuan, sebagai contoh yaitu ketentuan dalam Pasal 66 Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang menyatakan :

“ Pasal 66

      1. Anggota direksi atau pegawai Bank Syariah atau Bank Umum Konvensional yang memiliki Unit Usaha Syariah (selanjutnya disebut UUS) yang dengan sengaja:
        1. melakukan perbuatan yang bertentangan dengan Undang-Undang ini dan perbuatan tersebut telah mengakibatkan kerugian bagi Bank Syariah atau UUS atau menyebabkan keadaan keuangan Bank Syariah atau UUS tidak sehat;
        2. menghalangi pemeriksaan atau tidak membantu pemeriksaan yang dilakukan oleh dewan komisaris atau kantor akuntan publik yang ditugasi oleh dewan komisaris;
        3. memberikan penyaluran dana atau fasilitas penjaminan dengan melanggar ketentuan yang berlaku yang diwajibkan pada Bank Syariah atau UUS, yang mengakibatkan kerugian sehingga membahayakan kelangsungan usaha Bank Syariah atau UUS; dan/atau
        4. tidak melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan Bank Syariah atau UUS terhadap ketentuan Batas Maksimum Pemberian Penyaluran Dana sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau ketentuan yang berlaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
      2. Anggota direksi dan pegawai Bank Syariah atau Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS yang dengan sengaja melakukan penyalahgunaan dana Nasabah, Bank Syariah atau UUS dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).”

OJK sebagai lembaga yang berwenang melakukan pengawasan dalam bidang perbankan, tentu memiliki pertimbangan-pertimbangan khusus untuk menetapkan sanksi terhadap pelanggaran atau kejahatan yang dilakukan oleh pelaku. Selain itu, OJK juga dapat menetapkan sanksi administratif yang dapat dijatuhkan bersama-sama dengan sanksi pidana sebagaimana ketentuan dalam Pasal 52 UU Perbankan yang menyatakan bahwa:

“Pasal 52

    1. Dengan tidak mengurangi ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47, Pasal 47A, Pasal 48,   Pasal 49, dan  Pasal   50A,   Bank   Indonesia  dapat menetapkan sanksi administratif kepada bank yang tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang ini, atau Pimpinan Bank Indonesia dapat mencabut izin usaha bank yang bersangkutan.
    2. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), antara lain adalah
      1. denda uang;
      2. teguran tertulis;
      3. penurunan tingkat kesehatan bank;
      4. larangan untuk turut serta dalam kegiatan kliring;
      5. pembekuan kegiatan usaha tertentu, baik untuk kantor cabang tertentu maupun untuk bank secara keseluruhan;
      6. pemberhentian pengurus bank dan selanjutnya menunjuk dan mengangkat pengganti sementara sampai Rapat Umum Pemegang Saham atau Rapat Anggota Koperasi mengangkat pengganti yang tetap dengan persetujuan Bank Indonesia;
      7. pencantuman anggota pengurus, pegawai bank, pemegang saham dalam daftar orang tercela di bidang Perbankan.”

 

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.