TNI Keberatan Kepala Basarnas Ditetapkan Tersangka Korupsi Oleh KPK

Komandan Pusat Polisi Militer (Puspopam) Tentara Nasional Indonesia (TNI) Marsekal Muda Agung Handoko yang mewakili TNI keberatan kepala basarnas ditetapkan tersangka korupsi oleh KPK, yang bersangkutan mengatakan bahwa penetapan tersangka Kepala Badan SAR Nasional (Basarnas) Henri Alfiandi yang diketahui berstatus anggota aktif TNI oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan korupsi, telah menyalahi ketentuan. Menurutnya, yang berwenang menetapkan tersangka adalah polisi militer, bukan penyidik KPK.[1] Sebelumnya KPK telah menetapkan tersangka Kepala Basarnas dengan beberapa warga sipil yang diketahui merupakan pimpinan tinggi sejumlah perusahaan atas dugaan suap pengadaan proyek di lingkungan Basarnas.[2] Akibat kesalahan ini, di hadapan wartawan dan rombongan Puspom TNI, Wakil Ketua KPK Johanis meminta maaf dan mengakui tim penyidik KPK membuat kekeliruan dan kekhilafan saat melakukan penangkapan tersebut.[3]

Dilihat dari kasus tersebut, terdapat beberapa pendapat dalam penanganan kasus tindak pidana yang dilakukan oleh anggota militer. Sistem peradilan yang berlaku di Indonesia mengenal istilah peradilan militer. Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 Tentang Peradilan Militer (UUPM) menyatakan bahwa:

“Peradilan militer merupakan pelaksana kekuasaan kehakiman di lingkungan Angkatan Bersenjata untuk menegakkan hukum dan keadilan dengan memperhatikan kepentingan penyelenggaraan pertahanan keamanan negara.”

Selanjutnya, Pasal 9 ayat (1) UUPM mengatur:

Mengadili tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang yang pada waktu melakukan tindak pidana adalah:

  1. Prajurit;
  2. yang berdasarkan undang-undang dengan Prajurit;
  3. anggota suatu golongan atau jawatan atau badan atau yang dipersamakan atau dianggap sebagai Prajurit berdasarkan undang-undang;
  4. seseorang yang tidak masuk golongan pada huruf a, huruf b, dan huruf c tetapi atas keputusan Panglima dengan persetujuan Menteri Kehakiman harus diadili oleh suatu Pangadilan dalam lingkungan peradilan militer.”

Berdasar pengertian tersebut, maka kompetensi absolut dari tindak pidana yang diadili oleh Peradilan Militer adalah ditentukan dari subyek yang diadili.

Lebih lanjut, UUPM juga mengatur terkait hukum acara peradilan militer. Ada beberapa tahap yang harus dilalui di antaranya tahap penyidikan, tahap penyerahan perkara, tahap pemeriksaan dalam persidangan dan tahap pelaksanaan putusan. Tidak ada tahap penyeledikan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Hal tersebut dikarenakan penyelidikan merupakan fungsi yang melekat pada komandan yang pelaksanaannya dilakukan oleh penyidik Polisi Militer.[4]

Penyidikan dalam UUPM adalah tindakan penyidik angkatan bersenjata untuk mengumpulkan bukti dalam menemukan tersangka pelaku tindak pidananya. Penyidik pada peradilan militer yaitu Atasan Yang Berhak Menghukum (Ankum), Polisi Militer Dan Oditur sebagaimana diatur Pasal 69 UUPM. Selain itu, Pasal 71 UUPM juga mengatur wewenang penyidik dalam melakukan penyidikan terhadap suatu peristiwa yang diduga merupakan tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang atau diduga sebagai Tersangka, di antaranya sebagai berikut:

  1. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang terjadinya suatu peristiwa yang diduga merupakan tindak pidana;
  2. melakukan tindakan pertama pada saat dan di tempat kejadian;
  3. mencari keterangan dan barang bukti;
  4. menyuruh berhenti seseorang yang diduga sebagai Tersangka dan memeriksa tanda pengenalnya;
  5. melakukan penangkapan, penggeledahan, penyitaan, dan pemeriksaan surat-surat;
  6. mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
  7. memanggil sesorang untuk didengar dan diperiksa sebagai Tersangka atau Saksi;
  8. meminta bantuan pemeriksaan seorang ahli atau mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; dan
  9. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab.

Dalam ketentuan tersebut terdapat frasa “tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang atau diduga sebagai Tersangka”. Kata “tersangka” dalam frasa tersebut, menunjukkan bahwa seseorang yang diduga melakukan tindak pidana secara langsung ditetapkan sebagai “tersangka” meskipun masih dalam tahap pengumpulan dan pencarian alat bukti. Hal ini disebabkan karena penyelidikan merupakan bagian dari satu kesatuan dengan tahap penyidikan sebagaimana dalam Penjelasan UUPM.

Dari ketentuan-ketentuan di atas, dapat diketahui bahwa setiap anggota militer diadili oleh pengadilan militer sekalipun itu tindak pidana korupsi. Kecuali perbuatan tersebut dilakukan dengan orang yang tunduk pada peradilan umum maka akan berlaku Peradilan Koneksitas sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 89 Ayat (1) KUHAP yang berbunyi:

Tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk Iingkungan peradilan umum dan lingkungan peradilan militer, diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam Iingkungan peradilan umum kecuali jika menurut keputusan Menteri Pertahanan dan Keamanan dengan persetujuan Menteri Kehakiman perkara itu harus diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan militer.

Berkaca pada kasus dugaan korupsi yang dilakukan oleh Kepala Basarnas di atas, seharusnya diperiksa oleh pengadilan militer sesuai ketentuan dalam Pasal 9 UUPM. Akan tetapi, kasus tersebut ternyata melibatkan orang yang bukan bagian dari militer, maka diberlakukan Peradilan Koneksitas. Peradilan Koneksitas merupakan proses peradilan terhadap pelaku pembuat delik penyertaan antara orang dari kalangan sipil dan orang dari kalangan militer. Perkara koneksitas ditentukan terhadap kerugian yang dialami, manakah yang lebih banyak mengalami kerugian peradilan itu yang akan dijadikan tempat untuk mengadili pelaku tindak pidana korupsi.[5]

 

Penulis: Rizky Pratama J., S.H.

Editor: Robi Putri J., S.H., M.H., CTL., CLA., & Mirna R., S.H., M.H., CCD.

 

[1] Yoa, TNI Jelaskan Dasar Hukum Tolak Penetapan Tersangka Prajurit oleh KPK, https://www.cnnindonesia.com/nasional/20230728191519-12-979232/tni-jelaskan-dasar-hukum-tolak-penetapan-tersangka-prajurit-oleh-kpk.

[2] KumparanNews, Merunut Kronologi Kasus Basarnas, OTT KPK Berujung Protes TNI, https://kumparan.com/kumparannews/merunut-kronologi-kasus-basarnas-ott-kpk-berujung-protes-tni-20tnpZzS6jC

[3] BBC Nes Indonesia, TNI tolak status tersangka Kepala Basarnas, KPK meminta maaf – Apa yang terjadi?, https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-66309451

[4] Penjelasan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 Tentang Peradilan Militer

[5] Kadek Wijana, I Made Sepud dan Anak Agung Sagung Laksmi Dewi, Peradilan Tindak Pidana Korupsi Bagi Anggota Militer, Jurnal Analogi Hukum, 2 (3) (2020), halaman 404–408

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.