Tindak Pidana Terkait Dengan Pelanggaran Protokol Kesehatan

Akhir-akhir ini masyarakat Indonesia dihebohkan dengan berita kepulangan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) yaitu Habib Rizieq Shihab pada tanggal 10 November 2020 lalu. Habib Rizieq Shihab pulang ke Indonesia setelah 3,5 tahun tinggal di Arab Saudi. Setelah kepulangannya Habib Rizieq Shihab kemudian menyelenggarakan acara Maulid Nabi di Markas DPP FPI sekaligus akad nikah putrinya yang ke-4 (empat) Syarifah Najwa Shihab pada tanggal 15 November 2020 di Petamburan, Jakarta Pusat. Hal ini kemudian menimbulkan suatu persoalan, dimana dengan digelarnya acara tersebut mengumpulkan massa yang cukup banyak dari berbagai daerah.[1] Sebagaimana kita ketahui saat ini, Indonesia sedang berjuang untuk melawan penyebaran virus Covid-19, salah satu protokol kesehatan yang harus dipenuhi yaitu larangan untuk berkerumun dan mengumpulkan massa. Berdasarkan atas hal tersebut, pagelaran acara yang diselenggarakan oleh FPI tersebut dianggap tidak mematuhi protokol kesehatan. Dilansir dari BBC News Indonesia, dikarenakan acara yang diselenggarakan oleh FPI tersebut melanggar Protokol Kesehatan, maka Pemerintah DKI Jakarta menjatuhkan sanksi administratif yaitu sanksi denda sebesar Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).

Pemberian sanksi denda tersebut dijatuhkan karena adanya dugaan pelanggaran ketentuan Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan (selanjutnya disebut UU Kekarantinaan Kesehatan) yang menyatakan bahwa :

“Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).”

Ketentuan dalam Pasal 9 ayat (1) yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 93 UU Kekarantinaan Kesehatan menyatakan bahwa :

“Setiap orang wajib mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan”

Unsur-unsur yang harus dipenuhi dalam penjatuhan pidana berdasarkan Pasal 93 UU Kekarantinaan Kesehatan, yaitu :

  1. Adanya subjek hukum “setiap orang”
  2. Orang tersebut tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan dan/atau menghalangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan;
  3. Perbuatan tersebut menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat;

Diketahui bahwa dalam acara yang diselenggarakan oleh Habib Rizieq Sihab tersebut mendatangkan ribuan orang dari berbagai daerah, dimana kerumunan tersebut tidak mematuhi protokol kesehatan. Pemerintah DKI Jakarta sebelumnya telah memberikan surat himbauan kepada Habib Rizieq agar acara dilaksanakan dengan menerapkan protokol kesehatan, namun banyaknya masa tidak terkendalikan sehingga terjadi pelanggaran terhadap protokol kesehatan. Adanya pelanggaran terhadap pelaksanaan protokol kesehatan, dikhawatirkan menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat sebagaimana unsur-unsur dalam ketentuan Pasal 93 UU Kekarantinaan Kesehatan. Pemeriksaan terhadap kasus tersebut masih dalam tahap penyelidikan oleh Polisi[2], namun atas peristiwa tersebut Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menjatuhkan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) kepada Habib Rizieq Shihab. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menjatuhkan sanksi denda tersebut lantaran kegiatan yang diselenggarakan oleh Habib Rizieq Shihab tidak membatasi jumlah tamu sehingga menimbulkan kerumunan. Hal tersebut melanggar Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 79 Tahun 2020 tentang Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan sebagai Upaya Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor Nomor 80 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar pada Masa Transisi Menuju Masyarakat Sehat, Aman, dan Produktif.[3]

Akibat terjadinya pelanggaran protokol kesehatan oleh Habib Rizieq Shihab tersebut, Menteri Dalam Negeri menerbitkan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penegakan Protokol Kesehatan Untuk Pegendalian Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid 19) yang baru diterbitkan pada tanggal 18 November 2020. Diterbitkannya Instruksi Mendagri tersebut, agar Pemerintah Daerah lebih tegas dan konsisten dalam mematuhi protokol kesehatan, dimana dalam melaksanakan protokol kesehatan dengan mengutamakan pencegahan. Kemudian penindakan pembubaran kerumunan merupakan upaya terakhir sebagaimana yang dikatakan oleh Bapak Tito Karnavian selaku Menteri Dalam Negeri.[4] Sejauh yang kami telusuri tidak ditemukan aturan yang mengatakan secara eksplisit bahwa Pemerintah Daerah memiliki kewajiban untuk membubarkan kerumunan, namun dalam ketentuan Pasal 83 ayat (2) UU Kekarantinaan Kesehatan menyatakan bahwa pengawasan terhadap kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan di daerah dilakukan oleh Pemerintah Daerah.

[1] https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-54951398

[2] https://news.detik.com/berita/d-5265931/wagub-dki-diklarifikasi-soal-kerumunan-acara-habib-rizieq-pagi-ini/2

[3] https://news.detik.com/berita/d-5257094/pemprov-dki-denda-habib-rizieq-rp-50-juta-anies-itu-bukan-basa-basi

[4] https://jabar.suara.com/read/2020/11/19/093500/mendagri-tegaskan-kepala-daerah-wajib-taat-prokes-melanggar-bisa-dicopot

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.