Tindak Pidana Persekusi Dalam KUHP

Tindak Pidana Persekusi

Istilah persekusi dalam Black’s Law Dictionary diartikan sebagai “Violent, cruel, and oppressive treatment directed toward a person or group of persons because of their race, religion, sexual orientation, politics, or other beliefs.”[1] (tindakan kekerasan, kejam, dan menindas yang ditujukan kepada seseorang atau sekelompok orang karena ras, agama, orientasi seksual, politik, atau kepercayaan lainnya). Sementara Pasal 7 ayat (2) huruf g Statuta Roma mendefinisikan persekusi sebagai “Persecution means the intentional and severe deprivation of fundamental rights contrary to international law by reason of the identity of the group or collectivity” (Persekusi adalah perampasan hak-hak dasar yang disengaja dan kejam yang bertentangan dengan hukum internasional karena alasan identitas kelompok atau kolektivitas).

Dari definisi-definisi tersebut dapat diketahui bahwa “persecution” berarti perampasan secara sengaja dan kejam terhadap hak-hak dasar yang bertentangan dengan hukum internasional dengan alasan politik, ras, nasional, etnis, budaya, agama, gender. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti kata dari persekusi ini adalah pemburuan sewenang-wenang terhadap seorang atau sejumlah warga dan disakiti, dipersulit, atau ditumpas. Namun apabila kata persekusi dijadikan sebagai kata kerja yaitu “memperkusi” maka artinya adalah menyiksa, atau menganiaya sehingga ada unsur praktik adanya suatu penyiksaan. Dari definisi-definisi di atas, dapat diketahui beberapa karakteristik perbuatan persekusi yaitu sebagai berikut:

  1. Adanya hak dasar yang dirampas
  2. Pelaku mentarget
  • Orang atau individu karena duatu identitas kelompok
  • Orang atau individu karena identitas bersama /kolektif
  • Kelompok tertentu
  • Kolektivitas tertentu
  1. Pentargetan tersebut didasarkan atas dasar politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, gender atau dasar yang secara universal tidak dibolehkan menurut hukum internasional.
  2. Tindakan yang dilakukan mulai membunuh, penganiayaan, hingga perbuatan tidak manusiawi yang menyebabkan penderitaan fisik serta mental.
  3. Pelaku mengetahui bahwa tindakannya bagian dari tindakan yang diniatkan sebagai bagian dari serangan meluas dan sistematik.[2]

Tindak Pidana Persekusi Dalam KUHP

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) atau dalam bahasa Belanda Wetboek van Strafrecht, sendiri tidak mengatur secara eksplisit mengenai tindak pidana persekusi. Namun akibat dari perbuatan persekusi ini dapat masuk kedalam beberapa jenis tindak pidana, yang berujung pada tindakan pengeroyokan, pengancaman, hingga penganiayaan sebagaimana yang terdapat dalam KUHP (Wvs). Adapun beberapa ketentuan dalam KUHP (WvS) yang mengatur tindakan-tindakan tersebut sebagai berikut:

  1. Tindak pidana pengeroyokan, diatur dalam Pasal 170 KUHP (Wvs) yang berbunyi:

Barangsiapa yang di muka umum bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang atau barang, dihukum penjara selama-lamanya lima tahun enam bulan.

 

  1. Tindak pidana pemerasan dan pengancaman, yang diatur dalam Pasal 368 ayat (1) dan 369 ayat (1) KUHP (Wvs) sebagai berikut:

Pasal 368 ayat (1):

Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan.”

 

Pasal 369 ayat (1):

Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum. dengan ancaman pencemaran baik dengan lisan maupun tulisan, atau dengan ancaman akan membuka rahasia, memaksa seorang supaya memberikan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang itu atau orang lain. atau supaya membuat hutang atau menghapuskan piutang, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

 

  1. Tindak pidana penganiayaan, yang diatur dalam Pasal 351 KUHP (Wvs) yang berbunyi:

(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah;

(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun;

(3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun;

(4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan;

(5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.

 

Meskipun secara hukum belum ditemukan adanya istilah persekusi dalam KUHP ((Wvs). Sementara dalam KUHP (Wvs) menganut asas legalitas yang menyatakan, “tidak ada hukuman, apabila tidak ada hukum yang mengaturnya”. Namun pada praktiknya ketentuan-ketentuan di atas dapat digunakan untuk menjerat pelaku tindak pidana persekusi. Dengan adanya ketentuan tersebut dapat digunakan sebagai pelindung bagi korban untuk melaporkan tindakan tersebut kepada aparat penegak huukum. Seperti kasus persekusi terhadap 2 (dua) perempuan yang terjadi di Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat.

Diketahui dalam kasus tersebut terdapat 5 (lima) orang yang melakukan perbuatan persekusi tersebut kepada 2 (dua) perempuan. Kelima orang tersebut langsung ditahan oleh pihak Kepolisian Resort Pesisir Selatan. Dalam melakukan aksinya, kelimanya memiliki tugas masing-masing, seperti memegang payudara korban, memiliki ide untuk melakukan tindakan persekusi, mengamankan dan lain sebagainya. Atas perbuatannya, kelimanya dikenakan ketentuan Pasal 170 KUHP jo. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual jo. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi.[3]

Dengan demikian dapat diketahui bahwa meskipun KUHP (Wvs) saat ini yang berlaku belum mengatur secara eksplisit. Namun beberapa ketentuan dalam KUHP (WvS) dapat dikenakan sebagai hukuman atas tindak pidana persekusi. Selain itu, pada pertengahan tahun 2023 lalu, pemerintah telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang mulai berlaku pada tahun 2026. Aturan tersebut salah satunya mengatur mengenai tindak pidana persekusi. Hal tersebut merupakan suatu langkah yang dapat diapresiasi karena perbuatan persekusi seringkali terjadi dan mengakibatkan kerugian yang mendalam bagi korban.

 

Penulis: Rizky Pratama J., S.H.

Editor: Robi Putri J., S.H., M.H., CTL., CLA., & Mirna R., S.H., M.H., CCD.

 

[1] Hendry Campbell Black, Black’s Law Dictionary Centennial Sixth Edition, Minn: West Publishing co. St. Paul, 1990, halaman 64.

[2] A. Masyhur Effendi dan Taufan Sukmana Evandri, Ham Dalam Dimensi/Dinamika Yuridis,Sosial,Dan Politik & Proses Penyusunan/Aplikasi HA-KHAM (Hukum Hak Asasi Manusia) Dalam Masyarakat, Jakarta, Ghalia Indonesia, 2007, halaman. 155.

[3] ONtime.ID, Polres Pessel Tahan Lima Tersangka Persekusi, https://www.ontime.id/polres-pessel-tahan-lima-tersangka-persekusi/

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.