Tindak Pidana Penimbunan Barang Disaat Pandemi

Sejak akhir tahun 2019 lalu, dunia digemparkan dengan munculnya wabah penyakit menular yang diakibatkan oleh Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang kemudian oleh WHO ditetapkan sebagai pandemi. Pandemi Covid-19 menyebabkan perekonomian diberbagai negara menjadi tidak stabil, salah satunya Indonesia. Tidak stabilnya kondisi ekonomi tersebut dimanfaatkan oleh beberapa pihak untuk melakukan penimbunan barang sehingga menyebabkan kelangkaan. Kelangkaan terhadap suatu barang menyebabkan melonjaknya harga pasaran atas suatu barang tersebut, contohnya yaitu langka dan melonjaknya harga masker, handsanitizer, dan alat kelengkapan medis lainnya pada tahun 2020 lalu. Perbuatan penimbunan atas suatu barang yang menyebabkan kelangkaan dan melonjaknya harga suatu barang tidak dibenarkan berdasarkan hukum. Orang yang melakukan perbuatan tersebut, dapat diancam dengan sanksi pidana atas penimbunan barang.

Dasar hukum yang mengatur mengenai larangan melakukan perbuatan penimbunan atas suatu barang diatur dalam ketentuan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 07 Tahun 2014 tentang Perdagangan (selanjutnya disebut UU Perdagangan) yang menyatakan sebagai berikut:

  1. Pelaku Usaha dilarang menyimpan barang kebutuhan pokok dan/atau barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu pada saat terjadi kelangkaan barang, gejolak harga, dan/atau hambatan lalu lintas perdagangan barang;
  2. Pelaku Usaha dapat melakukan penyimpanan Barang kebutuhan pokok dan/atau Barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu jika digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam proses produksi atau sebagai persediaan Barang untuk didistribusikan.
  3. Ketentuan lebih lanjut mengenai penyimpanan Barang kebutuhan pokok dan/atau Barang penting diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Presiden.

Penjelasan Pasal 29 ayat (1) UU Perdagangan menyatakan bahwa larangan tersebut dimaksudkan untuk menghindari adanya penimbunan barang yang akan menyulitkan konsumen dalam memperoleh barang kebutuhan pokok dan/atau barang penting. Pelanggaran terhadap larangan sebagaimana ketentuan Pasal 29 ayat (1) UU Perdagangan dapat diancam sanksi pidana yang dinyatakan dalam ketentuan Pasal 107 UU Perdagangan sebagai berikut:

“Pelaku Usaha yang menyimpan Barang kebutuhan pokok dan/atau Barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu pada saat terjadi kelangkaan Barang, gejolak harga, dan/atau hambatan lalu lintas Perdagangan Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).”

Seseorang dapat dikenakan ancaman pidana penimbunan barang apabila memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:

  1. Subjek hukum yang melakukan adalah pelaku usaha;
  2. Melakukan perbuatan menyimpan barang kebutuhan pokok dan/atau barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu;
  3. Dilakukan pada saat terjadi kelangkaan barang, gejolak harga, dan/atau hambatan lalu lintas perdagangan barang;

Dalam Pasal 1 angka 14 UU Perdagangan dinyatakan bahwa pelaku usaha merupakan setiap orang perseorangan warga negara Indonesia atau badan usaha yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang melakukan kegiatan usaha di bidang perdagangan. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka seseorang yang melakukan pelanggaran dan memenuhi unsur dalam Pasal 29 ayat (1) UU Perdagangan dapat dikenakan sanksi pidana pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) sebagaimana ketentuan dalam Pasal 107 UU Perdagangan.

Contoh kasus mengenai pidana terhadap penimbunan barang yaitu kasus yang dilakukan oleh PT. ASA. Pada tanggal 9 Juli 2021 lalu, polisi menduga adanya penimbunan obat-obatan yang digunakan untuk penanganan Covid-19 oleh PT ASA. Kapolre Jakarta Barat Kombes Ady Wibowo mengungkapkan bahwa obat yang ditimbun oleh PT. ASA sebanyak 730 box yang dapat digunakan oleh sedikitnya 3.000 pasien Covid-19.[1] Kombes Ady menyatakan bahwa seorang Apoteker PT ASA mengaku sempat diinstruksikan untuk tidak menjual salah satu obat penanganan Covid-19 yaitu Azithromycin terlebih dahulu. Tidak hanya diduga melakukan penimbunan, PT ASA juga sempat menjual obat tersebut menjadi dua kali harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/4826/2021 tentang Harga Eceran Tertinggi Obat Dalam Masa Pandemi COVID-19.[2] Kemudian pada tanggal 13 Juli 2021 kepolisian melakukan pemeriksaan terhadap Direktur PT. ASA, Seorang Apoteker dan Kepala Gudang PT. ASA.[3] Hingga saat ini pihak kepolisian masih melakukan pemeriksaan lebih lanjut atas kasus tersebut dan belum menetapkan tersangka. Berdasarkan kasus tersebut, apabila nantinya PT ASA terbukti melakukan penimbunan atas obat-obatan untuk penanganan Covid-19, maka Direktur PT. ASA dapat diancam dengan sanksi pidana sebagaimana ketentuan dalam Pasal 29 ayat (1) juncto Pasal 107 UU Perdagangan.

[1] https://megapolitan.kompas.com/read/2021/07/13/09314031/terbongkarnya-penimbunan-obat-penanganan-covid-19-ada-730-boks?page=all

[2] Ibid.

[3] https://megapolitan.kompas.com/read/2021/07/13/13075151/direktur-pt-asa-diperiksa-polisi-atas-kasus-penimbunan-obat-penanganan?page=all

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.