Tindak Pidana Kejahatan dan Pelanggaran
KUH Pidana yang saat ini berlaku terdiri atas 3 (tiga) buku, yaitu buku 1 yang mengatur tentang ketentuan umum, buku 2 yang mengatur tentang kejahatan, dan buku 3 yang mengatur tentang pelanggaran. Ketentuan umum yang diatur dalam buku 1 diantaranya adalah asas-asas dalam hukum pidana dan ketentuan umum lainnya, sedangkan buku 2 dan buku 3 membahas terkait tindak pidana.
Tindak pidana memang terbagi atas 2 (dua) yaitu kejahatan dan pelanggaran. Peletakan keduanya dalam buku yang berbeda cukup menunjukkan adanya perbedaan besar terhadap kedua jenis tindak pidana tersebut. Perbedaan atas kedua jenis tindak pidana tersebut didasarkan pada perbedaan yang prinsipil, yaitu kejahatan adalah rechtsdeliten sedangkan pelanggaran adalah wetsdelikten. Rechtsdeliten berarti andaikan suatu perbuatan tersebut tidak diatur dalam perundang-undangan, masyarakat tetap merasakannya sebagai sebuah perbuatan yang bertentangan dengan hukum, seperti pencurian, pembunuhan, dan lain-lain. Di sisi lain, wetsdelikten berarti suatu perbuatan baru dinyatakan sebagai perbuatan yang bertentangan dengan hukum apabila diatur dalam perundang-undangan, seperti menyalakan lampu pada siang hari untuk pengendara sepeda motor, melakukan sabung ayam tanpa izin, dan lain-lain.
Kejahatan menekankan agar nantinya dibuktikan bentuk kesalahan pelaku. Kesalahan tersebut dapat berbentuk dolus (sengaja) atau culpa (tidak sengaja). Namun demikian, pelanggaran tidak memerlukan pembuktian kesalahan. Oleh karena itu, meski sengaja atau tidak, pelaku pelanggaran tetap diproses. Adapun karena tidak diperlukan pembuktian kesalahan, maka tidak dikenal pula percobaan dalam tindak pidana pelanggaran.
Perbedaan lainnya antara kejahatan dan pelanggaran juga terletak pada pidana yang dapat dikenakan kepada pelakunya. Kejahatan dapat mengenakan seluruh jenis pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 10 KUH Pidana, yaitu pidana mati, pidana penjara, pidana denda, pidana kurungan, sampai dengan pidana tutupan. Berbeda dengan pelanggaran yang tidak dapat menjatuhkan pidana penjara atau pidana mati kepada pelakunya, sehingga pelaku pelanggaran hanya dapat dikenakan pidana denda dan pidana kurungan.
Daluwarsa atau tenggang waktu untuk menuntut bagi tindak pidana kejahatan lebih Panjang daripada tindak pidana pelanggaran. Apabila kejahatan masa daluwarsanya 12 hingga 18 tahun, maka masa daluwarsa bagi pelanggaran hanyalah 1 sampai 2 tahun.
Perbedaan terakhir bagi tindak pidana kejahatan dan pelanggaran terletak pada perbarengan (concursus). Perbarengan bagi tindak pidana pelanggaran lebih ringan daripada perbarengan pada tindak pidana kejahatan.
Berdasar uraian di atas, maka dapat disimpulkan perbedaan antara tindak pidana kejahatan dengan tindak pidana pelanggaran dalam tabel, adalah sebagai berikut:
Kejahatan | Pelanggaran | |
prinsip | Telah dianggap sebagai suatu tindak pidana meski tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan | Hanya dianggap sebagai suatu tindak pidana apabila telah diatur dalam peraturan perundang-undangan |
Jenis pidana | Berlaku semua pidana, baik pidana mati, pidana penjara, pidana denda, dan pidana kurungan | Tidak berlaku pidana mati dan pidana penjara |
Kesalahan | Harus dibuktikan | Tidak perlu dibuktikan |
Percobaan | Dikenal | Tidak dikenal |
Daluwarsa | 12-18 tahun | 1-2 tahun |
Perbarengan | Lebih berat | Lebih ringan |
Penulis: R. Putri. J., S.H., M.H.
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim PertanyaanTerhalangnya Hak Ahli Waris
Tawaran Kejaksaan Tinggi Untuk Restorative Justice Kasus Mario Dandy
hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.