Terdakwa dan Penasehat Hukum Walkout dari Persidangan
Sidang perkara terhadap terdakwa mantan Pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada Selasa, 16 Maret 2021 kemarin.[1] Dalam perkara tersebut seharusnya terdapat 3 (tiga) perkara yang disidangkan, diantaranya yaitu[2]:
- Perkara nomor 221/Pid.B/2021/PN.Jkt.Tim terkait kerumunan dan pelanggaran protokol kesehatan di Petamburan;
- Perkara nomor 225/Pid.B/2021/PN.Jkt.Tim terkait kasus pelanggaran kekarantinaan kesehatan dan dugaan menghalang-halangi petugas di Rumah Sakit Ummi Bogor;
- Perkara nomor 226/Pid.B/2021/PN.Jkt.Tim atas kasus pelanggaran protokol kesehatan di Markaz Syariah Pesantren Alam Agrokultural, Megamendung, Kabupaten Bogor.
Namun, dalam kesempatan tersebut hanya ada satu perkara yang disidangkan yakni perkara nomor 225/Pid.B/2021/PN.Jkt.Tim. Sedangkan persidangan dengan perkara nomor 221/Pid.B/2021/PN.Jkt.Tim dan perkara nomor 226/Pid.B/2021/PN.Jkt.Tim harus ditunda dan dijadwalkan ulang. Hal tersebut dikarenakan audio-visual dalam persidangan kurang bagus, sehingga Habib Rizieq meminta untuk hadir secara langsung di Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Karena permintaannya ditolak oleh Majelis Hakim, Rizieq Shihab walk out dari persidangan. Hal ini diikuti oleh Tim kuasa hukum Rizieq Shihab yang juga menyatakan walk out dari persidangan. Suasana menjadi ricuh, lantaran para kuasa hukum berteriak-teriak dan menunjuk-nunjuk para Jaksa Penuntut Umum dan Majelis Hakim.[3] Persidangan tersebut kemudian ditunda dan dijadwalkan ulang pada Jumat, 19 Maret 2021.[4] Kemudian, pada hari Jum’at tanggal 19 Maret 2021 kemarin persidangan kembali digelar secara virtual untuk melanjutkan perkara sebelumnya. Dalam persidangan tersebut Terdakwa keberatan atas diselenggarakannya persidangan secara virtual dan bersikeras untuk hadir secara langsung di Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Namun, hal tersebut ditolak oleh Majelis Hakim dengan alasan penerapan protokol kesehatan.[5] Atas keputusan tersebut, Terdakwa Habib Rizieq meminta maaf kepada Majelis Hakim dan menyatakan walk out dari persidangan. Walaupun demikian, Majelis Hakim memutuskan tetap melanjutkan persidangan dengan pembacaan dakwaan dalam kasus kerumunan Megamendung, Bogor.[6]
Pada dasarnya dalam tata cara persidangan, dalam hal ini khususnya perkara pidana Hakim memiliki hak untuk memerintahkan supaya Terdakwa hadir dalam persidangan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 154 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (selanjutnya disebut KUHAP) yang menyatakan sebagai berikut :
“Hakim ketua sidang memerintahkan supaya terdakwa dipanggil masuk dan jika ia dalam tahanan, ia dihadapkan dalam keadaan bebas”
Apabila dalam pemeriksaan perkara, terdakwa tidak di tahan, maka harus dilakukan pemanggilan secara sah untuk menghadiri persidangan. Namun, apabila dalam pemeriksaan perkara terdakwa yang tidak ditahan tidak hadir pada sidang yang telah ditetapkan, Hakim Ketua sidang meneliti apakah terdakwa sudah dipanggil secara sah sebagaimana ketentuan dalam Pasal 154 ayat (2) KUHAP. Jika terdakwa dipanggil secara tidak sah, Hakim Ketua sidang menunda persidangan dan memerintahkan supaya terdakwa dipanggil lagi untuk hadir pada hari sidang berikutnya sebagaimana ketentuan dalam Pasal 154 ayat (3) KUHAP. Kemudian, jika terdakwa ternyata telah dipanggil secara sah tetapi tidak datang di sidang tanpa alasan yang sah, pemeriksaan perkara tersebut tidak dapat dilangsungkan dan Hakim Ketua sidang memerintahkan agar terdakwa dipanggil sekali lagi sebagaimana ketentuan dalam Pasal 154 ayat (4) KUHAP. Apabila setelah dipanggil secara sah untuk kedua kalinya, terdakwa tetap tidak hadir tanpa alasan yang sah, maka berdasarkan ketentuan dalam Pasal 154 ayat (6) KUHAP Hakim Ketua sidang memerintahkan agar terdakwa dihadirkan dengan paksa pada sidang pertama berikutnya. Namun, dalam KUHAP tidak ditemukan penjelasan secara eksplisit ketentuan mengenai akibat hukum jika terdakwa meninggalkan persidangan sebagaimana yang terjadi dalam kasus Habib Rizieq. Menurut Pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia Indriyanto Seno Adji menilai, langkah walk out yang dilakukan oleh Habib Rizieq merupakan bentuk menghalangi proses hukum atau obstruction of justice.[7] Hal tersebut juga dianggap merugikan Habib Rizieq karena ia akan kehilangan kesempatan untuk membela dirinya.[8]
Berkaitan dengan kasus yang dilakukan oleh Rizieq Shihab selaku terdakwa dalam persidangan, maka berkaitan pula dengan contempt of court. Contempt of court diartikan sebagai suatu tindakan yang tidak menghargai, menghina, dan menghambat proses peradilan, tindakan yang bertentangan dengan hukum dan nilai tersebut.[9] Dalam Sistem Hukum Pidana Indonesia saat ini terdapat beberapa pengaturan yang dapat diklasifikasikan sebagai bentuk dari contempt of court, terdapat dalam KUHP Indonesia yang pasalnya masih tersebar secara parsial, yaitu dalam Pasal 207, Pasal 210 Ayat (1) dan Ayat (2), Pasal 212, Pasal 216 Ayat (1), Pasal 217, Pasal 220 dan Pasal 317, Pasal 221 dan Pasal 223, Pasal 224, Pasal 231 dan 232 serta Pasal 233, Pasal 242 Ayat (1) dan Ayat (2), Pasal 316, Pasal 393 bis, Pasal 420, dan Pasal 522 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (selanjutnya disebut KUHP).[10] Pasal 216 ayat (1) dan Pasal 217 KUHP menyatakan sebagai berikut :
Pasal 216 ayat (1)
“Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang- undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan undang-undang yang dilakukan oleh salah seorang pejabat tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah.”
Pasal 217
“Barang siapa menimbulkan kegaduhan dalam sidang pengadilan atau di tempat di mana seorang pejabat sedang menjalankan tugasnya yang sah di muka umum, dan tidak pergi sesudah diperintah oleh atau atas nama penguasa yang berwenang, diancam dengan pidana penjara paling lama tiga minggu atau pidana denda paling banyak seribu delapan ratus rupiah.”
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka tindakan yang dilakukan oleh Habib Rizieq dan kuasa hukumnya dapat dimungkinkan dikenakan Contempt of Court sebagaimana ketentuan dalam Pasal 216 ayat (1) dan Pasal 217 KUHP.
Habib Rizieq sebelum meninggalkan persidangan juga mengatakan bahwa ia ikhlas dan ridho menerima vonis dan putusan hakim jika persidangan tetap dilanjutkan secara virtual dan mempersilahkan persidangan dilanjutkan tanpa dirinya. Berikut kalimat Habib Rizieq yang dikutip melalui laman detik.com[11]:
“Baik, kalau memang harus dipaksakan sidang online, silakan Majelis Hakim Yang Mulia melanjutkan sidang ini bersama Jaksa tanpa kehadiran saya dan pengacara. Saya ikhlas, saya ridho, saya tunggu vonisnya berapa pun yang ditetapkan, saya ridho. Jadi saya tidak pernah mendapatkan keadilan kalau sidangnya melalui online. Saya tidak menentang sidang, silakan Hakim dan Jaksa melanjutkan sidangnya. Saya permisi, saya tidak akan pernah mengikuti sidang kalau online. Tapi kalau sidang offline, saya siap ikut dari awal sampai akhir dengan tertib, dengan disiplin. Saya akan ikuti semua peraturan karena itu amanat KUHAP 152 dan 154”
Persidangan yang dilakukan untuk mengadili seseorang tanpa kehadiran terdakwa disebut sebagai peradilan in absentia. Peradilan in absentia hanya dilakukan dalam keadaan yang khusus dan mendesak.[12] Beberapa contoh peradilan in absentia yaitu dalam perkara pelanggaran lalu lintas, tindak pidana pencucian uang, tindak pidana korupsi, tindak pidana perikanan dan tindak pidana lain sebagaimana ketentuan dalam peraturan perundang-undang. Berkaitan dengan peradilan in absentia tidak ditemukan aturan yang mengatur secara eksplisit, namun ketentuan dalam Pasal 196 ayat (1) dan (2) menyatakan sebagai berikut:
Pasal 196 ayat (1) dan (2)
- Pengadilan memutus perkara dengan hadirnya terdakwa kecuali dalam hal undang-undang ini menentukan lain;
- Dalam hal terdapat lebih dari seorang terdakwa dalam satu perkara, putusan dapat diucapkan dengan hadirnya terdakwa yang ada.
Pasal 214 ayat (1) KUHAP juga menyatakan sebagai berikut :
- Jika terdakwa atau wakilnya tidak hadir di sidang, pemeriksaan perkara dilanjutkan;
- Dalam hal putusan diucapkan di luar hadirnya terdakwa, surat amar putusan segera disampaikan kepada terpidana;
- Bukti bahwa surat amar putusan telah disampaikan oleh penyidik kepada terpidana, diserahkan kepada panitera untuk dicatat dalam buku register.
- Dalam hal putusan dijatuhkan di luar hadirnya terdakwa dan putusan itu berupa pidana perampasan kemerdekaan, terdakwa dapat mengajukan perlawanan;
- Dalam waktu tujuh hari sesudah putusan diberitahukan secara sah kepada terdakwa, ia dapat mengajukan perlawanan kepada pengadilanyang menjatuhkan putusan itu;
- Dengan perlawanan itu putusan di luar hadirnya terdakwa menjadi gugur
- Setelah panitera memberitahukan kepada penyidik tentang perlawanan itu hakim menetapkan hari sidang untuk memeriksa kembali perkara itu.
- Jika putusan setelah diajukannya perlawanan tetap berupa pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), terhadap putusan tersebut terdakwa dapat mengajukan banding.
Sejalan dengan ketentuan tersebut, berkaitan dengan tindakan walk out yang dilakukan Habib Rizieq mengakibatkan persidangan dilanjutkan dengan in absentia.
[1] Rindi Nuris, https://megapolitan.kompas.com/read/2021/03/17/16564551/sidang-perdana-rizieq-shihab-kenapa-sampai-ricuh-dan-bikin-hakim-marah?page=all
[2] Ibid.
[3] https://megapolitan.kompas.com/read/2021/03/16/17430271/walk-out-dari-sidang-virtual-rizieq-shihab-kalau-dipaksa-online-saya?page=all
[4] Ibid.
[5] Tim detikcom, https://news.detik.com/berita/d-5499490/adu-argumen-lengkap-habib-rizieq-vs-hakim-di-sidang-kasus-kerumunan
[6] https://news.detik.com/berita/d-5499786/habib-rizieq-tak-ikuti-sidang-virtual-hakim-tetap-lanjutkan-sidang-dakwaan
[7] Rindi Nuris, Op Cit.
[8] Ibid.
[9] Sutanto Nugroho dkk, Tindak Pidana Contempt Of Court berdasarkan Sistem HukumPidana Indonesia, Diponegoro Law Jurnal, Vol. 6, No. 2, Semarang : Universitas Diponegoro, 2017, hal. 2
[10] Ibid.
[11] Tim detikcom,Op Cit.
[12] Aditya Pramana Miu, Persidangan Tanpa Kehadiran Terdakwa (In Absentia), Lex Crimen Vol. II, No. 5, Manado : Universitas Sam Ratulangi, September 2013, hal. 26.
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim PertanyaanPRAKUALIFIKASI DAN PASCAKUALIFIKASI PENGADAAN BARANG DAN JASA
Transisi Perhimpunan Penghuni Rumah Susun (PPRS) Sementara ke Perhimpunan...
hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.