Temuan Transaksi Rafael Oleh PPATK
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan, pencucian uang yang dilakukan oleh Pejabat Ditjen Pajak Eselon III Rafael Alun dilakukan secara terencana, struktural, dan melibatkan banyak pihak. Pihak PPATK menjelaskan bahwa pencucian uang yang dilakukan Rafael Alun menggunakan teknik professional money laundering dengan melibatkan jasa profesional pencucian uang, konsultan pajak, tenaga ahli hukum, hingga jasa berbadan hukum lainnya. Lebih lanjut, PPATK menyampaikan bahwa teknik yang digunakan Rafael Alun dapat dijerat dengan ketentuan yang mengatur tindak pidana suap atau gratifikasi.[1]
PPATK merupakan badan independen yang memiliki kewenangan untuk memberantas tindak pidana pencucian uang di Indonesia. Keberadaan PPATK dapat dilihat dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU). PPATK berwenang melakukan analisis terhadap segala transaksi keuangan mencurigakan yang merupakan indikasi terjadinya tindak pidana pencucian uang.[2] Dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya, PPATK bersifat independen dan bebas dari campur tangan dan pengaruh kekuasaan manapun dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden mengenai tugas dan wewenangnya sebagaimana diatur dalam Pasal 37 UU TPPU.
Berkaitan dengan hal tersebut, PPATK mempunyai tugas mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang dan fungsi lainnya sebagaimana disebutkan dalam Pasal 40 UU TPPU yang berbunyi:
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39, PPATK mempunyai fungsi sebagai berikut:
- pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang;
- pengelolaan data dan informasi yang diperoleh PPATK;
- pengawasan terhadap kepatuhan Pihak Pelapor; dan
- analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi Transaksi Keuangan yang berindikasi tindak pidana pencucian uang dan/atau tindak pidana lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).
Untuk menjalankan fungsinya dalam Pasal 40 UU TPPU, PPATK diberikan kewenangan yang diatur secara rinci dalam Pasal 41 Ayat (1) UU TPPU yang berbunyi:
Dalam melaksanakan fungsi pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf a, PPATK berwenang:
- meminta dan mendapatkan data dan informasi dari instansi pemerintah dan/atau lembaga swasta yang memiliki kewenangan mengelola data dan informasi, termasuk dari instansi pemerintah dan/atau lembaga swasta yang menerima laporan dari profesi tertentu;
- menetapkan pedoman identifikasi Transaksi Keuangan Mencurigakan;
- mengoordinasikan upaya pencegahan tindak pidana pencucian uang dengan instansi terkait;
- memberikan rekomendasi kepada pemerintah mengenai upaya pencegahan tindak pidana pencucian uang;
- mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi dan forum internasional yang berkaitan dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang;
- menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan antipencucian uang; dan
- menyelenggarakan sosialisasi pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.
Selain kewenangan yang diatur dalam Pasal 41 Ayat (1) UU TPPU, dalam melaksanakan fungsinya sebagai pengelolaan data dan informasi, PPATK juga berwenang menyelenggarakan sistem informasi. Selain itu, dalam rangka melaksanakan fungsi pengawasan terhadap kepatuhan Pihak Pelapor, PPATK diberikan wewenang sebagaimana diatur dalam Pasal 43 UU TPPU yang berbunyi:
- menetapkan ketentuan dan pedoman tata cara pelaporan bagi Pihak Pelapor;
- menetapkan kategori Pengguna Jasa yang berpotensi melakukan tindak pidana pencucian uang;
- melakukan audit kepatuhan atau audit khusus;
- menyampaikan informasi dari hasil audit kepada lembaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap Pihak Pelapor;
- memberikan peringatan kepada Pihak Pelapor yang melanggar kewajiban pelaporan;
- merekomendasikan kepada lembaga yang berwenang mencabut izin usaha Pihak Pelapor; dan
- menetapkan ketentuan pelaksanaan prinsip mengenali Pengguna Jasa bagi Pihak Pelapor yang tidak memiliki Lembaga Pengawas dan Pengatur.[3]
Berkaitan dengan pemeriksaan dan pengungkapan transaksi keuangan Rafael Alun, dalam Pasal 44 Ayat (1) UU TPPU memberikan kewenangan kepada PPATK untuk dapat:
- meminta dan menerima laporan dan informasi dari Pihak Pelapor;
- meminta informasi kepada instansi atau pihak terkait;
- meminta informasi kepada Pihak Pelapor berdasarkan pengembangan hasil analisis PPATK;
- meminta informasi kepada Pihak Pelapor berdasarkan permintaan dari instansi penegak hukum atau mitra kerja di luar negeri;
- meneruskan informasi dan/atau hasil analisis kepada instansi peminta, baik di dalam maupun di luar negeri;
- menerima laporan dan/atau informasi dari masyarakat mengenai adanya dugaan tindak pidana pencucian uang;
- meminta keterangan kepada Pihak Pelapor dan pihak lain yang terkait dengan dugaan tindak pidana pencucian uang;
- merekomendasikan kepada instansi penegak hukum mengenai pentingnya melakukan intersepsi atau penyadapan atas informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
- meminta penyedia jasa keuangan untuk menghentikan sementara seluruh atau sebagian Transaksi yang diketahui atau dicurigai merupakan hasil tindak pidana;
- meminta informasi perkembangan penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh penyidik tindak pidana asal dan tindak pidana Pencucian Uang;
- mengadakan kegiatan administratif lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini; dan
- meneruskan hasil analisis atau pemeriksaan kepada penyidik.[4]
PPATK memeriksa korporasi atau perorangan yang dilaporkan oleh Pihak Pelapor ke PPATK atas adanya indikasi transaksi keuangan mencurigakan. PPATK diberikan kewenangan untuk melakukan pemeriksaan terhadap transaksi keuangan mencurigakan terkait dengan adanya indikasi tindak pidana pencucian uang atau tindak pidana lain. Apabila ditemukan adanya indikasi tersebut, maka PPATK menyerahkan hasil pemeriksaan kepada penyidik untuk dilakukan penyidikan. Untuk itu, PPATK dapat meminta penyedia jasa keuangan menghentikan sementara seluruh atau sebagian Transaksi.
Dengan demikian, terungkapnya transaksi keuangan Rafael Alun oleh PPATK telah sesuai dengan kewenangan PPATK yang diatur dalam Pasal 44 Ayat (1) UU TPPU. Terungkapnya transaksi keuangan Rafael Alun oleh PPATK, tidak terlepas dari kewenangannya yang diatur secara rinci dan luas untuk mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang termasuk meminta data informasi terkait transaksi keuangan Rafael Alun.
Penulis: Adelya Hiqmatul M., S.H.
Editor: R. Putri J., S.H., M.H., & Mirna R., S.H., M.H.
[1] Arrijal Rachman & Cantika Adinda Putri, Akhirnya Terungkap! PPATK Bongkar Sindikat Pajak Rafael Alun, https://www.cnbcindonesia.com/news/20230308101658-4-419839/akhirnya-terungkap-ppatk-bongkar-sindikat-pajak-rafael-alun
[2] Adrian Sutedi, Hukum Perbankan : Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi, dan Kepailitan, Cetakan Kedua, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, halaman 78
[3] Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
[4] Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim PertanyaanPengaturan Tanah Girik Pasca Lahirnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun...
Pencatatan Hak Ulayat Dilihat dari Sisi Kepastian Hukumnya
hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.