Tata Cara Mengurus Dokumen Perkawinan

Ketentuan mengenai perkawinan pada dasarnya diatur didalam Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan yang kemudian diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2019 perubahan atas Undang-Undang nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan (selanjutnya disebut UU Perkawinan). Pengertian perkawinan “ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” (Pasal 1 Undang-undang 1 tahun 1974 tentang Perkawinan). Pasal 7 ayat 1 UU Perkawinan menyatakan bahwa perkawinan hanya diizinkan apabila pihak pria sudah mencapai usia 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 (enam belas) tahun. Ketentuan tersebut memungkinkan terjadinya perkawinan dalam usia anak pada anak wanita, beberapa pihak terutama di kalangan pemerhati perlindungan anak, berpendapat bahwa ada yang tidak sesuai lagi untuk diterapkan di dalam UU Perkawinan, karena dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dedefinisikan bahwa “anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun”. Kemudian oleh karena itu, pada UU Perkawinan merubah ketentuan pada ayat 1 ketentuan tersebut, yang berisikan Perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun, sehingga umur perkawinan wanita dan pria di sama ratakan yakni umur 19 (Sembilan belas) tahun.

Selain itu ketentuan lainnya yang diubah oleh UU Perkawinan yakni menyisipkan 1 Pasal diantara Pasal 65 dan Pasal 66 yaitu Pasal 65A. Yang ketentuan nya berbunyi sebagai berikut:

Pasal 65A

Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, permohonan perkawinan yang telah didaftarkan berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, tetap dilanjutkan prosesnya sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Syarat perkawinan

Syarat-syarat perkawinan diatur mulai Pasal 6 sampai Pasal 12 UU Perkawinan. Pasal 6 s/d Pasal 11 memuat mengenai syarat perkawinan yang bersifat materiil, sedang Pasal 12 mengatur mengenai syarat perkawinan yang bersifat formil.

Syarat perkawinan yang bersifat materiil dapat disimpulkan dari Pasal 6 s/d 11 UU Perkawinan yaitu:

  1. Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai
  2. Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat ijin kedua orangtuanya/salah satu orang tuanya, apabila salah satunya telah meninggal dunia/walinya apabila kedua orang tuanya telah meninggal dunia.
  3. Perkawinan hanya diijinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun. Kalau ada penyimpangan harus ada ijin dari pengadilan atau pejabat yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun wanita.
  4. Seorang yang masih terikat tali perkawinan dengan orang lain tidak dapat kawin lagi kecuali memenuhi Pasal 3 ayat 2 dan pasal 4.
  5. Apabila suami dan istri yang telah cerai kawin lagi satu dengan yang lain dan bercerai lagi untuk kedua kalinya.
  6. Bagi seorang wanita yang putus perkawinannya berlaku jangka waktu tunggu.

Pada ketentuan syarat materil pada poin F dijelaskan lebih lanjut dalam pasal 39 Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975 tentang pelaksanaan undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan (PP no.9/1975) waktu tunggu itu adalah sebagai berikut:

  1. Apabila perkawinan putus karena kematian, waktu tunggu ditetapkan 130 hari, dihitung sejak kematian suami.
  2. Apabila perkawinan putus karena perceraian, waktu tunggu bagi yang masih berdatang bulan adalah 3 kali suci dengan sekurang-kurangnya 90 hari, yang dihitung sejak jatuhnya putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hokum yang tetap.
  3. Apabila perkawinan putus sedang janda tersebut dalam keadaan hamil, waktu tunggu ditetapkan sampai melahirkan.
  4. Bagi janda yang putus perkawinan karena perceraian sedang antara janda dan bekas suaminya belum pernah terjadi hubungan kelamin tidak ada waktu tunggu.

Syarat perkawinan secara formil dapat diuraikan menurut Pasal 12 UU Perkawinan direalisasikan dalam Pasal 3 s/d Pasal 13 Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975 (PP No.9/1975). Secara singkat syarat formal ini dapat diuraikan sebagai berikut:

  1. Setiap orang yang akan melangsungkan perkawinan harus memberitahukan kehendaknya kepada Pegawai Pencatat Perkawinan di mana perkawinan di mana perkawinan itu akan dilangsungkan, dilakukan sekurang-kurangnya 10 hari sebelum perkawinan dilangsungkan. Pemberitahuan dapat dilakukan lisan/tertulis oleh calon mempelai/orang tua/wakilnya. Pemberitahuan itu antara lain memuat: nama, umur, agama, tempat tinggal calon mempelai (Pasal 3-5 PP No. 9 /1975)
  2. Setelah syarat-syarat diterima Pegawai Pencatat Perkawinan lalu diteliti, apakah sudah memenuhi syarat/belum. Hasil penelitian ditulis dalam daftar khusus untuk hal tersebut (Pasal 6-7 PP No. 9 /1975).
  3. Apabila semua syarat telah dipenuhi Pegawai Pencatat Perkawinan membuat pengumuman yang ditandatangani oleh Pegawai Pencatat Perkawinan yang memuat antara lain:
  4. Nama, umur, agama, pekerjaan, dan pekerjaan calon pengantin.
  5. hari, tanggal, jam dan tempat perkawinan akan dilangsungkan (pasal 8-9 PP No.9/1975)
  6. Barulah perkawinan dilaksanakan setelah hari ke sepuluh yang dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Kedua calon mempelai menandatangani akta perkawinan dihadapan pegawai pencatat dan dihadiri oleh dua orang saksi, maka perkawinan telah tercatat secara resmi. Akta perkawinan dibuat rangkap dua, satu untuk Pegawai Pencatat dan satu lagi disimpan pada Panitera Pengadilan. Kepada suami dan Istri masing-masing diberikan kutipan akta perkawinan (pasal 10-13 PP No. 9/1975).

Pada ketentuan lain yang tercantum dalam  UU Perkawinan menyatakan bahwa perkawinan dapat dilarang jika sesuai dengan isi ketentuan yang telah ditetapkan  oleh pasal 8 UU Perkawinan. Pada ketentuan tersebut menyebutkan bahwa perkawinan yang dilarang adalah perkawinan diantara dua orang yang:

  1. Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah maupun ke atas/incest.
  2. Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya/kewangsaan.
  3. Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan ibu/bapak tiri/periparan.
  4. Berhubungan sususan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara susuan dan bibi/paman susuan.
  5. Berhubungan saudara dengan istri atau sebagai bibi atau kemenakan dari istri dalam hal seorang suami beristri lebih dari seorang
  6. Mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku dilarang kawin.

Setelah memenuhi syarat-syarat diatas, calon pengantin harus melakukan pendaftaran ke kantor urusan agama (KUA) pada kecamatan tempat tinggal calon pengantin dengan membawa berbagai syarat yang harus di bawa, yakni sebagai berikut:

  1. Surat keterangan untuk nikah (model N1)
  2. Surat keterangan asal-usul (model N2)
  3. Surat persetujuan mempelai (model N3)
  4. Surat keterangan tentang orang tua (model N4)
  5. Surat pemberitahuan kehendak nikah (model N7) apabila calon pengantin berhalangan, pemberitahuan nikah dapat dilakukan oleh wali atau wakilnya.
  6. Bukti imunisasi TT1 calon pengantin wanita, Kartu imunisasi, dan Imunisasi TT II dari Puskesmas setempat
  7. Membayar biaya pencatatan nikah sebesar Rp30.000
  8. Surat izin pengadilan apabila tidak ada izin dari orangtua/wali
  9. Pas foto ukuran 3 x 2 sebanyak 3 lembar
  10. Dispensasi dari pengadilan bagi calon suami yang belum berumur 19 tahun dan bagi calon isteri yang belum berumur 16 tahun
  11. Bagi anggota TNI/POLRI membawa surat izin dari atasan masing-masing
  12. Surat izin Pengadilan bagi suami yang hendak beristri lebih dari seorang
  13. Akta cerai atau kutipan buku pendaftaran talak/buku pendaftaran cerai bagi mereka yang perceraiannya terjadi sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989
  14. Surat keterangan tentang kematian suami/istri yang ditandatangani oleh Kepala Desa/Lurah atau pejabat berwenang yang menjadi dasar pengisian model N6 bagi janda/duda yang akan menikah

Selain itu ada prosedur bagi calon suami yakni melakukan prosedur sebagai berikut:

  1. Pengantar RT-RW dibawa ke Kelurahan setempat untuk mendapatkan Isian Belangko N1, N2, N3 & N4.
  2. Datang ke KUA setempat untuk mendapatkan Surat Pengantar/Rekomendasi Nikah (Jika calon Istri beralamat lain daerah/Kecamatan). Jika calon Istri sedaerah/Kecamatan, berkas calon Suami diserahkan ke pihak calon Istri.

Lampiran:

  1. Fotokopi KTP, Akte Kelahiran & C1 (Kartu KK).
  2. Pas foto 3 x 4 = 2 lbr, jika calon istri luar daerah, pas foto 2 x 3 = 5 lbr, jika calon istri sedaerah/Kecamatan

Selain calon suami, calon istri juga harus melakukan prosedur sebagai berikut:

  1. Pengantar RT-RW dibawa ke Kelurahan setempat untuk mendapatkan Isian Belangko N1, N2, N3 & N4.
  2. Datang ke KUA setempat untuk mendaftarkan Nikah dan pemeriksaan administrasi (bersama Wali dan calon suami)
  3. Calon Suami & Calon Istri sebelum pelaksanaan nikah akan mendapatkan Penasihatan Perkawinan dari BP4.

Sebagai kesimpulan, pada ketentuan UU Perkawinan menyebutkan adanya syarat materil dan syarat formil sebagai syarat untuk melangsungkan perkawinan. Pencatatan merupakan syarat administrasi dan tidak menjadi syarat sebagai penentuh sah atau tidaknya secara agama sebuah perkawinan. Namun, alangkah baiknya jika perkawinan dilakukan dicatatkan untuk mendapatkan Akta Nikah sehingga pernikahan diakui dan dianggap sah secara negara.

 

 

 

Sumber

Undang – undang

undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Peraturan pemerintah no. 9 tahun 1975 tentang pelaksanaan undang-undang perkawinan

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak

internet

http://pkbh.uad.ac.id/syarat-syarat-perkawinan/

http://pta-pontianak.go.id/berita/artikel/862-problematika-dan-solusi-pelaksanaan-undang-undang-no-16-tahun-2019-tentang-perkawinan

https://www.suara.com/lifestyle/2021/04/21/142855/cara-mengurus-surat-nikah-dan-dokumen-yang-harus-dipersiapkan

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.