Tata Cara Eksekusi Pidana Mati

Salah satu pidana atau sanksi yang dapat diberikan kepada Terpidana di Indonesia adalah pidana mati, sebagaimana diatur dalam Pasal 10 KUHP. Pidana mati pun masih digunakan sebagai sanksi dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP Baru”) yang akan berlaku pada Tahun 2026, yaitu dalam Pasal 67 yang menyatakan bahwa pidana mati adalah pidana yang selalu diancamkan secara alternatif. Jika merujuk pada Pasal 11 KUHP, pidana mati dilakukan dengan cara menggantung terpidana, namun demikian, hal tersebut sudah tidak berlaku dengan terbitnya Penetapan Presiden Nomor 2 Tahun 1964 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati yang Dijatuhkan Oleh Pengadilan di Lingkungan Peradilan Umum dan Militer (“Penpres 2/1964”).

Berdasarkan Pasal 1 Penpres 2/1964, hukuman mati yang dijatuhkan kepada Terpidana mati dilakukan dengan menembahknya sampai mati. Proses eksekusi tersebut tentunya harus dilakukan berdasarkan ketentuan yang berlaku, baik dari sejak dijatuhkannya hukuman mati sampai dengan eksekusi hukuman mati selesai dilaksanakan.

Sebagai hukuman pokok, pidana mati dijatuhkan dengan membacakan putusan di muka persidangan yang terbuka untuk umum oleh Majelis Hakim. Setelah pembacaan putusan tersebut, maka proses eksekusi menjadi tanggung jawab Jaksa sebagaimana diatur dalam Pasal 270 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”).

Merujuk Pasal 99 ayat (1) KUHP Baru menyatakan bahwa pidana mati hanya dapat dilakukan atau dieksekusi manakala permohonan grasi telah ditolak oleh Presiden. Hal mana telah pula dilaksanakan meski KUHP Baru belum berlaku, sehingga tidak heran jika banyak eksekusi hukuman mati yang tidak segera dilaksanakan begitu saja, melainkan harus menunggu bahkan sampai bertahun-tahun lamanya.

Setelah Jaksa menyatakan eksekusi hukuman mati dapat dilaksanakan, maka Jaksa dapat memberikan permintaan secara tertulis kepada Kepala Kepolisian Daerah Setempat, sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Peraturan Kapolri Nomor 12 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Hukuman Mati (“Perkapolri 12/2010”). Atas permintaan tersebut dan setelah memperoleh nasehat dari Jaksa, Kapolda akan menentukan waktu pelaksanaan hukuman mati.

Pemberitahuan akan dilaksanakannya hukuman mati harus dilakukan oleh Jaksa yang bertanggungjawab kepada Terpidana 3 (tiga) hari atau 72 (tujuh puluh dua) jam sebelum pelaksanaan eksekusi pidana mati dilaksanakan, dan Terpidana dapat memberikan keterangan atau pesannya kepada Jaksa yang bertanggungjawab tersebut. Namun demikian, jika Terpidana dalam keadaan hamil, maka pidana mati hanya dapat dilaksanakan 40 (empat puluh) hari setelah Terpidana melahirkan.

Regu penembak yang disiapkan oleh Kapolda terdiri atas:

  1. 1 (satu) orang Komandan Pelaksana berpangkat Inspektur Polisi;
  2. 1 (satu) orang Komandan Regu berpangkat Brigadir atau Brigadir Polisi Kepala (Bripka); dan
  3. 12 (dua belas) orang anggota berpangkat Brigadir Polisi Dua (Bripda) atau Brigadir Polisi Satu (Briptu).

Regu penembak tersebut harus memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Perkapolri 12/2010, dimana nantinya akan berada di bawah perintah Jaksa Penanggungjawab dan tidak menggunakan senjata organik yang biasa digunakannya dalam tugas. Ada pula regu pendukung yang terdiri atas:

  1. regu 1 tim survei dan perlengkapan;
  2. regu 2 pengawalan terpidana;
  3. regu 3 pengawalan pejabat;
  4. regu 4 penyesatan route; dan
  5. regu 5 pengamanan area.

Jumlah dan tugas masing-masing regu telah ditentukan oleh Perkapolri 12/2010.

Selanjutnya, pada saat eksekusi pidana mati dilaksanakan, Terpidana akan dibawa ke tempat pelaksanaan eksekusi pidana mati. Pasal 15 Perkapolri 12/2010 mengatur pelaksanaan pidana mati secara rinci sebagai berikut:

  1. terpidana diberikan pakaian yang bersih, sederhana, dan berwarna putih sebelum dibawa ke tempat atau lokasi pelaksanaan pidana mati;
  2. pada saat dibawa ke tempat atau lokasi pelaksanaan pidana mati, terpidana dapat didampingi oleh seorang rohaniawan;
  3. regu pendukung telah siap di tempat yang telah ditentukan, 2 (dua) jam sebelum waktu pelaksanaan pidana mati;
  4. regu penembak telah siap di lokasi pelaksanaan pidana mati, 1 (satu) jam sebelum pelaksanaan dan berkumpul di daerah persiapan;
  5. regu penembak mengatur posisi dan meletakkan 12 (dua belas) pucuk senjata api laras panjang di depan posisi tiang pelaksanaan pidana mati pada jarak 5 (lima) meter sampai dengan 10 (sepuluh) meter dan kembali ke daerah persiapan;
  6. Komandan Pelaksana melaporkan kesiapan regunya kepada Jaksa Eksekutor dengan ucapan ”LAPOR, PELAKSANAAN PIDANA MATI SIAP”;
  7. Jaksa Eksekutor mengadakan pemeriksaan terakhir terhadap terpidana mati dan persenjataan yang digunakan untuk pelaksanaan pidana mati;
  8. setelah pemeriksaan selesai, Jaksa Eksekutor kembali ke tempat semula dan memerintahkan kepada Komandan Pelaksana dengan ucapan ”LAKSANAKAN” kemudian Komandan Pelaksana mengulangi dengan ucapan ”LAKSANAKAN”;
  9. Komandan Pelaksana memerintahkan Komandan Regu penembak untuk mengisi amunisi dan mengunci senjata ke dalam 12 (dua belas) pucuk senjata api laras panjang dengan 3 (tiga) butir peluru tajam dan 9 (sembilan) butir peluru hampa yang masing-masing senjata api berisi 1 (satu) butir peluru, disaksikan oleh Jaksa Eksekutor;
  10. Jaksa Eksekutor memerintahkan Komandan Regu 2 dengan anggota regunya untuk membawa terpidana ke posisi penembakan dan melepaskan borgol lalu mengikat kedua tangan dan kaki terpidana ke tiang penyangga pelaksanaan pidana mati dengan posisi berdiri, duduk, atau berlutut, kecuali ditentukan lain oleh Jaksa;
  11. terpidana diberi kesempatan terakhir untuk menenangkan diri paling lama 3 (tiga) menit dengan didampingi seorang rohaniawan;
  12. Komandan Regu 2 menutup mata terpidana dengan kain hitam, kecuali jika terpidana menolak;
  13. Dokter memberi tanda berwarna hitam pada baju terpidana tepat pada posisi jantung sebagai sasaran penembakan, kemudian Dokter dan Regu 2 menjauhkan diri dari terpidana;
  14. Komandan Regu 2 melaporkan kepada Jaksa Eksekutor bahwa terpidana telah siap untuk dilaksanakan pidana mati;
  15. Jaksa Eksekutor memberikan tanda/isyarat kepada Komandan Pelaksana untuk segera dilaksanakan penembakan terhadap terpidana;
  16. Komandan Pelaksana memberikan tanda/isyarat kepada Komandan Regu penembak untuk membawa regu penembak mengambil posisi dan mengambil senjata dengan posisi depan senjata dan menghadap ke arah terpidana;
  17. Komandan Pelaksana mengambil tempat di samping kanan depan regu penembak dengan menghadap ke arah serong kiri regu penembak; dan mengambil sikap istirahat di tempat;
  18. pada saat Komandan Pelaksana mengambil sikap sempurna, regu penembak mengambil sikap salvo ke atas;
  19. Komandan Pelaksana menghunus pedang sebagai isyarat bagi regu penembak untuk membidik sasaran ke arah jantung terpidana;
  20. Komandan Pelaksana mengacungkan pedang ke depan setinggi dagu sebagai isyarat kepada Regu penembak untuk membuka kunci senjata;
  21. Komandan Pelaksana menghentakkan pedang ke bawah pada posisi hormat pedang sebagai isyarat kepada regu penembak untuk melakukan penembakan secara serentak;
  22. setelah penembakan selesai, Komandan Pelaksana menyarungkan pedang sebagai isyarat kepada regu penembak mengambil sikap depan senjata;
  23. Komandan Pelaksana, Jaksa Eksekutor, dan Dokter memeriksa kondisi terpidana dan apabila menurut Dokter bahwa terpidana masih menunjukkan tanda-tanda kehidupan, Jaksa Eksekutor memerintahkan Komandan Pelaksana melakukan penembakan pengakhir;
  24. Komandan Pelaksana memerintahkan komandan regu penembak untuk melakukan penembakan pengakhir dengan menempelkan ujung laras senjata genggam pada pelipis terpidana tepat di atas telinga;
  25. penembakan pengakhir ini dapat diulangi, apabila menurut keterangan Dokter masih ada tanda-tanda kehidupan;
  26. pelaksanaan pidana mati dinyatakan selesai, apabila dokter sudah menyatakan bahwa tidak ada lagi tanda-tanda kehidupan pada terpidana;
  27. selesai pelaksanaan penembakan, Komandan regu penembak memerintahkan anggotanya untuk melepas magasin dan mengosongkan senjatanya; dan
  28. Komandan Pelaksana melaporkan hasil penembakan kepada Jaksa Eksekutor dengan ucapan ”PELAKSANAAN PIDANA MATI SELESAI”.

Pidana mati yang dijatuhkan kepada lebih dari satu terdakwa dalam satu putusan, dilaksanakan secara bersamaan dan serentak.

Setelah eksekusi pidana mati selesai, jenazah Terpidana dibawa ke rumah sakit bersama dengan dokter dan Regu 2 guna dikawal hingga pemakaman. Adapun pemakaman diserahkan kepada keluarga atau sahabat Terpidana, kecuali hal tersebut tidak dimungkinkan atau ditentukan lain oleh Jaksa. Apabila pemakaman dilakukan oleh Negara, maka pemakaman harus dengan menggunakan tata cara agama atau kepercayaan yang dianut oleh Terdakwa.

 

Penulis: R. Putri J., S.H., M.H.

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.