Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengiriman

Jasa pengiriman barang merupakan salah satu layanan yang dibutuhkan oleh masyarakat untuk melakukan transaksi jual beli. Di era digital, masyarakat sebagai konsumen selalu mencari kemudahan dan menyukai hal-hal praktis untuk mengirim barang. Di sisi lain, pengiriman barang seringkali mengalami hambatan seperti kerusakan barang baik sebagian maupun keseluruhan, hilangnya barang, maupun keterlambatan barang sampai di tujuan yang salah satunya diakibatkan oleh adanya keadaan yang memaksa (force majeure). Hal tersebut berpotensi menimbulkan pelanggaran terhadap hak dan kewajiban para pihak, dan Pelaku Usaha jasa pengiriman barang dianggap sebagai pihak yang perlu memerhatikan faktor tersebut.

Jasa pengiriman merupakan bagian dari hukum pengangkutan. Hukum pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut atau penyedia jasa dengan pengirim atau pengguna jasa, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan.[1] Fungsi dari pengangkutan adalah untuk memindahan barang atau orang dari suatu tempat ke tempat lain dengan maksud untuk meningkatkan daya guna dan nilai.

Pengangkutan di Indonesia terdiri dari darat, laut dan udara. Dalam hal pemgangkutan darat, terdapat sumber hukum yang harus diperhatikan yakni Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UULLAJ), Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja (UUCK), Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2021 Tentang Pos, Telekomunikasi, Dan Penyiaran (PP 46/2021), dan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informasi Nomor 4 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Pos (Permenkominfo 4/2021).

Dikarenakan pengangkutan berasal dari perjanjian itu sendiri, maka sumber hukum yang digunakan tidak terlepas dari KUH Perdata, KUHD dan UU LLAJ. Ketentuan-ketentuan khusus yang mengatur pengangkutan bersifat administratif atau perizinan yang diperuntukkan kepada Pelaku Usaha atau Perusahaan Pengangkutan. Pengangkutan pada dasarnya merupakan perjanjian yang melahirkan hubungan hukum antar pengirim dengan pengangkut. Perjanjian pengangkutan menimbulkan hak dan kewajiban pada kedua belah pihak, yang mana hak dari pengangkut ialah menerima biaya pengangkutan, dan kewajiban pokok pengangkut adalah sebagai berikut:

  1. Menyelenggarakan pengangkutan barang atau penumpang dari tempat pemuatan sampai di tempat tujuan dengan selamat;
  2. Merawat, menjaga, memelihara barang atau penumpang yang diangkut sebaik-baiknya;
  3. Menyerahkan barang yang diangkut kepada penerima dengan lengkap, utuh, tidak rusak, atau tidak terlambat.[2]

Kewajiban ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 186 UU LLAJ yang mengisyaratkan adanya perjanjian sebagai dasar pelaksanaan pengangkutan, yang berbunyi:

“Perusahaan Angkutan Umum wajib mengangkut orang dan/atau barang setelah disepakati perjanjian angkutan dan/atau dilakukan pembayaran biaya angkutan oleh Penumpang dan/atau pengirim barang.”

Perjanjian pengangkutan ini mengikat antara pihak Pengirim dengan Pengangkut, sehingga apabila terdapat kerugian pada saat pelaksanaan pengangkutan atau proses pengiriman maka pihak Pengangkut wajib bertanggung jawab atas kerugian tersebut berdasarkan perjanjian yang dibuat. Akan tetapi dalam Pasal 468 KUHD ada pengecualian terhadap tanggungjawab Pengangkut yang berbunyi:

“Perjanjian pengangkutan menjanjikan pengangkut untuk menjaga keselamatan barang yang harus diangkut dari saat penerimaan sampai saat penyerahannya. Pengangkut harus mengganti kerugian karena tidak menyerahkan seluruh atau sebagian barangnya atau karena ada kerusakan, kecuali bila Ia membuktikan bahwa tidak diserahkannya barang itu seluruhnya atau sebagian atau kerusakannya itu adalah akibat suatu kejadian yang selayaknya tidak dapat dicegah atau dihindarinya, akibat sifatnya, keadaannya atau suatu cacat barangnya sendiri atau akibat kesalahan pengirim. Ia bertanggung jawab atas tindakan orang yang dipekerjakannya, dan terhadap benda yang digunakannya dalam pengangkutan itu.”

Frasa yang menyebutkan “akibat suatu kejadian yang selayaknya tidak dapat dicegah atau dihindarinya” dapat dikategorikan sebagai force majeure atau keadaan yang memaksa. Artinya apabila Pengangkut tidak berhasil mengirimkan barang si Pengirim dikarenakan akibat dari keadaan diluar kehendaknya dan dapat dibuktikan maka tidak dapat dimintai pertanggung jawaban. Berbeda halnya apabila Pengangkut tidak dapat membuktikan gagalnya pengiriman tersebut maka patut untuk bertanggungjawab atas kerugian si Pengirim. Hal ini juga didukung dengan ketentuan Pasal 1367 KUH Perdata yang menyatakan bahwa:

“Seseorang tidak hanya bertanggung jawab, atas kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan perbuatan-perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan barang-barang yang berada di bawah pengawasannya.”

Selain dalam ketentuan KUHD, KUH Perdata dan UU LLAJ, penyelenggaraan pengangkutan juga diatur dalam Permenkominfo 4/2021. Pasal 1 Angka 1 Permenkominfo 4/2021 bahwa Pos mengatur bahwa Layanan Komunikasi Tertulis dan/atau Surat Elektronik, Layanan Paket, Layanan Logistik, Layanan Transaksi Keuangan, dan Layanan Keagenan Pos untuk kepentingan umum. Definisi tersebut memiliki kaitan dengan penyelenggaraan pengangkutan.

Dari beberapa uraian tersebut, ada beberapa tanggung jawab yang diatur dalam beberapa ketentuan yang berlaku bagi Perusahaan Pengangkutan sebagai berikut:

  1. Pengangkut wajib memberikan ganti rugi apabila barang tersebut tidak berhasil dikirim baik sebagian atau seluruhnya dari barang-barang yang diperjanjikan (Pasal 472 KUHD)
  2. Pengangkut bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan oleh penyerahan barang yang terlambat, kecuali apabila dapat dibuktikan, bahwa keterlambatan itu adalah akibat force majeure (Pasal 477 KUHD)
  3. Perusahaan Angkutan Umum wajib mengganti kerugian yang diderita oleh Penumpang atau pengirim barang karena lalai dalam melaksanakan pelayanan angkutan (Pasal 188 UU LLAJ)
  4. Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diakibatkan oleh segala perbuatan orang yang dipekerjakan dalam kegiatan penyelenggaraan angkutan. (Pasal 191 UU LLAJ)
  5. Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pengirim barang karena barang musnah, hilang, atau rusak akibat penyelenggaraan angkutan, kecuali terbukti bahwa musnah, hilang, atau rusaknya barang disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak dapat dicegah atau dihindari atau kesalahan pengirim. (Pasal 193 Ayat (1) UU LLAJ).
  6. Penyelenggara Pos wajib bertanggungjawab atas kerugian Pengguna Layanan Pos yang timbul akibat kesalahan dan/atau kelalaian dari pengurus, pegawai, dan/atau pihak ketiga yang bekerja untuk kepentingan Penyelenggara Pos. (Pasal 51 Ayat (2) Permenkominfo 4/2021)

Dengan demikian, kelalaian yang disebabkan oleh Perusahaan Pengangkutan dapat dimintai pertanggungjawaban. Namun apabila dalam hal ini dapat dibuktikan adanya suatu keadaan yang memaksa sehingga pengangkutan tersebut tidak berhasil, maka pertanggungjawaban tersebut dapat dikecualikan sesuai dengan perjanjian dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

 

Penulis: Rizky Pratama J., S.H.

Editor: R. Putri J., S.H., M.H., CTL., CLA., & Mirna R., S.H., M.H., CCD.

 

 

 

[1] Abdul Kadir Muhammad. Hukum Pengangkutan Niaga, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998. Hal. 7-8.

[2] Andi Astriyani Mattanang, Aspek Hukum Perjanjian Terhadap Jasa Angkutan Umum Darat, Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion, Voulume 3 No 2 Tahun 2013, halaman 182

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.