Tanggung Jawab Bank Ketika Terdapat Kesalahan Dalam Catatan Nasabah

Perkembangan zaman yang semakin pesat menjadikan aktivitas perbankan sebagai hal yang lumrah dilakukan. Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (selanjutnya disebut UU Perbankan) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Kemudian dijelaskan lebih lanjut pengertian bank dalam Pasal 1 angka 2 UU Perbankan yang menyatakan bahwa bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Sedangkan pihak yang menggunakan jasa bank disebut dengan nasabah sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1 angka 16 UU Perbankan. Nasabah dibedakan menjadi dua, yaitu nasabah penyimpanan dan nasabah debitur. Nasabah penyimpanan adalah nasabah yang menempatkan dananya di bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1 angka 17 UU Perbankan, sedangkan nasabah debitur adalah nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1 angka 18 UU Perbankan.

Pasal 29 ayat (4) UU Perbankan menyatakan bahwa untuk kepentingan nasabah bank wajib menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya resiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank. Selain itu, Pasal 37B UU Perbankan menyatakan bahwa setiap bank wajib menjamin dana masyarakat yang disimpan pada bank yang bersangkutan melalui Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS). Serta Pasal 44 A ayat (1) UU Perbankan menyatakan bahwa:

“Atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari Nasabah Penyimpan yang dibuat secara tertulis, bank wajib memberikan keterangan mengenai simpan Nasabah Penyimpan pada bank yang bersangkutan kepada pihak yang ditunjuk oleh Nasabah Penyimpan tersebut”

Terkait dengan kewajiban-kewajiban tersebut, terdapat hal menarik yang terjadi akhir-akhir ini yaitu terkait hilangnya uang simpanan atlet e-sport Winda Earl dalam PT. Bank Maybank Indonesia sebesar Rp. 22 Miliar.

Kronologi kasus bermula dari penawaran Kepala Cabang PT. Bank Maybank Indonesia kepada Winda untuk membuka rekening simpanan berjangka pada tahun 2014. Dikarenakan tawaran bunga yang tinggi, Winda tergiur untuk menyimpan uangnya pada bank tersebut. Singkat cerita, Winda menyadari adanya kekurangan saldo dan melaporkan hal tersebut kepada PT. Bank Maybank Indonesia pada tanggal 17 Februari 2020. Namun, karena dirasa tidak ada tanggapan berarti dari pihak PT. Bank Maybank Indonesia, kemudian Winda melaporkan masalah tersebut kepada Polisi pada tanggal 8 Mei 2020. Saat ini dalam kasus tersebut masih dalam proses pemeriksaan di Pengadilan secara pidana dan menetapkan satu tersangka yaitu Kepala Cabang PT. Bank Maybank Indonesia yang diduga melakukan pemalsuan data pembuatan rekening.[1] Pasal 49 ayat (1) UU Perbankan menyatakan bahwa :

“Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja:

    1. membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam proses laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank;
    2. menghilangkan atau tidak memasukkan atau menyebabkan tidak dilakukannya pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank;
    3. mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, atau menghilangkan adanya suatu pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank, atau dengan sengaja mengubah, mengaburkan, menghilangkan, menyembunyikan atau merusak catatan pembukuan tersebut, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).”

Berdasarkan hal tersebut, maka Kepala Cabang PT. Bank Maybank Indonesia terancam sanksi pidana sebagaimana ketentuan dalam Pasal 49 ayat (1) UU Perbankan.

Atas kasus tersebut Winda Earl selaku nasabah dari PT. Bank Maybank Indonesia pada dasarnya memiliki hak untuk mengetahui informasi mengenai uang yang disimpannya sebagaimana ketentuan dalam Pasal 29 ayat (4) dan Pasal 44A UU Perbankan. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 47A UU Perbankan, maka apabila PT. Bank Maybank Indonesia tidak memberikan keterangan atas apa yang diminta, PT. Bank Maybank Indonesia selaku bank yang tidak memberi informasi dapat diancam dengan pidana penajara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 4.000.000.000,- (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 15.000.000.000,- (lima belas miliar rupiah). PT. Bank Maybank Indonesia juga memiliki kewajiban untuk menjamin dana yang disimpan Winda sebagaimana ketentuan dalam Pasal 37B UU Perbankan. Sehingga atas dasar tersebut, apabila dalam Pengadilan PT. Bank Maybank Indonesia terbukti bersalah, maka harus mengembalikan uang Winda yang hilang tersebut. Selain itu, berdasarkan ketentuan dalam Pasal 7 huruf g Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut UU Perlindungan Konsumen) bank berkewajiban untuk memberikan kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

Upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Winda sebagai nasabah yaitu melaporkan hal tersebut kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku lembaga yang berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan dalam sektor jasa keuangan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (selanjutnya disebut UU OJK). Terkait dengan kasus ini juga telah dilaporkan kepada OJK oleh Direktur Utama Maybank yaitu Tazwin Zakaria.[2] Berdasarkan pemberitaan media, pihak PT. Bank Maybank Indonesia menyatakan bahwa terdapat kejanggalan-kejanggalan yang terjadi atas kasus tersebut, sehingga diperlukan pemeriksaan mendalam untuk mengetahui kebenarannya. Oleh karena itu, para pihak harus menunggu putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap (incraht).

[1] https://money.kompas.com/read/2020/11/10/090100026/kronologi-lengkap-kasus-uang-rp-22-miliar-winda-earl-dan-pembelaan-maybank?page=all

[2] https://money.kompas.com/read/2020/11/06/173000226/ojk-buka-suara-soal-raibnya-uang-rp-20-miliar-winda-earl?page=all

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.