Tanah Kesultanan Yogyakarta Untuk Pembangunan Tol

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terus melanjutkan pembangunan sejumlah proyek jalan tol yang merupakan bagian dari Proyek Strategis Nasional. Salah satunya pembangunan jalan tol Yogyakarta-Bawen sepanjang 75,82 Km, yang telah dimulai pembangunannya sejak peletakan batu pertama (groundbreaking) pada Rabu tanggal 30 Maret 2022 lalu. Menurut keterangan Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian PUPR Hedy Rahadian menjelaskan pembangunan jalan tol yang melintas di dua provinsi tersebut akan meningkatkan konektivitas Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Provinsi Jawa Tengah, serta memperkuat posisi DIY dalam industri khususnya pariwisata.[1]

Mengenai pembangunan tol di DIY sendiri, terdapat penolakan dari Keraton Yogyakarta yang tak mau melepas kepemilikan Tanah Kesultanan atau Sultan Ground untuk proyek tol yang dibangun di wilayah DIY. Menurut keterangan dari Putri Sulung Sri Sultan Hamengkubuwono X, GKR Mangkubumi selaku Penghageng Tepas Panitikismo atau Kepala Departemen Keraton Yogyakarta yang bertugas mengurusi Sultan Ground menjelaskan bahwa telah ada koordinasi dengan Kementerian PUPR dan menambahkan bahwa jalan tol tetap bisa dibangun di atas Sultan Ground, tetapi dengan status hak pakai tanpa sewa atau tanpa kompensasi sepeser pun.[2]

Sistem pemerintahan di Yogyakarta masih menggunakan Kesultanan dalam pengambilan kebijakan. Maka, penguasaan atas tanah pun tidak terlepas dari pengaruh sistem pemerintahan seperti ini, Berkaitan dengan Tanah Kesultanan atau Sultan Ground, merupakan tanah yang haknya belum diberikan kepada pendudukan maupun kepada pemerintah desa, tanah tersebut merupakan milik Keraton sehingga siapapun yang akan menggunakannya harus meminta izin kepada pihak Keraton. Terdapat dua bagian mengenai Sultan Ground, yakni:

  1. Tanah Sultan Ground yaitu Tanah Keprabon yang tidak boleh digunakan oleh masyarakat dan / atau tanah pendukung bagi keberadaan Kasultanan, misalnya tanah yang digunakan Alun-Alun, tamansari, pemakaman raja-raja dan kepatihan dan lain-lain.
  2. Tanah Sultan Ground yaitu Tanah Magersari yang boleh digunakan oleh masyarakat misalnya tanah-tanah yang termasuk dalam Sultan Gound yang dimiliki secara pribadi oleh sultan dan keluarganya. Tanah magersari melalui permohonan ijin kekancingan kepada Keraton.[3]

Kedudukan Sultan Grond ini tidak lepas dari struktur Kerajaan Jawa. Konsep Kerajaan Jawa yaitu suatu lingkaran konsentris yang mengelilingi Sultan sebagai pusat. Sultan adalah sumber satu-satunya dari segenap kekuatan dan kekuasaan serta sultan adalah pemilik segala sesuatu di dalam kerajaan dan arena itu dia diidentikan dengan kerajaan. Dalam perkembangannya tanah Kraton baik Sultan Ground (tanah milik pemerintahan sultan) maupun sultan grond (tanah sultan) menjadi hak atas tanah yang bermacam-macam sesuai dengan perkembangan politik pertanahan Keraton Yogyakarta.

Sehubungan dengan hal ini, terdapat ketentuan yang mengatur mengenai keistimewaan daerah Yogyakarta sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (UU 13/2012). Pasal 1 Angka 1 UU 13/2012 menjelaskan bahwa DIY adalah daerah provinsi yang mempunyai keistimewaan dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keistimewaan yang dimiliki oleh DIY berdasarkan sejarah dan hak asal-usul menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) untuk mengatur dan mengurus kewenangan istimewa.

Mengenai kewenangan yang dimaksud diatur dalam Pasal 7 UU 13/2012 menyebutkan mengenai Kewenangan DIY sebagai berikut:

(1) Kewenangan DIY sebagai daerah otonom mencakup kewenangan dalam urusan Pemerintahan Daerah DIY sebagaimana dimaksud dalam undang-undang tentang pemerintahan daerah dan urusan Keistimewaan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini.

(2) Kewenangan dalam urusan Keistimewaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

  1. tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas, dan wewenang Gubernur dan Wakil Gubernur;
  2. kelembagaan Pemerintah Daerah DIY;
  3. kebudayaan;
  4. pertanahan; dan
  5. tata ruang.

(3) Penyelenggaraan kewenangan dalam urusan Keistimewaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didasarkan pada nilai-nilai kearifan lokal dan keberpihakan kepada rakyat.

Pertanahan menjadi salah satu kewenangan DIY dalam mengurus Keistimewaannya yang diberikan oleh ketentuan UU 13/2012. Dalam Pasal 32 Ayat UU 13/2012, dalam penyelenggaraan kewenangan pertanahan Kasultanan dan Kadipaten dinyatakan sebagai badan hukum. Kasultanan sebagai badan hukum merupakan subjek hak yang mempunyai hak milik atas tanah Kasultanan. Kadipaten sebagai badan hukum merupakan subjek hak yang mempunyai hak milik atas tanah Kadipaten. Pasal 32 Ayat (5) UU 13/2012 menyebutkan bahwa:

Kasultanan dan Kadipaten berwenang mengelola dan memanfaatkan tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten ditujukan untuk sebesar-besarnya pengembangan kebudayaan, kepentingan sosial, dan kesejahteraan masyarakat.

Berkaitan dengan ketentuan diatas, pemanfaatan Tanah Sultan atau Sultan Ground harus mendapatkan izin persetujuan Kasultanan untuk tanah Kasultanan dan izin persetujuan Kadipaten untuk tanah Kadipaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 Ayat (4) UU 13/2012. Pengelolaan dan pemanfaatan Tanah Sultan atau Sultan Ground diatur lebih lanjut dalam Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2017 Tentang Pengelolaan Dan Pemanfaatan Tanah Kasultanan Dan Tanah Kadipaten (Perdais 1/2017).

Pengelolaan dan pemanfaatan Tanah Sultan diatur dalam Pasal 3 Perdais 1/2017 ditujukan untuk pengembangan kebudayaan, kepentingan sosial dan kesejahteraan masyarakat. Sehingga penolakan terhadap tanah yang akan digunakan untuk pembangunan tol oleh pemerintahan DIY, sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Keberadaan UU 13/2012 dan Perdais 1/2017 sudah secara jelas mengatur mengenai kedudukan hukum Tanah Sultan atau Sultan Ground tersebut. Sehingga penggunaan tanah untuk pembangunan jalan tol berbeda dengan wilayah lainnya, yang mana seringkali terdapat pengadaan tanah dengan cara pembebasan lahan, kerjasama atau sewa-menyewa. Hal yang terpenting diperhatikan dalam pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol ialah sebagai berikut:

  1. Melakukan sosialisasi secara umum kepada pihak yang dituju untuk pembebasan lahan.
  2. Perlu diperhatikan mengenai kapasitas pola sosialisasi yang bertujuan untuk mendapatkan data yang benar dan tepat.
  3. Setelah data terkumpul dengan lengkap dan baik, maka langkah selanjutnya adalah melakukan konsultasi kepada pihak yang mempunyai lahan.
  4. Aspek selanjutnya jika konsultasi menghasilkan kesepakatan yang baik maka pihak instansi akan melakukan lobi kepada gubernur setempat.
  5. Aspek terakhir yang penting untuk diperhatikan adalah izin yang telah didapatkan oleh gubernur, maka pihak instansi meminta izin pengadaan tanah kepada pihak pertahanan.

Dengan demikian mengenai penolakan terkait penggunaan tanah untuk pembangunan jalan tol oleh Keraton Yogyakarta atau Gubernur DIY, secara kedudukan hukumnya Tanah Sultan atau Sultan Ground sudah secara jelas diatur dalam UU 13/2012 dan Perdais 1/2017. Maka, pengelolaan dan pemnafaatan tersebut, menjadi kewenangan dari Kasultanan itu sendiri. Sehingga, pengelolaan dan pemanfaatan tersebut harus mendapatkan izin dari Kasultanan Yogyakarta.

 

[1] Isna Rifka Sri Rahayu, Nilai Investasi Rp 14,26 Triliun, Jalan Tol Yogyakarta-Bawen Rampung Akhir 2024, https://money.kompas.com/read/2022/03/31/093000826/nilai-investasi-rp-14-26-triliun-jalan-tol-yogyakarta-bawen-rampung-akhir-2024

[2] CNN Indonesia, Keraton Yogyakarta Tolak Lepas Tanah Kesultanan untuk Proyek Tol, https://www.cnnindonesia.com/nasional/20220414134924-20-784834/keraton-yogyakarta-tolak-lepas-tanah-kesultanan-untuk-proyek-tol

[3] Nurhasan Ismail, Hukum Agraria Dalam Tantangan Perubahan, Setara Press, Malang, 2003.

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.