Tahap-Tahap Dalam Melakukan Penahanan

Pengertian penahanan berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1 angka 21 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (selanjutnya disebut KUHAP) yaitu penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik, atau penuntut umum, atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta cara yang diatur dalam KUHAP. Pada dasarnya sebagaimana ketentuan dalam Pasal 22 ayat (1) KUHAP, penahanan dibedakan menjadi 3 (tiga) macam, yaitu penahanan rumah tahanan negara, penahanan rumah dan penahanan kota. Hal yang akan kita bahas dalam artikel ini yaitu penahanan rumah tahanan negara.

Secara spesifik ketentuan mengenai penahanan diatur dalam ketentuan Pasal 20 sampai dengan Pasal 31 KUHAP. Petugas yang berhak melakukan penahanan selain penyidik, penuntut umum atau hakim yaitu penyelidik berdasarkan atas perintah penyidik sebagaimana ketentuan dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b KUHAP. Dalam hal akan melakukan penahanan, penyidik atau penuntut umum harus memberikan surat perintah penahanan atau penetapan hakim yang mencantumkan identitas tersangka atau terdakwa dan menyebutkan alasan penahanan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan atau didakwaksan serta tempat ia ditahan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 21 ayat (2) KUHAP, serta tembusan surat perintah penahanan atau penetapan hakim tersebut harus diberikan kepada keluarganya sebagaimana ketentuan dalam Pasal 21 ayat (3) KUHAP. Selain itu, dalam hal penahanan lanjutan atau perpanjangan penahanan juga harus berdasarkan atas surat perintah penahanan atau penetapan hakim yang kemudian tembusannya diberikan kepada keluarganya sebagaimana ketentuan dalam Pasal 21 ayat (2) dan (3) KUHAP. Penahanan tersebut hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dan/atau percobaan dalam hal tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau lebih sebagaimana ketentuan dalam Pasal 21 ayat (4) KUHAP.

Penahanan dapat dilakukan secara bertahap dan dialihkan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 23 KUHAP. Pengalihan jenis penahanan harus disertai dengan surat perintah dari penyidik atau penuntut umum atau penetapan hakim yang tembusannya diberikan kepada tersangka atau terdakwa serta keluarganya dan kepada instansi yang berkepentingan. Tahapan-tahapan serta jangka waktu dalam penahanan yaitu sebagai berikut :

    1. Perintah penahanan dalam tahap penyidikan dilakukan oleh penyidik dengan jangka waktu penahanan maksimal 20 (dua puluh) hari sebagaimana ketentuan dalam Pasal 24 ayat (1) KUHAP, serta dapat diperpanjang oleh penuntut umum dalam jangka waktu 40 (empat puluh) hari sebagaimana ketentuan dalam Pasal 24 ayat (2) KUHAP, sehingga jangka waktu penahanan dalam tahap penyidikan dapat dilakukan dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari sebagaimana ketentuan dalam Pasal 24 KUHAP;
    2. Perintah penahanan apabila seseorang telah ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan hasil penyidikan dapat dilakukan oleh penuntut umum dalan jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) hari sebagaimana ketentuan dalam Pasal 25 ayat (1) KUHAP, serta dapat diperpanjang oleh ketua pengadilan negeri yang berwenang selama 30 (tiga puluh) hari sebagaimana ketentuan dalam Pasal 25 ayat (2) KUHAP. Setelah dalam jangka waktu 50 (lima puluh) hari tersebut, penuntut umum harus sudah mengeluarkan tersangka dari tahanan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 25 ayat (4) KUHAP, Namun dapat dilanjutkan penahanan oleh hakim;
    3. Perintah penahanan dalam persidangan dalam hal seseorang telah ditetapkan sebagai terdakwa, maka penahanan dapat dilakukan oleh hakim dengan jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sebagaimana ketentuan dalam Pasal 26 ayat (1) KUHAP, serta dapat diperpanjang oleh ketua pengadilan negeri yang bersangkutan dengan jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari sebagaimana ketentuan dalam Pasal 26 ayat (2) KUHAP. Setelah waktu 90 (Sembilan puluh) hari walaupun perkara tersebut belum diputus, maka terdakwa harus dikeluarkan dari tahanan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 26 ayat (4) KUHAP;
    4. Perintah penahanan dalam tingkat banding dilakukan oleh hakim pengadilan tinggi sebagaimana ketentuan dalam Pasal 27 ayat (1) KUHAP yang menyatakan bahwa guna kepentingan pemeriksaan banding hakim pengadilan tinggi berwenang mengeluarkan surat perintah penahanan untuk waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari. Apabila pemeriksaan belum selesai, maka dapat diperpanjang oleh ketua pengadilan tinggi yang bersangkutan dengan jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari sebagaimana ketentuan dalam Pasal 27 ayat (2) KUHAP. Setelah jangka waktu 90 (Sembilan puluh) hari terlewati, walaupun perkara tersebut belum diputus, terdakwa harus sudah dikeluarkan dari tahanan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 27 ayat (4) KUHAP;
    5. Perintah penahanan juga dapat dilakukan dalam tangkat kasasi yang dilakukan oleh hakim mahkamah agung dengan jangka waktu 50 (lima puluh) hari sebagaimana ketentuan dalam Pasal 28 ayat (1) KUHAP, serta dapat diperpanjang selama 60 (enam puluh) hari sebagaimana ketentuan dalam Pasal 28 ayat (2) KUHAP. Setelah waktu 110 (serratus sepuluh) hari, walaupun perkara tersebut belum diputus, terdakwa harus sudah dikeluarkan dari tahanan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 28 ayat (4) KUHAP.

Jangka waktu penahanan sebagaimana yang telah diuraikan diatas dapat dikecualikan dan penahanan dapat diperpanjang dalam hal-hal sebagaimana ketentuan dalam Pasal 29 ayat (1) KUHAP yang meliputi :

    1. tersangka atau terdakwa menderita gangguan fisik atau mental yang berat, yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, atau 
    2. perkara yang sedang diperiksa diancam dengan pidana penjara sembilan tahun atau lebih.

Perpanjangan tersebut dapat dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari sebagaimana ketentuan dalam Pasal 29 ayat (2) KUHAP, dengan dasar permintaan dan laporan pemeriksaan dalam tingkat :

    1. penyidikan dan penuntutan diberikan oleh ketua pengadilan negeri; 
    2. pemeriksaan di pengadilan negari diberikan oleh ketua pengadilan tinggi;
    3. pemeriksaan banding-diberikan oleh Mahkamah Agung;
    4. pemeriksaan kasasi diberikan oleh Ketua Mahkamah Agung.

Terhadap perpanjangan tersebut, tersangka atau terdakwa dapat mengajukan keberatan. Dalam tingkat penyidikan atau penuntutan dapat diajukan kepada ketua pengadilan negeri, sedangkan dalam tingkat pemeriksaan pengadilan negeri dan pemeriksaan banding dapat diajukan kepada ketua Mahkamah Agung sebagaimana ketentuan dalam Pasal 29 ayat (7) KUHAP.

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.