Syarat-Syarat Gratifikasi Aktif

Gratifikasi berdasarkan atas subyeknya dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu gratifikasi aktif dan gratifikasi pasif. Gratifikasi aktif merupakan pelaku yang memberikan sesuatu dengan niat (oogmerk) yang bertujuan untuk menggerakkan seorang pegawai negeri atau penyelenggara negara  dalam jabatannya untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya, dimana dari pemberian tersebut  pegawai negeri atau penyelenggara negara mengetahui niat terselubung pelaku. Sedangkan gratifikasi pasif yaitu pihak penerima pemberian yang dengan hal itu ia dalam jabatannya berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya. Dasar hukum mengenai gratifikasi aktif diuraikan dalam ketentuan Pasal 5 dan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut UU Tipikor). Sedangkan dasar hukum gratifikasi pasif dinyatakan dalam ketentuan Pasal 5 ayat (2), Pasal 6 ayat (2), Pasal 11, Pasal 12, Pasal 12 B, dan Pasal 12 C UU Tipikor. Dalam artikel kali ini, kami hanya akan membahas mengenai syarat-syarat gratifikasi aktif, untuk pembahasan terkait syarat-syarat gratifikasi pasif akan kami bahas dalam artikel selanjutnya.

Syarat-syarat gratifikasi aktif dinyatakan dalam unsur-unsur ketentuan Pasal 5 dan Pasal 6 UU Tipikor. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 6 ayat (1) UU Tipikor menyatakan sebagai berikut :

“Pasal 5 ayat (1)

(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang:

    1. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau
    2. memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.

Pasal 6 ayat (1)

(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang:

    1. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili; atau
    2. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili.”

 

Berdasarkan pernyataan pasal tersebut kita dapat memahami mengenai syarat-syarat gratifikasi aktif, yang terdiri dari :

  1. Setiap orang;
  2. Memberikan sesuatu, kecuali janji karena janji merupakan bagian dari perbuatan suap sebagaimana telah dijelaskan dalam artikel sebelumnya yang berjudul “Gratifikasi Aktif dan Gratifikasi Pasif”;
  3. Adanya penerima, yaitu yang diantaranya berprofesi sebagai pegawai negeri, penyelenggara negara, hakim, atau advokat;
  4. Adanya kehendak agar penerima berbuat atau tidak berbuat sesuatu terkait dengan jabatannya, mempengaruhi putusan perkara oleh hakim, atau mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan advokat berhubungan dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili ;
  5. Berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang dilakukan oleh penerima merupakan hal yang bertentangan dengan tugas dan kewajibannya;

Apabila seseorang memenuhi unsur-unsur tersebut, maka dapat dikatakan bahwa seseorang tersebut merupakan gratifikasi aktif yang menurut Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 6 ayat (1) UU Tipikor akan dikenakan sanksi pidana. Sanksi pidana terhadap gratifikasi aktif yaitu pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) apabila memberikan kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) apabila memberikan kepada hakim atau advokat.

Ketentuan dalam Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 6 ayat (1) UU Tipikor berlaku dan menjerat pelaku gratifikasi aktif walaupun gratifikasi pasif melaporkan ke Komisi Pemberantarasan Korupsi (selanjutnya disebut KPK) sebagaimana ketentuan dalam Pasal 12 C UU Tipikor dan/atau tidak menerima pemberian tersebut. Pasal 12 C UU Tipikor memberikan kesempatan kepada penerima untuk melaporkan gratifikasi dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima kepada KPK hingga KPK menetapkan apakah gratifikasi dapat menjadi milik penerima atau milik negara. Terkait apapun yang diterima oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dirasa berlebihan sebaiknya dilaporkan ke KPK untuk menghindari dirinya dari jeratan pasal gratifikasi. Penerima dapat menunggu laporan KPK apakah gratifikasi yang diberikan dapat menjadi pemilik penerima atau milik negara sebagaimana ketentuan dalam Pasal 12 C ayat (3) UU Tipikor.

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.