Syarat Pendirian Perusahaan PMA

Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang telah mengalami perubahan dalam Pasal 77 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (selanjutnya disebut UU Penanaman Modal). Pasal 1 angka 2 UU Penanaman Modal menyatakan bahwa penanaman modal dalam negeri adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri. Sedangkan yang dimaksud dengan Penanaman Modal Asing (PMA) adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri.

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 2 Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal (selanjutnya disebut Perpres 44/2016) bidang usaha dalam penanaman modal dibagi menjadi 3 (tiga) macam, yaitu :

  1. Bidang usaha yang terbuka, yaitu bidang usaha yang dilakukan tanpa persyaratan dalam rangka penanaman modal sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1 angka 2 Perpres 44/2016;
  2. Bidang usaha yang tertutup, yaitu bidang usaha tertentu yang dilarang diusahakan sebagai kegiatan penanaman modal sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1 angka 3 Perpres 44/2016; dan
  3. Bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan adalah bidang usaha tertentu yang dapat diusahakan untuk kegiatan penanaman modal dengan persyaratan, yaitu dicadangkan untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah serta Koperasi, Kemitraan, kepemilikan modal, lokasi tertentu, perizinan khusus, dan penanam modal dari negara Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1 angka 4 Perpres 44/2016.

Klasifikasi mengenai bidang usaha yang terbuka, bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan diatur lebih lanjut dalam lampiran Perpres 44/2016 (unduh disini). Kemudian, Pasal 3 Perpres 44/2016 menyatakan bahwa bidang usaha yang tidak tercantum dalam bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan merupakan bagian dari bidang usaha yang terbuka. Berdasarkan hal tersebut, apabila bidang usaha yang akan didirikan tidak termasuk dalam klasifikasi bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan, maka dapat dengan bebas tanpa persyaratan dalam rangka penanaman modalnya.

Terhadap perusahaan PMA yang ingin mendirikan perusahaan di Indonesia harus mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Selain harus mempelajari klasifikasi bidang usaha yang didirikan atau yang disebut dengan Daftar Negatif Investasi (DNI), hal-hal yang harus diperhatikan lainnya yaitu Nilai Investasi dan Permodalan PT PMA. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 13 ayat (6) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 14 Tahun 2015 tentang Pedoman dan Tata Cara Perizinan dan Non Perizinan Penanaman Modal yang telah mengalami perubahan dalam Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 16 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 14 Tahun 2015 tentang Pedoman dan Tata Cara Perizinan dan Non Perizinan Penanaman Modal (selanjutnya disebut Peraturan BKPM tentang Perizinan dan Non Perizinan Penanaman Modal) dinyatakan bahwa perusahaan PMA dapat mengajukan izin usaha dengan total nilai realisasi investasi lebih besar dari Rp 10.000.000.000,- (sepuluh miliar rupiah) diluar nilai investasi tanah dan bangunan :

    1. di dalam sub golongan usaha yang sama di 1 (satu) lokasi proyek di 1 (satu) Kabupaten/Kota;
    2. dalam sub golongan usaha yang sama di dalam 1 (satu) Kabupaten/Kota, di luar sektor industri.

Sedangkan nilai modal dasar untuk pendirian PT PMA yaitu nilai modal ditempatkan sama dengan modal disetor, paling sedikit Rp 2.500.000.000,- (dua miliar lima ratus juta rupiah) sebagaimana ketentuan dalam Pasal 6 ayat (2) huruf b Peraturan Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik (selanjutnya disebut PBKPM 1/2020).

Pada dasarnya pendirian PT PMA secara garis besar hampir sama dengan prosedur pendirian PT pada umumnya. Namun, yang membedakan antara PT biasa dengan PT PMA yaitu :

  1. Dalam pendirian PT PMA dibutuhkan persetujuan BKPM berupa izin prinsip;
  2. PT PMA memiliki modal asing dalam perusahaan; dan
  3. Dalam PT PMA tidak ada Surat Izin Usaha Perdagangan.

Syarat-syarat untuk melakukan pendirian perusahaan PMA, yaitu sebagai berikut :

    1. Fotocopy KTP/Passport para pendiri;
    2. Fotocopy NPWP para pendiri;
    3. Jika pemohon adalah badan hukum (lokal maupun asing), melampirkan Anggaran Dasar serta perubahannya;
    4. Pas photo penanggung jawab perusahaan ukuran 3 x 4 dan 4 x 6, masing-masing 4 lembar berlatar belakang warna merah;
    5. Alamat email dan nomor telepon para pendiri;
    6. Keterangan lengkap yang menjelaskan tentang struktur kepengurusan dan komposisi kepemilikan modal/saham para pendiri di dalam PT PMA;
    7. Keterangan tentang kedudukan dan alamat PT PMA;
    8. Fotocopy Izin Mendirikan Bangunan (IMB) tempat usaha PT PMA;
    9. Fotocopy bukti pemilikan atau penggunaan tempat usaha dimana :
      1. Apabila milik sendiri, dibuktikan dengan fotocopy sertifikat dan fotocopy bukti pelunasan PBB tahun terakhir.
      2. Apabila menyewa, dibuktikan dengan perjanjian sewa menyewa antara penyewa dan pemilik tempat.
      3. Apabila di gedung, dibuktikan dengan Surat Keterangan dari Pengelola Gedung. Stempel perusahaan;
    10. Surat kuasa (asli);
    11. Untuk sektor usaha industri, harus melampirkan diagram alur produksi (flow chart) yang dilengkapi dengan penjelasan rinci dan penjelasan tentang proses produksi dari bahan baku (kebutuhan bahan baku) untuk produk akhir (barang jadi);
    12. Untuk sektor bisnis jasa, harus melampirkan deskripsi kegiatan dan jasa yang dihasilkan produk yang akan dilakukan; dan Surat pernyataan permodalan.[1]

 

[1] https://nswi.bkpm.go.id/wps/portal/investmentstep/

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.