Syarat Kepangkatan Sebagai Penyidik

Konsep negara hukum sudah melekat dalam pelaksaan kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia yang dipertegas dalam ketentuan pasal 1 ayat 3 UUD 1945, yang menyatakan “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Dalam pelaksanaan suatu Negara Hukum, menurut A.V. Dicey ada 3 (tiga) prinsip yang harus dilaksanakan dalam, yaitu: (1) Supremasi hukum (supremacy of law); (2) Kesetaraan didepan hukum (equality before the law), dan (3) Human rights.[1]

Dalam sistem Peradilan Pidana Indonesia, Polisi Republik Indonesia (POLRI) mempunyai peran yang sangat penting dalam penegakan hukum pidana. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana disebutkan bahwa Polri berdasarkan Undang-undang merupakan pejabat yang berwenang sebagai Penyelidik dan Penyidik. Selain itu hal ini juga dipertegas dalam Pasal 2 UU No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri) yang menyebutkan bahwa Fungsi kepolisian adalah menjalankan salah satu fungsi pemerintahan negara dalam tugas penegakan hukum selain perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat, dan pada Pasal 14 ayat (1) huruf g UU Polri dinyatakan bahwa “Polisi berwenang melakukan penyidikan tindak pidana yang sebelumnya didahului oleh tindakan penyelidikan oleh penyelidik”.

Menurut Pasal 1 angka 1 KUHAP, disebutkan “Penyidik adalah pejabat polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk melakukan penyidikan”.[2] Definisi Penyidik juga disebutkan dalam Pasal 1 angka 10 UU Polri yakni “Penyidik adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk melakukan penyidikan”.

Pada ketentuan Pasal 1 angka 1 KUHAP, penyebutkan pejabat Polisi bukan dimaksudkan bahwa yang dapat menjadi penyidik hanya dari kesatuan Polisi Republik Indonesia (Polri) saja. Adapun yang dapat menjadi Penyidik terdiri dari polisi negara dan Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang, sedangkan penyelidik hanya terdiri dari polisi negara saja.[3] Hal ini juga disebutkan pada ketentuan Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP ditentukan bahwa:

  • Ayat (1):

“Penyidik adalah:

  1. Pejabat polisi Negara Republik Indonesia;
  2. Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang”.
  • Ayat (2):

“Syarat kepangkatan pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah”

Syarat kepangkatan dan pengangkatan penyidik sebagaimana disebutkan pada ketentuan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“PP 58/2010”), menyebutkan bahwa Penyidik adalah:

  1. Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan
  2. Pejabat pegawai negeri sipil.

Pada isi ketentuan PP 58/2010 menyebutkan syarat untuk dapat diangkat sebagai pejabat penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2A PP 58/2010, bahwa calon penyidik harus memenuhi persyaratan, sebagai berikut:

  • Ayat (1):
  1. Berpangkat paling rendah Inspektur Dua Polisi dan berpendidikan paling rendah sarjana strata satu atau yang setara;
  2. Bertugas di bidang fungsi penyidikan paling singkat 2 (dua) tahun;
  3. Mengikuti dan lulus pendidikan pengembangan spesialisasi fungsi reserse kriminal;
  4. Sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter; dan
  5. Memiliki kemampuan dan integritas moral yang tinggi.

Dan mengenai pengangkatan penyidik serta kewenangannya diatur dalam pasal 2A ayat (2) dan ayat (3) PP 58/2010, bahwa:

  • Ayat (2):

“Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia”.

  • Ayat (3):

Wewenang pengangkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilimpahkan kepada pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang ditunjuk”

Dalam hal penyidik dikenal adanya Penyidik Pembantu yakni Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan yang diatur dalam undang-undang (pasal 1 angka 3 KUHAP). Pada ketentuan Pasal 3 ayat (1) PP 58/2010 menyebutkan persyaratan sebagai penyidik pembantu adalah sebagai berikut:

Penyidik pembantu adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang memenuhi persyaratan:

  1. Berpangkat paling rendah Brigadir Dua Polisi;
  2. Mengikuti dan lulus pendidikan pengembangan spesialisasi fungsi reserse kriminal;
  3. Bertugas di bidang fungsi penyidikan paling singkat 2 (dua) tahun;
  4. Sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter; dan
  5. Memiliki kemampuan dan integritas moral yang tinggi.

Penyidik Pembantu diangkat oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia atas usul komandan atau pimpinan kesatuan masing-masing. Wewenang pengangkatan Penyidik Pembantu dapat dilimpahkan kepada pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang ditunjuk oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia[4]

[1] Soetandyo Wignjosoebroto, Hukum, Paradigma, Metode dan Dinamika masalahnya, Elsam, Jakarta, 2002, hal. 474.

[2] Bawengan Gerson W, Penyidikan Perkara Pidana Dan Teknik Interogasi, Pradnya Paramita, Jakarta, 1988, h.16

[3] Hamzah Andi, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1985, h.74.

[4] Pasal 3 ayat (2&3) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.