Surat Edaran Menteri Agama Tentang Pengeras Suara Masjid

Baru-baru ini Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas menerbitkan Surat Edaran Nomor SE.05 Tahun 2022 Tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala (selanjutnya disebut SE 5/2022). Menag Yaqut Cholil mengatakan bahwa pedoman diterbitkan SE 5/2022 merupakan upaya meningkatkan ketenteraman, ketertiban dan keharmonisan dalam masyarakat.[1] Namun, diterbitkannya SE 5/2022 memunculkan polemik, dimana masyarakat menanggapi hal tersebut dengan pro dan kontra. Beberapa pihak yang mendukung atas diterbitkannya SE 5/2022 yaitu Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Dewan Masjid Indonesia (DMI).[2] Namun, MUI dan DMI meminta Kemenag tidak kaku dalam pelaksanaannya dengan menggunakan pendekatan persuasif karena pada dasarnya penggunaan pengeras suara telah menjadi budaya dalam masyarakat.[3] Disisi lain diketahui terdapat beberapa pihak yang kontra dengan SE 5/2022 yang diterbitkan oleh Kemenag, salah satunya adalah Haris Tua Marpaung sebagai pengurus dan mantan imam Masjid Al Maksum, Tanjung Balai, Sumatera Utara yang menyatakan bahwa:

“Masjid adalah tempat ibadah bagi seluruh umat setiap saat. Kalau bisa tidak ada berhentinya. Kenapa sekarang dibuat seperti ini? Tidak boleh (diatur), itu termasuk penganiayaan juga terhadap rumah ibadah”

            Pada dasarnya dalam SE 5/2022 menyatakan bahwa aturan tersebut diterbitkan untuk memastikan penggunaan pengeras suara agar tidak menimbulkan potensi gangguan ketenteraman, ketertiban, dan keharmonisan antarwarga masyarakat serta kenyamanan bersama. Ketentuaan huruf C angka 2 SE 5/2022 menyatakan bahwa :

“Pemasangan dan Penggunaan Pengeras Suara :

  1. Pemasangan pengeras suara dipisahkan antara pengeras suara yang difungsikan ke luar dengan pengeras suara yang difungsikan ke dalam masjid/musala;
  2. Untuk mendapatkan hasil suara yang optimal, hendaknya dilakukan pengaturan akustik yang baik;
  3. Volume pengeras suara diatur sesuai dengan kebutuhan dan paling besar 100 dB (seartus decibel); dan
  4. Dalam hal penggunaan pengeras suara dengan pemutaran rekaman, hendaknya memperhatikan kualitas rekaman, wkatu dan bacaan akhir ayat, selawat/tarhim.”

Kemudian selanjutnya dalam Ketentuan huruf C angka 3 SE 5/2022 dikatakan bahwa tata cara penggunaan pengeras suara adalah sebagai berikut:

  1. Waktu Shalat
    1. Subuh:
      1. Sebelum azan pada waktunya, pembacaan Al-Qur’an atau Selawat/Tarhim dapat menggunakan Pengeras Suara Luar dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) menit; dan
      2. Pelaksanaan salat Subuh, zikir, do’a dan kuliah Subuh menggunakan Pengeras Suara Dalam.
    2. Zuhur, Asar, Magrib dan Isya
      1. Sebelum azan pada waktunya, pembacaan Al-Qur’an atau selawat/tarhim dapat menggunakan Pengeras Suara Luar dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) menit; dan
      2. Sesudah azan dikumandangkan yang digunakan Pengeras Suara Dalam.
    3. Jum’at
      1. Sebelum azan pada waktunya, pembacaan Al-Qur’an atau selawat/tarhim dapat menggunakan Pengeras Suara Luar dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) menit; dan
      2. Penyampaian pengumuman mengenai petugas Jum’at, hasil infak sedekah, pelaksanaan Khutbah Jum’at, Salat, zikir dan do’a, menggunakan Pengeras Suara Dalam.
  2. Pemandangan azan menggunakan Pengeras Suara Luar
  3. Kegiatan Syiar Ramadan, gema takbir Idul fitri, Idul Adha dan Ucapan Hari Besar Islam

Selain itu, suara yang dipancarkan melalui Pengeras Suara perlu diperhatikan kualitas dan kelayakannya, suara yang disiarkan memenuhi persyaratan sebagaimana ketentuan dalam Ketentuan huruf C angka 4 SE 5/2022:

  1. Bagus atau tidak sumbang; dan
  2. Pelafazan secara baik dan benar.

Terbitnya SE 5/2022 menyebabkan polemik lantaran pengeras suara di masjid dan musala merupakan kebutuhan bagi umat Islam sebagai salah satu media syiar Islam ditengah masyarakat. Namun, disaat yang bersamaan masyarakat Indonesia adalah beragam, baik agama, keyakinan, latar belakang dan lainnya sehingga diperlukan upaya untuk merawat persaudaraan dan harmoni sosial.[4] Pada dasarnya dalam Pasal 28E ayat (1) dan Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 45) menyatakan sebagai berikut:

Pasal 28E ayat (1)

Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal diwilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.

Pasal 29 ayat (2)

Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

Berdasarkan ketentuan tersebut, selain penggunaan pengeras suara di masjid merupakan tradisi lama yang biasa digunakan oleh umat Islam di Indonesia, dalam Pasal 28E ayat (1) dan Pasal 29 ayat (2) juga dijamin bahwa setiap orang bebas beribadah menurut agamanya masing-masing. Namun, dilain sisi Pasal 28 J UUD 45 juga menyatakan bahwa:

Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.

Oleh karena itu, pada dasarnya tujuan diterbitkannya SE 5/2022 yaitu untuk menghormati hak orang lain yang beragama selain Islam untuk beristirahat atau melakukan aktivitas tanpa adanya kebisingan berlebihan, namun masyarakat Indonesia yang mayoritas adalah beragama Islam sudah menjadikan penggunaan pengeras suara di masjid sebagai kebiasaan sehari-hari dalam masyarakat. Oleh karena itu, sampai saat ini SE 5/2022 masih menjadi polemik di masyarakat.

[1] https://www.kompas.id/baca/dikbud/2022/02/21/menteri-agama-atur-penggunaan-pengeras-suara-di-masjid-dan-musala

[2] https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-60428948

[3] Ibid.

[4] Ibid.

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.