Sumber Hukum dalam Arti Formal dan Materiel
Sumber hukum formal dan materiel adalah peristilahan yang digunakan untuk memetakan karakteristik suatu sumber hukum. Misalnya bagi sistem hukum Eropa Kontinental memandang sumber hukum formal adalah sumber hukum yang bersifat operasional. Zevenbergen sebagaimana dikutip Achmad Ali menyatakan sumber hukum adalah sumber terjadinya hukum, sumber yang menimbulkan hukum.[1] Sedangkan bagi Salmond seorang pemikir dari Anglo American menyatakan bahwa sumber hukum yang bersifat formal merupakan sumber kekuatan mengikat atau validitas dari hukum, sedangkan sumber hukum yang bersifat materiel adalah sumber dari substansi hukumnya. Achmad Sanusi, membagi dua faktor besar dari sumber hukum yang bersifat materiel itu, Â yaitu:[2]
- Faktor idiil
Merupakan faktor-faktor yang tetap mengenai keadilan yang harus ditaati oleh pembuat undang-undang atau pembentuk hukum lainnya dalam membuat undang-undang membuat undang-undang harus melihat dari sisi keadilannya, jangan asal buat saja.
- Faktor kemasyarakatan
Merupakan faktor yang melihat ke sisi ekonomi masyarakat, adat kebiasaan, agama, kebudayaan, harus sesuai dengan keadaan masyarakat.
Sumber hukum merupakan hal yang akan membentuk hukum. Terdapat banyak pendekatan untuk memahami istilah sumber hukum. Penganut aliran sejarah, melihat sumber hukum sebagai tempat seseorang untuk mengetahui hukum dan tempat pembentuk undang-undang untuk menggali bahan-bahan dalam penyusunan undang-undang. Sedangkan, aliran sosiologis berpandangan bahwa sumber hukum adalah faktor-faktor yang benar-benar mempengaruhi hukum itu berlaku, yang merupakan keadaan sosial yang menyebabkan terciptanya hukum. Ada juga pandangan aliran filosofis, bahwa sumber hukum adalah keadilan sebagai esensi hukum.[3]
Berbagai pendekatan tersebut, mengarahkan kepada sifat formal dan materiel itu. Ketika ditelaah, pendekatan sejarah lebih melihat sumber hukum itu dalam artian formal. Sedangkan pendekatan sosiologis dan filsafat lebih menekankan pada sumber hukum yang bersifat materiel. Saut P. Panjaitan menegaskan bahwa sumber hukum dalam arti formal, yaitu mengkaji kepada prosedur atau tata cara pembentukan suatu hukum atau melihat kepada bentuk lahiriah dari hukum yang bersangkutan. Sedangkan, sumber hukum dalam arti materiil, yaitu faktor/kenyataan yang turut menentukan isi dari hukum.[4] Gambaran mengenai perbedaan cara pandang sumber hukum arti materiel dan formal akan lebih jelas  dari pendapat C.S.T Kansil yang memberikan uraian spesifik mengenai sumber hukum bersifat formal dan sumber hukum bersifat materiel.[5]
- Sumber Hukum bersifat Materiel
- Ekonomi
- Sejarah
- Sosiologi
- Filsafat, dan
- Sebagainya
- Sumber Hukum bersifat Formal
- Undang-undang (statute)
- Kebiasaan (custom)
- Keputusan-keputusan hakim (jurisprudentie)
- Traktat (treaty)
- Pendapat Sarjana Hukum (doktrin)
Jika dikaitkan dengan berbagai definisi sumber hukum, maka dari pandangan C.S.T Kansil dapat ditarik beberapa kesimpulan. Pertama, sumber hukum yang bersifat materiel memandang sumber hukum adalah sesuatu yang diluar hukum yang menjadi faktor pembentuk hukum. Kedua, sumber hukum yang bersifat formal menganggap bahwa sumber hukum berasal dari sesuatu yang bersifat hukum. Ketiga, bahwa undang-undang, kebiasaan, keputusan hakim, traktat, dan doktrin sarjana hukum adalah yang memberikan validitas terhadap hukum. Keempat, faktor ekonomi, sejarah, sosiologi, filsafat, dan sebagainya yang memberikan substansi hukum. Begitulah letak-letak perbedaan cara pandang antara sumber hukum yang bersifat formal dan sumber hukum yang bersifat materiel.
Meskipun terdapat berbagai perbedaan antara sumber hukum bersifat formal dan materiel, namun pada dasarnya kedua sumber hukum tersebut diyakini bekerja secara bersamaan untuk membentuk hukum. Misalnya, lahirnya suatu undang-undang didasari atas konsiderans yang di dalamnya terdapat landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis, serta dasar hukum, yang berisi ketentuan-ketentuan hukum yang menjadi rujukan.
Namun, sebagai referensi lanjutan terdapat kritik terhadap adanya sumber hukum yang bersifat formal. Jika sumber hukum yang bersifat formal diartikan memberikan validitas, lantas apa yang dimaksud validitas itu?i Seorang sosok terkenal yang menguraikan mengenai validitas norma adalah Hans Kelsen, dengan teori hukum berjenjang. Hans Kelsen menyatakan bahwa validitas norma ditentukan oleh norma yang lebih tinggi, begitu seterusnya sampai ke norma dasar yang disebut ground norm. Berdasarkan hal tersebut, maka dipandang bahwa sumber hukum undang-undang dan kebiasaan adalah hal yang figuratif dan ambigu. Sebab, jika sumber hukum norma yang rendah berasal dari norma yang lebih tinggi, yang notabene norma yang lebih tinggi ini juga adalah hukum, maka sumber hukum adalah hukum itu sendiri. Padahal sumber hukum seyogianya merupakan sesuatu yang tidak bersifat hukum, namun hal itu dapat ditransformasi ke norma hukum.[6]
[1] Yapiter Marpi, (2020), Ilmu Hukum Suatu Pengantar, Jakarta: Zona Media Mandiri, hlm. 199.
[2] Suryanigsi, (2018), Pengantar Ilmu Hukum, Kalimantan Timur: Mulawarman University Press, hlm. 149.
[3] Peter Mahmud Marzuki, (2017), Pengantar Ilmu Hukum, Edisi Revisi, Cetakan Kesepuluh, Jakarta: Kencana, hlm. 255-257.
[4] Yapiter Marpi, Op.Cit, hlm. 53
[5] Fence M. Wantu, (2015), Pengantar Ilmu Hukum, Cetakan Pertama, Gorontalo: UNG Press, hlm. 19.
[6] Jimly Asshiddiqie dan M. Ali Safaat, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Cetakan Pertama, Jakarta: Sekretariat dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, hlm. 117-118.
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim PertanyaanKebiasaan Sebagai Sumber Hukum
Profil Senior Manager of Corporate Legal and Business at...
hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.